Seorang pria membangun perusahaannya dengan tujuan mengumpulkan kekayaan sebanyak mungkin. Namun, semakin banyak uang yang dimilikinya, semakin tinggi kesombongannya. Pada akhirnya, kesombongannya menjadi kehancurannya. Ia dijatuhkan oleh perusahaan lain dan kehilangan segalanya.
Namun. Ia bereinkarnasi ke dunia kultivasi sebagai seorang Summoner, dengan kemampuan memanggil makhluk-makhluk luar biasa. Di dunia baru ini, ia didampingi oleh seorang Dewi yang setia di sisinya.
Sekarang, dengan segala kekuatan dan kesempatan yang dimilikinya, apa yang akan menjadi tujuannya? Apakah ia akan kembali mengejar kekayaan, mencari kedamaian, atau menebus kesalahan dari kehidupan sebelumnya?
Up suka-suka Author!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chizella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Benua Tengah
Setelah berpisah dengan Ling’er, aku memutuskan untuk segera menuju Benua Tengah. Rasa penasaran menggelitik pikiranku—apakah ada seseorang di sana yang layak kuajak bergabung dengan Klan Yun?
Perjalanan menuju Benua Tengah terasa sangat melelahkan. Di dunia ini, tidak ada kendaraan seperti mobil yang biasa kutemui di dunia lamaku. Aku harus menumpang sebuah kereta kuda milik seorang pedagang yang kebetulan lewat.
Hari-hari berlalu dengan perlahan. Seiring waktu, aku dan pedagang itu semakin akrab. Pria itu memperkenalkan dirinya sebagai Han Tian, seorang pria berusia sekitar tiga puluh tahun. Rambut hitamnya rapi, dan ia mengenakan pakaian kulit cokelat sederhana.
“Aku hanya pedagang biasa yang kebetulan sedang lewat,” ujarnya, sambil tersenyum ramah.
Meski terlihat tulus, aku tidak pernah sepenuhnya mempercayai orang lain. Untuk berjaga-jaga, aku menyembunyikan nama asliku dan memperkenalkan diri sebagai Wang Yun.
“Wang, beberapa hari lagi kita akan tiba di Benua Tengah,” ucap Han Tian saat malam tiba.
“Benarkah? Terima kasih, Paman Han, sudah memberikan tumpangan sejauh ini.”
“Ah, itu bukan masalah besar. Tapi, apa yang akan kau lakukan di Benua Tengah, Nak Wang?”
“Tidak ada yang khusus. Aku hanya ingin menjelajahi tempat itu.”
Han Tian mengangguk kecil. “Begitu, ya? Tapi kau harus berhati-hati. Benua Tengah adalah tempat berkumpulnya para kultivator hebat. Jika tak waspada, kau bisa saja ditindas.”
“Aku akan berhati-hati. Ngomong-ngomong, Paman Han, apakah kau tahu siapa kultivator terhebat di sana?”
Han Tian terdiam sejenak, sebelum menjawab, “Ada seorang yang mendominasi Benua Tengah. Namanya Chu Shuang’er. Dia sangat terkenal dan sulit ditandingi. Saat ini, dia kemungkinan berada di Ranah Half Saint.”
“Begitu, ya? Terima kasih atas informasinya, Paman.”
Mendengar pengetahuannya yang begitu mendalam, aku semakin yakin bahwa Han Tian bukan sekadar pedagang biasa. Namun, aku memilih untuk menyimpan kecurigaanku sendiri.
...---...
Beberapa hari kemudian, kami akhirnya tiba di Benua Tengah. Setelah berpisah dengan Han Tian, aku mengenakan jubah hitam yang sebelumnya dibelikan Ling’er. Dengan percaya diri, aku melangkah memasuki wilayah yang baru ini.
Saat berjalan santai di tengah kota, tiba-tiba seseorang menabrakku. Aku terjatuh, dan sosok itu kini berada di atasku. Wajahnya terlihat gelisah, seolah sedang dikejar sesuatu.
“Tolong aku! Aku mohon, aku akan melakukan apa saja!” katanya dengan suara penuh ketakutan.
Aku tak sepenuhnya memahami situasinya, tapi aku memang membutuhkan seseorang yang akrab dengan Benua Tengah.
“Baiklah, aku akan membantumu,” jawabku singkat.
Belum sempat kami berdiri, lima pria berbaju hitam muncul, menghampiri kami dengan ekspresi ganas.
“Bocah! Cepat serahkan perempuan itu!” bentak salah satu dari mereka.
“Kenapa aku harus menyerahkannya pada kalian?” tanyaku, menatap mereka dengan dingin.
“Dia mencuri teknik bela diri Sekte Naga Hitam! Ketua sekte kami memerintahkan kami untuk membunuhnya. Jadi minggir jika tak mau terluka!”
“Teknik bela diri Sekte Naga Hitam, ya?” Aku melirik perempuan itu. Wajahnya terlihat polos, penuh ketakutan, namun tanpa tanda-tanda kebohongan.
Tak ada pilihan lain. Aku memutuskan untuk membantunya, setidaknya sampai aku tahu cerita lengkapnya.
“Jika kalian ingin membunuhnya, kalian harus melewati aku dulu.”
Tanpa menunggu jawaban mereka, aku meraih tangannya dan menggunakan Sayap Elang Api Merah untuk melarikan diri. Kecepatannya jauh melampaui apa yang bisa dikejar oleh mereka.
Kami akhirnya tiba di tempat yang sepi. Aku berhenti, menurunkannya, lalu memanggil para Prajurit Bayangan untuk menghadapi para pengejar.
“Summon.”
Beberapa sosok bayangan muncul, bergerak cepat untuk menghabisi mereka. Sementara itu, aku terus membawa perempuan itu ke tempat yang lebih aman.
...---...
“Hei, nona, buka matamu. Kita sudah aman,” kataku sambil menepuk bahunya pelan.
Ia membuka matanya perlahan, menatapku dengan wajah lega. “Terima kasih... Terima kasih banyak telah menolongku!”
“Bukan masalah. Tapi ingat, aku telah menolongmu. Kau harus menepati janjimu.”
“Iya... Ah!” Ia tiba-tiba terkejut, matanya tertuju pada sayap di punggungku. “Itu... Sayap Elang Api Merah?! Bagaimana kau mendapatkannya?”
“Hanya keberuntungan,” jawabku santai, aku memang sangat beruntung sih.
Belum, belum, siap-siap aja kulabrak bentar lagi