Setelah di khianati dengan keji oleh kekasihnya, Gilang berencana membalaskan dendam dengan hidup bahagia dan menikahi bibi mantan kekasihnya.
Siapa sangka, wanita dingin yang merupakan bibi kekasihnya itu ternyata lebih sadis dari dugaan Gilang. Berniat menaklukan, justru Gilang kini harus rela di taklukan.
Mampukah Gilang mendapatkan hati wanita yang berusia lebih tua darinya itu?
Simak kisahnya, jangan loncat bab/ nabung bab/ hanya lewat.
Di larang melakukan spam apa lagi bom like!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Eyang Putri Sakit
"Sesuatu terjadi pada perusahaan, Eyang juga jatuh kritis dan sekarang berada di ICU." Jawab Gilang, Kinan tertegun. Kakinya langsung berlari menuju ke dalam kamar dan memasukan bajunya yang terlihat.
Kinan tak perduli bila ada barang yang tertinggal, saat ini prioritas Kinan adalah Eyang Putri. Kinan tak ingin sesuatu yang burung terjadi pada beliau.
"Ayo cepet Gilang!" Kinan menarik lengan Gilang, Gilang tertegun menatap air mata Kinan yang terus beruraian dan isak perlahan kian terdengar.
"Tenangkan diri mu Kinan! Bila sesuatu terjadi pada mu aku tak bisa memaafkan diri ku sendiri." Kinan menggelengkan kepalanya dan berlari menuju kamar Gilang, dia merapikan semua pakaian Gilang dan langsung menarik Gilang.
Tanpa sadar Kinan keluar dengan baju yang sangat acak-acakan, tanpa riasan dan aroma tidak sedap keluar dari baju Kinan yang terken muntah.
Gilang sekali lagi merasa sangat syok dengan kondisi Kinan, Gilang sama sekali tidak menyangka bila Eyang Putri ternyata begitu berarti bagi Kinan. Bahkan Gilang yang merupakan cucunya saja tak sampai menangis.
Bukannya Gilang tak sayang, Eyang Putri pernah dalam keadaan lebih buruk dari saat ini. Gilang sama sekali tidak panik saat itu, dia juga melakukan pekerjaannya seperti biasa.
Namun, saat melihat bagaimana Kinan yang menangis dan langsung beranjak pergi tanpa kenal situasi sudah menandakan posisi Eyang Puri yang begitu berarti di hati Kinan.
Kinan langsung memesan tiket pesawat dengan penerbangan tercepat, dia juga tak perduli akan menghabiskan dana yang besar. Bila perlu Kinan juga akan menyewa pesawat Zet sekalian.
Kinan benar-benar tak dapat melihat apa-apa, beberapa kali Eyang Putri sakit. Kinan selalu memilih pulang terlebih dahulu dan menjenguk beliau, meski sekalipun Kinan tak pernah bertemu dengan Gilang.
Kinan akhirnya sungguh-sungguh memesan pesawat Zet dia sudah tidak perduli lagi dengan dompetnya yang terkuras. Uang sepeser yang dia habiskan dapat dia miliki kembali dengan cara yang mudah.
"Kinan sadar!" Gilang menepuk kedua bahu mungil Kinan, saat Kinan terus berdo'a dengan kedua tangan yang bergetar hebat.
"Gilang, Eyang gimana Gilang?" Kinan nampak menangis terus-menerus. Gilang tertegun melihat raut panik yang tidak pernah di lihat Gilang dari wajah siapapun.
"Dia akan baik-baik saja, tenangkan dirimu Kinan!" Gilang menghela nafas panjang, tubuh Kinan tak hentinya terus gemetaran. Tak tega, sekaligus tak memikirkan apa status mereka saat ini, Gilang menarik lengan Kinan dan mendekapnya erat.
"G-gilang tolong Eyang, ku mohon." Isak Kinan, tanpa sadar Gilang mengangguk dan membiarkan Kinan menangis dalam pelukannya.
Pesawat yang mereka tumpangi akhirnya lepas landas dan terbang menuju ibu kota, dalam pelukan Gilang perasaan Kinan mulai membaik. Tanpa sadar dia menangis hingga merasa tenang.
Mereka sampai di ibu kota dan sebuah mobil mewah nampak sudah menunggu mereka, Kinan yang menangis sampai tertidur akhirnya tak di bangunkan Gilang, Gilang justru memasangkan earphone di telinga Kinan agar wanita itu tak bangun.
Gilang mengangkat tubuh Kinan masuk ke dalam mobil mewah itu, Gilang memerintahkan untuk pergi ke rumah sakit terlebih dulu.
Suasana tenang nampak di rumah sakit, nampak Ibu Sani tengah menunggu mertuanya bangun, para dokter juga nampak sudah keluar dan para perawat juga sudah meninggalkan ruangan.
"Bagiamana keadaan Eyang?" Tanya Gilang, Ibu Sani menatap orang yang kini dalam dekapan Gilang.
"Beliau sudah baik-baik saja, kita hanya perlu menunggu beliau sadar. Gilang, Kinan pingsan?" Tanya Ibu Sani, Gilang menggelengkan kepalanya.
"Dia menangis sepanjang jalan, kemarin dia muntah-muntah karena asam lambungnya naik. Sekarang saja dia belum makan." Ucap Gilang, Ibu Sani mengangguk.
"Dia pasti sangat syok, saat dia di Prancis saja dia akan datang dengan kondisi yang selalu tak terduga." Ucap Ibu Sani, Gilang duduk di samping Ibunya dan menatap wajah lemas Kinan.
"Pantas saja dia tadi sangat panik, orang yang selalu berpenampilan sempurna sepertinya malah tak perduli dan berlari ke Bandara." Gumam Gilang, Ibu Sani tersenyum dan menatap wajah Kinan yang terlelap.
"Itulah kenapa dulu aku sangat berharap dia menjadi menantu ku, setidaknya dia akan mengkhawatirkan Ibu bila suatu saat Ibu sakit. Setidaknya akan ada yang memperhatikan keluarga kita saat kamu selalu sibuk bekerja." Ucap Mama Sani, Gilang yang merasa tersinggung hanya menunduk.
"Apa sekarang Ibu masih berharap dia menjadi menantu mu?" Gilang bertanya merasa berat, Ibu Sani menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Ibu yakin dengan siapapun dia menikah suatu hari nanti dia tidak akan melupakan kami. Ibu hanya berharap bila pria yang akan menikah dengannya adalah pria baik yang dapat menilainya dengan baik, menjaga hati dan raganya dengan segenap kemampuannya." Ucap Ibu Sani, Gilang merasa sangat tersinggung dengan ucapan Ibunya sendiri.
"Bila aku yang menjadi suaminya bagaimana menurut Ibu?" Gilang masih menunduk, dia sudah bersiap mendapatkan hujatan dari Ibunya sendiri.
"Entahlah, toh kamu saja sudah menolak Kinan. Padahal Ibu sangat berharap dia akan menjadi menantu Ibu, ah ya! Ibu masih punya satu anak laki-laki lagi." Ucap Ibu Sani, mata Gilang terbelalak dan menatap mata Ibunya dengan sengit.
"Apa maksud Ibu?" Tanya Gilang, perasaannya kini campur aduk.
"Maksud apa? Bisa saja bila Yuhou menikah dengan Kinan bukan?" Senyum terukir di wajah Ibu Sani, Gilang cemberut. Dia ingat bagaimana sikap Yuhou yang sangat posesif pada Kinan.
Namun Yuhou tak pernah menghalanginya untuk dekat dengan Kinan, Yuhou justru nampak mendukung keputusannya untuk mengejar Kinan.
"Mana mungkin Bu, Yuhou bahkan sudah setuju untuk mendukung ku menjadi calon kakak iparnya." Ucap Gilang tersenyum hambar, Ibu Sani terkekeh.
Kinan menggeliat, seketika Gilang terkejut saat lengan Kinan melingkari perutnya. Sebuah getaran hebat menghantam dada Gilang, dia merasakan hembusan nafas Kinan yang hangat.
"Ma, kenapa kalo orang demo selalu di jalan raya? Tapi kenapa sekarang jantungku malah berdemo gini ya Ma?" Gilang menahan detakan dadanya sendiri.
"Ngadi-ngadi, mana ada dada demo? Kamu itu kalo lagi kesambet suka ngawur ya Lang?" Gilang berdecak, namun dia juga merasa bahagia dengan keyakinannya sendiri.
Gilang tak akan ragu lagi mengejar Kinan, dia tak akan pernah menyerah meski di tolak sekalipun, bila perlu Gilang akan melakukan segala cara demi membuat Kinan berada di sisinya.
"Ma, aku mau Kinan jadi istri ku Ma. Bantuin Gilang dong Ma?" Gilang merengek dengan manja memanggil Mama namun setengah berbisik.
"Gak mau, Ibu sudah pernah kasih kesempatan buat kamu. Tapi apa dulu kamu bilang tentang Kinan sama Ibu, Nenek tua? Bibi centil? Apa lagi ya?" Ibu Sani menyebut satu persatu, Kinan perlahan membuka matanya saat mendengar nada suara tinggi dari Ibu Sani.
jadi penasaran apa keunggulan seorang Dila dibandingkan dengan Gilang, apakah lebh perhatian ?
eh bener nggak?
Ayoklah Gilang demi masa depan loh..