Ini kelanjutan cerita Mia dan Rafa di novel author Dibalik Cadar Istriku.
Saat mengikuti acara amal kampus ternyata Mia di jebak oleh seorang pria dengan memberinya obat perangsang yang dicampurkan ke dalam minumannya.
Nahasnya Rafa juga tanpa sengaja meminum minuman yang dicampur obat perangsang itu.
Rafa yang menyadari ada yang tidak beres dengan minuman yang diminumnya seketika mengkhawatirkan keadaan Mia.
Dan benar saja, saat dirinya mencari keberadaan Mia, wanita itu hampir saja dilecehkan seseorang.
Namun, setelah Rafa berhasil menyelamatkan Mia, sesuatu yang tak terduga terjadi diantara mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Tak ada kendala berarti dalam prosesi pernikahan Rafa dan Mia. Semua berjalan sesuai harapan.
Malam harinya, para lelaki di keluarga Hadiwijaya terlibat pembicaraan serius.
Anak buah Joane baru saja membawa sebuah bukti setelah melakukan penyelidikan.
"Hanya ini yang ditemukan di dalam tas Rafa," ucap seornag pria berjaket kulit hitam sembari menggeser botol kecil berwarna biru.
Gilang dengan amarah tertahan dalam tatapannya ketika melihat botol obat cair yang baru saja diletakkan lelaki itu di meja.
"Obat ini ditemukan di dalam tas Rafa. Selain itu, hanya sidik jari Rafa yang ditemukan di botol ini," ucap lelaki berjaket kulit hitam itu.
Spontan tatapan semua orang tertuju pada Rafa. Rafa yang sama terkejutnya pun kehilangan kata.
Kedua alis tebalnya saling bertaut, dengan pikiran menerawang pada kejadian nahas di vila.
Pandangannya langsung berpindah pada Joane. Tak peduli jika siapapun tak percaya dan menuduhnya, asal bukan Joane.
"Ayah, aku tidak tahu bagaimana obat itu ada di tasku. Aku juga tidak tahu bagaimana sidik jariku ada di sana."
Joane mengangguk. “Aku percaya padamu, Nak," ucap Joane yang memahami kegelisahan putranya. Ia memandang lelaki yang duduk di hadapan mereka. "Kamu sudah periksa semuanya? Apa tidak ada petunjuk lain yang kalian temukan?"
"Tidak ada. Semuanya serba sulit karena tidak ada CCTV di kedua vila. Tidak ada saksi juga. Para mahasiswa mengaku tidak tahu menahu tentang kejadian itu."
"Dan mahasiswa yang tidak ikut ke masjid sudah kalian selidiki?"
"Sudah. Tapi, tidak ada yang mencurigakan darinya. Dia hanya seorang mahasiswa biasa. Ibunya, seorang pengusaha kosmetik meninggal beberapa tahun lalu."
"Ayahnya?"
"Kami tidak menemukan datanya."
Joane menghembuskan napas panjang. Ia menatap Gilang dan Pak Vino, khawatir jika mereka tidak mempercayai Rafa.
"Semua buktinya memang mengarah pada anakku, tapi aku percaya padanya. Dia tidak akan melakukan hal seburuk ini."
Gilang menatap Rafa yang diam dengan tatapan nanar. Ia menepuk bahunya. "Jangan khawatir, Nak. Kami percaya padamu."
"Apa kamu bisa ingat kejadian di vila? Kenapa sidik jarimu bisa ada di botol itu?" Kali ini pertanyaan berasal dari Brayn.
"Aku benar-benar tidak tahu dan belum pernah melihat botol itu."
"Baiklah, tenang." ucap Pak Vino. "Kita belum tahu apa motif orang ini melakukan semua ini. Pertama dia memasukkan obat perangsang dalam dosis tinggi ke minuman Mia dan memanfaatkan keadaannya, tapi tidak disangka jus jeruk itu juga diminum Rafa dan bereaksi pada tubuh mereka."
"Dengan kata lain dia sebenarnya menginginkan Mia tapi malah kena Rafa," imbuh Gilang.
"Ya, sepertinya begitu," balas Pak Vino. "Jadi ada kemungkinan orang ini tahu apa yang terjadi antara Mia dan Rafa di vila. Apa dia mau cuci tangan karena usahanya menjebak Mia gagal, atau ada tujuan lain? Masalahnya bagaimana sidik jari Rafa ada di botol itu?"
"Joane menatap Rafa. "Setelah kejadian itu apa yang kamu lakukan?"
"Aku tidak ingat lagi. Aku hanya ingat saat kalian datang," jawab Rafa.
"Berarti setelah itu kamu dan Mia tidur?"
Rafa mengangguk pelan.
"Aku takut orang ini akan melakukan sesuatu lagi. Bisa saja dia masih mengincar Mia," ucap Pak Vino. "Apa sebelumnya ada yang berusaha mendekati Mia?"
"Ada beberapa. Salah satunya Leon," jawab Rafa.
"Baiklah, kita selidiki satu persatu karena kita belum memiliki bukti untuk menjerat seseorang. Bisa saja pelakunya Leon, bisa juga orang lain yang memiliki niat jahat terhadap Mia. Yang pasti orang ini cukup berbahaya."
"Jangan sampai dia curiga kalau kalian sudah menikah."
**
**
Zahra menatap ke layar ponsel dengan mata yang basah, sebab belasan panggilannya tidak mendapat jawaban dari Raka.
Tidak biasanya Raka tidak bisa dihubungi selama belasan jam. Ia mulai takut terjadi sesuatu terhadap suaminya.
Sejak kepergian Raka keluar negeri, tiada hari dilalui Zahra tanpa melakukan panggilan video dengan suaminya.
Bahkan satu minggu ini ia terus menunggu panggilan video menjelang tidur.
Terbiasa dengan pelukan dan sentuhan Raka di malam hari membuat hatinya dipenuhi kerinduan.
Bahkan diam-diam ia selalu menangis di malam hari sebelum tidur.
"Kamu ke mana?" gumamnya lirih, sambil mengusap air mata dengan selimut.
Baru akan bangkit, deringan ponsel terdengar dan memunculkan nama yang begitu ia rindukan pada layar.
Sebelum menjawab telepon, ia lebih dulu menyeka air mata.
"Assalamualaikum, Mas," ucap Zahra sesaat setelah panggilan terhubung.
"Walaikum salam, Sayang. Kok suaranya seperti itu? Habis menangis, ya?"
"Tidak."
"Kalau tidak menangis kenapa suaranya aneh? Seperti habis menangis begitu."
"Kangen kamu," ucap Zahra manja.
Raka tertawa kecil. "Aku belum bisa pulang. Ini kan baru seminggu, Sayang."
"Rasanya lama. Aku tidak bisa tidur malam ini. Mau dipeluk kamu." Isak tangis mulai terdengar dari sana.
"Yang sabar, ya. Aku juga kangen kamu. Tapi, aku masih sibuk. Beberapa minggu lagi, ya. Bisa sabar, kan?"
"Rasanya lama."
"Iya, lama karena kamu terus kepikiran. Jangan menangis, aku bilang Mama, nih!"
"Kamu di mana? Kenapa dari tadi aku telepon tidak aktif?"
"Aku sibuk hari ini, Sayang. Ada pekerjaan di luar."
"Pekerjaan apa?"
"Ada deh. Rahasia."
"Sama istri sendiri pakai rahasia? Tidak pergi dengan perempuan lain, kan?"
"Astaghfirullah, seperti ini ternyata kalau berjauh-jauhan. Aku hanya suka kamu, Zahra Hadiwijaya." Raka terkekeh setelah mengucapkan kalimat itu.
"Kalau begitu pulang jemput aku!" ucap Zahra sedikit merengek.
"Kalau aku jemput sekarang mau dikasih apa?" tanya lelaki itu sedikit menggoda.
"Apa saja yang kamu mau."
"Benar, ya. Aku tagih!"
Raka menutup panggilan, yang kemudian disusul dengan ketukan pada pintu kamar.
Zahra yang masih terbaring dalam balutan selimut itu seketika terkejut.
Namun, kemudian segera bangkit dari tempat tidur. Mungkin yang di depan itu papa, mama, atau kakak. tidak mungkin suaminya, bukan?
Namun, ketika membuka pintu kamar, Zahra harus benar-benar terkejut melihat Raka berdiri di ambang pintu dengan senyum manis.
"Assalamualaikum, Senoritaku," ucap lelaki itu.
Selama beberapa detik Zahra mematung di tempat. Nyaris tak percaya.
Ia bahkan sempat mengusap kedua matanya karena mengira dirinya sedang berhalusinasi.
Namun, sedetik kemudian ia tersadar bahwa semua bukan mimpi, yang berdiri di hadapannya sekarang benar-benar Raka, seseorang yang begitu ia rindui.
"Kok malah diam? Tidak disambut, nih? Aku pulang ke Jerman lagi kalau begitu."
Air mata wanita itu langsung gugur membasahi pipi.
Tanpa sadar ia membenamkan diri dalam pelukan suaminya.
Melepas kerinduan yang membuncah di hati.
"Suami pulang kok malah nangis?" Ia mengusap rambut panjang istrinya, menciumi ubun-ubun.
"Kamu ngerjain aku?"
Sejenak Zahra melepas pelukan. Ia baru menyadari Raka tidak menjawab panggilannya karena dalam perjalanan pulang.
"Ini kejutan namanya. Aku pulang untuk jemput kamu," balasnya sambil mengusap air mata di pipi istrinya.
Senyum penuh haru terulas di wajah Zahra. Pelan, ia mengusap wajah suaminya dan mendekatkan wajah hingga napas terasa terhenti di antara keduanya.
"Ya ampun baru keluar kamar langsung melihat adegan dewasa," ucap Pak Vino sambil menutup mata Bastian yang berada dalam gendongan.
Tersadar, Zahra langsung melepas pelukan. Menunduk malu dan menutup wajah.
Berbeda dengan Raka yang tampak cukup santai.
"Assalamualaikum, Pa," ucap Raka.
"Wa'alaikumsalam. Sudah pulang kamu?" tanya Pak Vino, yang masih menutup mata si bungsu.
"Iya, Pa. Soalnya ... ini, ada yang suka video call tengah malam sambil nangis."
Pak Vino terkekeh, saat Raka meringis setelah mendapat cubitan dari belakang.
Sikap manja Zahra mengingatkannya pada Bu Resha. Sama persis.
**
**
Satu bulan berlalu sejak kejadian nahas itu.
Kehidupan Mia tak lagi berwarna. Ia lebih banyak diam dan menyendiri, menghabiskan waktu di kamar.
Untuk keluar rumah pun tak pernah ia lakukan. Perasaan takut dan malu selalu menghantui
Pagi itu, Mia masih duduk di sudut kamar, di atas sajadah dalam balutan mukena.
Suara lirihnya melantunkan bacaan Alquran terdengar memenuhi kamar.
Hingga pada saat tiba-tiba merasakan sensasi yang aneh di perut. Berulang-ulang ia mencoba menepis rasa aneh itu.
Hingga rasanya tak tertahan.
"Ya Allah ...."
Ia bangkit, berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perut. Sebab rasa aneh itu kian menjadi-jadi.
"Mia, kamu kenapa, Nak?"
Suara ketukan pintu kamar mandi terdengar.
Airin tak mendapat sahutan apapun dari putrinya, selain suara gemercik air dan juga suara Mia yang sedang memuntahkan isi perut.
Hal yang membuat wanita itu semakin merasa khawatir.
Ia bahkan berdiri mematung di depan kamar mandi dengan jantung berdebar.
Sebab sudah beberapa hari ini Mia mengalami gejala yang sama. Setiap pagi dan menjelang malam.
"Ya Allah, apa putriku sedang...."
*************
*************
jangan mudah terhasut mia
apa Mia GX tinggal bareng Rafa, terus Rafa gmana
tambah lagi thor..🙏😁🫣