[Cerita ini hanyalah khayalan Author sahaja, maklum masih pemula.]
Mengisahkan tentang seorang pekerja keras yang rela mengorbankan segalanya demi menyelesaikan tugasnya. Namun, karena terlalu memaksakan diri, dia tewas di tengah-tengah pekerjaannya.
Namun takdir belum selesai di situ.
Dia direinkarnasi ke dunia sihir, dunia isekai yang asing dan penuh misteri. Sebelum terlahir kembali, sang Dewa memberinya kekuatan spesial... meskipun Rio sendiri tidak menyadarinya.
Tujuan Rio di dunia baru ini sederhana, ia hanya ingin melakukan perjalanan mengelilingi dunia, sesuatu yang tak pernah ia lakukan di kehidupan sebelumnya. Tapi tanpa disadarinya, perjalanan biasa itu akan membawanya ke takdir besar…
Di masa depan yang jauh, Rio akan berdiri sebagai sosok yang menentang Raja Iblis Abyron.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KHAI SENPAI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tunggu aku guru
Setelah selesai makan, Rio perlahan berdiri dari kursinya. Ia menepuk celana dan memanggil Luna, yang langsung melompat ke bahunya dengan gesit.
"Yuk, Luna... sepertinya ada yang masih belum puas," ucapnya tenang, namun sorot matanya menunjukkan ketertarikan yang samar pada konflik yang menanti.
Dengan langkah santai, Rio berjalan keluar dari kedai. Tak butuh waktu lama, kelompok pemuda dari Akademi Veltrana yang tadi membuat keributan sudah menunggunya di jalanan samping. Wajah mereka penuh amarah, harga diri yang terluka, dan ego yang membara.
Pemuda berambut merah, yang jelas adalah pemimpin kelompok itu, melangkah maju. Tangan dilipat, senyum mengejek tersungging di bibirnya.
"Nah... akhirnya kau keluar juga," katanya sambil memutar-mutar bahu, tubuhnya seolah bersiap menerima sorotan panggung pertempuran.
Rio mengelap bibirnya dengan tisu kecil, lalu membuangnya ke tong sampah terdekat dengan tenang.
"Hmm... kalau kita mau gelut, kita cari tempat lain dulu... soalnya ini tempat umum," ucapnya datar, sesekali menoleh kiri-kanan, memperhatikan warga yang masih lalu-lalang.
Namun, salah satu dari mereka menunjuk ke arah Rio dengan ekspresi muak.
"AHH, BCT!! KROYOK AJA DIA!!!" teriaknya lantang, memancing semua kawannya maju serentak.
Rio menunduk pelan, senyum tipis terlukis di wajahnya.
"Aduh... ada-ada aja," gumamnya lirih.
Dalam sekejap, suhu di sekitar terasa menurun. Udara seolah menahan napasnya sendiri. Mata Rio memancarkan cahaya keemasan yang tajam.
Skill Aktif: Eyes of Light.
Waktu melambat. Segala gerakan musuh tampak tumpul dan mudah ditebak.
Rio bergerak bagai bayangan. Ia meluncur cepat ke arah satu pemuda dan menghantam titik vital di leher dengan presisi. Pemuda itu langsung tumbang. Tendangan melingkar menghantam sisi kepala yang lain, disusul sapuan kaki cepat yang menjatuhkan musuh berikutnya. Tak lebih dari beberapa detik, semua anggota kelompok itu sudah tergeletak, mengerang atau pingsan.
Rio berdiri tegak di tengah mereka. Matanya kembali normal. Ia menghela napas pelan.
"Masih perlu belajar lagi ya, dek... soalnya kalian belum selevel denganku."
Salah satu dari mereka, wajah lebam dan tubuh gemetar, mencoba bangun dengan susah payah.
"Sial..." gumamnya, sebelum akhirnya tumbang kembali.
Rio menoleh ke Luna yang masih duduk santai di bahunya. Ia tersenyum kecil.
"Ayo, Luna... kita mesti cari guruku sekarang."
Dengan langkah ringan, ia meninggalkan tempat itu seolah tak terjadi apa-apa. Orang-orang di sekitar yang menyaksikan hanya bisa melongo, terdiam oleh aksi kilat yang baru saja mereka lihat.
Langkah Rio menyusuri jalan-jalan kota Veltrana, ditemani hiruk-pikuk para pedagang yang kembali berjualan. Di atas bahunya, Luna ikut bergoyang-goyang pelan mengikuti gerakan tubuhnya.
Tiba-tiba, Rio berhenti. Ia menoleh ke kiri dan kanan, alisnya berkerut bingung.
"Oh ya..." ucapnya sambil menggaru kepala. "...aku lupa... aku nggak tahu guruku tinggal di mana."
Luna langsung menghela napas kecil dan menggeleng pelan, wajahnya penuh kekecewaan seperti berkata, "Seriusan, Rio?"
Melihat ekspresi Luna, Rio hanya bisa tersenyum kaku.
"Hehe... maaf, maaf... aku terlalu fokus nyari dia sampai lupa nanya di mana rumahnya."
Ia menyilangkan tangan dan berpikir. Angin sore berembus pelan, membuat jubah hitamnya berkibar.
Beberapa detik kemudian, wajahnya kembali cerah. Ia menjentikkan jari.
"Hah! Tanya orang sekitar aja!"
Luna mengeong pelan, seolah mengiyakan.
Rio pun menghampiri seorang pedagang buah di pinggir jalan.
"Permisi, pak... saya sedang mencari seorang wanita bernama Laira Kagenami. Dia guru pribadi saya. Bapak tahu dia tinggal di mana?"
Pedagang buah itu mendongak, ekspresinya berubah penuh perhatian. Ia mengusap dagunya.
"Laira Kagenami... hmm... kalau tak salah, dia ada di Akademi Veltrana."
Mata Rio membesar, penuh harap.
"Apa dia guru di sana!?"
Pedagang itu mengangguk sambil tersenyum.
"Iya, bisa dibilang begitu. Dia cukup dikenal, apalagi di jurusan sihir lanjutan."
Rio mengepalkan tinjunya pelan, semangat membuncah di dadanya.
"Yes! Akhirnya ada petunjuk juga!"
Ia menoleh ke Luna, matanya bersinar.
"Nah... mantap! Jom, Luna! Kita ke akademi!"
Luna melompat turun, mengeong penuh semangat. Mereka berdua mulai berlari kecil menembus keramaian.
Di kejauhan, menara tinggi dan bangunan megah Akademi Veltrana mulai tampak. Pagar sihirnya berkilauan, arsitekturnya penuh wibawa.
Rio menatapnya sambil bergumam dalam hati.
"Tunggu aku, guru..."
lanjut