Felisha Agatha Christie gadis barbar , mulut ceplas-ceplos, dan non akhlak harus mati ditangan sang ayah karna wajah nya yang mirip dengan sang Bunda.
Bukan nya masuk ke alam baka, Felisha justru terbangun ditubuh seorang wanita yang sudah bersuami lebih parah lagi dia memasuki tubuh seorang Antagonis yang memiliki tiga suami yang tidak ia pedulikan karna sibuk mengejar cinta sang protagonis pria.
____
"Gue mau cerai!" Felisha
"Jangan berharap bisa lepas Baby" A
"Bisa ntar gue menghilang" Felisha
"Sayangnya saya sudah menanam benih di perutmu" J
"Gampang, nanti gue cariin bapak baru buat anak gue" Felisha
"Saya kurang kaya? Tampan? Seksi? Kuat" D
"Punya lo kecil kagak puas gue" Felisha
Yuk lanjut......
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penulismalam4, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31_Ayah biologis
Ruang itu gelap.
Hanya diterangi oleh cahaya lampu meja dan sinar merah dari ujung rokok yang perlahan menyala—lalu padam. Menyala—padam lagi.
Seorang pria duduk di balik meja kaca besar.
Matanya menatap dalam satu arah.
Satu foto.
Sudut kanan foto agak sobek, tapi masih jelas terlihat.
Seorang wanita muda tersenyum, memeluk seorang anak laki-laki yang menatap kamera dengan polos.
Mereka bahagia.
Setidaknya... dulu.
Pria itu menyentuh foto itu pelan.
Jarinya kasar, tapi gerakannya… penuh kelembutan yang aneh.
Rokok di bibirnya menyala sekali lagi, sebelum ia letakkan ke asbak.
“Sayang… aku sangat merindukanmu.”
“Tunggulah sebentar lagi… aku akan menjemputmu.”
Ia mengusap wajah wanita dalam foto itu.
Delisha.
Lalu jemarinya bergerak ke sisi kanan…
Julian.
“Dan anak kita…”
Senyum tipis terbit di bibirnya.
Tak lama, seorang pria berbadan kekar masuk dengan kepala tertunduk.
“Pak, pesawat siap lepas landas malam ini.”
Pria itu berdiri perlahan, mengenakan jas hitam, lalu mengambil foto itu dan memasukkannya ke dalam saku jas.
“Aku akan kembali. Tapi kali ini… aku tidak akan kehilangan kalian.”
Langkah kakinya berat tapi mantap.
Keluar dari ruang sunyi itu, menuju pesawat pribadi yang menantinya.
Tapi sebelum pergi, ia berbalik…
“Siapkan semuanya. Termasuk pengacara. Aku akan menjemput... istriku dan putraku.”
Di rumah Airin, Julian sedang berdiri di balkon kamarnya.
Angin malam menerpa wajahnya.
Ia menggenggam liontin kecil yang tak pernah ia buka…
Dan tanpa sadar, berkata lirih:
“Siapa kamu… sebenarnya?
________________________
Malam itu, rumah terasa lebih sunyi dari biasanya.
Suara TV dari ruang keluarga mulai mengecil, lampu-lampu kamar dimatikan satu per satu, dan Airin baru saja selesai menyelimuti anak-anaknya.
Julian berdiri di depan cermin di kamarnya, membuka kancing seragam sekolah perlahan.
Pikirannya penuh.
Sejak beberapa hari terakhir...
Ia mulai merasa aneh.
Kadang, ada motor hitam yang lewat di depan rumah pada jam yang sama.
Kadang, ada bunga di loker sekolahnya—meskipun ia punya banyak pengagum.
Dan hari ini… ada sesuatu di tasnya.
Bukan buku.
Bukan surat cinta.
Tapi... amplop hitam kecil.
Julian duduk di ranjang, menarik napas panjang sebelum membuka amplop itu.
Isinya hanya satu lembar kertas… dengan tulisan tangan tajam dan rapi:
“Ingin tahu kebenaran tentang dirimu, Julian?”
“Datanglah ke tempat yang selalu kamu impikan.”
“Jangan beri tahu siapapun.”
22.00. Tepat malam ini.”
Tidak ada nama.
Tidak ada nomor.
Tapi entah kenapa… dada Julian terasa sesak membaca kata-kata itu.
Karena ia tahu…
Ia punya banyak pertanyaan yang tak pernah dijawab.
Julian menatap liontin kecil di lehernya—yang tak pernah ia buka.
Itu satu-satunya benda yang ia bawa saat pertama kali ditemukan Airin.
Ia tidak tahu dari mana asalnya.
Siapa orangtuanya.
Airin selalu bilang:
“Kamu anak Bunda, itu yang penting.”
Tapi bagi Julian, itu tidak cukup.
Dia ingin tahu... kenapa dia berbeda dari adik-adiknya.
Kenapa ada saat-saat dia merasa… bukan bagian dari keluarga itu.
Julian berdiri di depan pintu rumah.
Sepatu sneakers-nya sudah terpakai, hoodie menutupi wajah.
Tangannya gemetar sedikit saat membuka pagar.
Dia melihat sekeliling.
Gelap. Sepi.
Tapi… di pojok gang, ada mobil hitam.
Dan di dalam nya.. seseorang sedang menunggunya.
Julian menelan ludah.
Langkah kakinya terasa berat... tapi ada dorongan kuat dalam hatinya.
Saat ia hampir mendekat, pria itu mengangkat tangan, memberi isyarat untuk masuk k mobil.
Tanpa sepatah kata.
Julian menatapnya lama.
“Siapa kamu…?”
Pria itu hanya menjawab…
“Seseorang yang harusnya tak pernah meninggalkanmu.”
Penutup Bab
Julian masuk ke mobil itu.
Dan mobil itu melaju… membawa Julian menuju jawaban yang selama ini ia cari.
Tanpa tahu…
Bahwa malam itu akan mengubah segalanya.
____________
Mobil hitam itu melaju membelah jalanan malam.
Di dalamnya, Julian duduk diam di kursi belakang, tatapannya kosong tapi hati bergejolak.
Sejak kecil, ia tahu dirinya berbeda dari adik-adiknya.
Airin selalu bilang:
“Kamu memang bukan dari rahimku, tapi kamu tetap anakku, sayang.”
Dan itu cukup. Sampai malam ini…
Sekitar satu jam perjalanan, mobil berhenti di depan sebuah rumah besar—tua tapi masih terawat.
Rumah itu sepi, dikelilingi hutan pinus dan lampu gantung bergoyang pelan diterpa angin.
Pria di depan—pengemudi sekaligus penjemput Julian—membuka pintu dan memberi isyarat untuk masuk.
Julian menurut, langkahnya pelan tapi pasti.
Di dalam, ruangan itu hangat, klasik, penuh aroma kopi dan kayu tua.
Di tengah ruangan, satu bingkai foto terpajang.
Julian menatapnya.
Lalu... napasnya tercekat.
Itu foto dirinya—masih bayi, digendong seorang wanita muda. Dan di belakangnya, berdiri seorang pria dewasa yang... sangat mirip dengannya.
Pria itu berdiri di sampingnya sekarang.
Tatapannya tajam, tapi tak mengintimidasi.
“Namaku… Siddhart Malvindra D’.”
“Aku ayah kandungmu, Julian.”
Julian mematung.
“Kalau kau ayahku… siapa wanita itu?”
Siddhart menarik napas panjang.
“Namanya Audra. Ibumu. Dia... meninggal saat kamu masih bayi.”
Julian perlahan duduk, tangannya gemetar.
Kepalanya penuh suara.
“Bunda?”
“Dia menyelamatkanmu. Membesarkanmu. Mencintaimu seperti darah dagingnya sendiri.”
“Tapi aku… aku tak pernah berhenti mencari.”
Siddhart berjalan ke lemari kayu dan mengambil satu kotak kecil.
Di dalamnya: Gelang bayi kecil dengan nama “Julian Malvindra D”
“Aku menghilang karena keadaan. Ada orang yang mengincar kita.
Aku pikir, menjauh akan menyelamatkanmu…”
Julian menatap gelang itu. Perlahan, ia mengeluarkan liontin yang sejak kecil ia simpan—dan membuka bagian dalamnya.
Di dalamnya:
Foto kecil seorang wanita dan pria.
Wanita yang sama di foto Siddhart.
Julian terdiam.
“Kenapa sekarang?”
“Kenapa aku baru tahu semua ini sekarang?”
Siddhart menunduk.
“Karena mereka… akan mulai mencarimu.”
“Dan kau harus tahu kebenaran sebelum mereka melakukannya.”
Siddhart menuju lemari tersembunyi, membuka panel rahasia—menampakkan deretan berkas, catatan, dan foto-foto.
Beberapa wajah dikenali Julian.
Alister. Jayden. Darion.
“Mereka bukan musuhmu, tapi… mereka juga tahu lebih banyak dari yang kamu kira.”
Julian berdiri, wajahnya serius.
“Apa maksudmu?”
“Kau bukan anak biasa, Julian. Dan masa depanmu... bukan milik siapa pun—kecuali dirimu sendiri.”
Malam itu…
Julian tak menangis. Tak marah.
Tapi untuk pertama kalinya, ia merasa… kosong.
Semua yang ia tahu, semua yang ia percaya, sedang bergeser perlahan.
Dan ini baru permulaan.
trs knp raisa yg d incar???
tar mreka iri loh krna ga bs kmpul,mskpn d rmh skt....
julian bkln bbak blur sm preman sklahnya....
airin pst cpe....apalgi ankny jg skit,tp dia hrs kuat.....smngttt....
d rmh d jailin adeknya,d sklah msti ngadepin preman.....🤣🤣🤣
tnpa tkut dia kluar sndrian dmi mncari anknya,mskpn bkn ank kndungnya....
msih pnuh msteri....mreka pst pnya rhsia msing2.....🤔🤔🤔
🤣🤣🤣
mna psesif smua....
Aku udh mmpir....slm knal....
So,airin jd ngasuh 7 ank y,yg 3 bayi gorila....yg 4 bnrn ank2....kbyang dong pusingnya gmna?????