Hati siapa yang tak bahagia bila bisa menikah dengan laki-laki yang ia cintai? Begitulah yang Tatiana rasakan. Namun sayang, berbeda dengan Samudera. Dia menikahi Tatiana hanya karena perempuan itu begitu dekat dengan putri semata wayangnya. Ibarat kata, Tatiana adalah sosok ibu pengganti bagi sang putri yang memang telah ditinggal ibunya sejak lahir.
Awalnya Tatiana tetap bersabar. Ia pikir, cinta akan tumbuh seiring bergantinya waktu dan banyaknya kebersamaan. Namun, setelah pernikahannya menginjak tahun kedua, Tatiana mulai kehilangan kesabaran. Apalagi setiap menyentuhnya, Samudera selalu saja menyebutkan nama mendiang istrinya.
Hingga suatu hari, saudari kembar mendiang istri Samudera hadir di antara carut-marut hubungan mereka. Obsesi Samudera pada mendiang istrinya membuatnya mereka menjalin hubungan di belakang Tatiana.
"Aku bisa sabar bersaing dengan orang yang telah tiada, tapi tidak dengan perempuan yang jelas ada di hadapanku. Maaf, aku memilih menyerah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Dilabrak
Hari ini Samudera mulai bertugas di rumah sakit yang baru. Bang Rahmat mengawalinya dengan memperkenalkan Samudera dengan beberapa rekan sejawat yang ada di rumah sakit tersebut. Melihat kedatangan Samudera yang akan ikut bergabung membantu rumah sakit tersebut, jelas saja semua merasa senang.
"Wah, sebuah keberuntungan bisa bekerja dengan dokter dari rumah sakit besar seperti dokter Sam. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baiknya, Pak," ujar salah seorang dokter anestesi rumah sakit tersebut.
"Anda terlalu berlebihan, Dok. Saya hanya beruntung saja bisa bekerja di rumah sakit itu. Semoga kita saling bekerjasama dengan baik ke depannya ya, dok."
"Ayo, Sam, aku antar kamu ke ruangan mu," ajak Bang Rahmat.
Samudera pun mengangguk setelah berpamitan dengan rekan-rekan barunya di rumah sakit tersebut.
...***...
"Hoam," Tatiana menguap lebar. Padahal jarum jam masih menunjukkan pukul 11 menjelang siang. Namun Tatiana menyadari, rasa kantuk ini juga merupakan pengaruh dari jabang bayi yang ia kandung. Memang mengandung membuat banyak perubahan dalam tubuh, termasuk menjadi lebih sering mengantuk seperti yang ia alami. Namun semua itu tak serta merta membuatnya harus memejamkan mata. Apalagi ada tanggung jawab yang ia emban. Selain karena tugasnya sebagai seorang perawat dan tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan calon buah hatinya.
Kandungan Tatiana sudah memasuki trimester kedua. Sebentar lagi akan masuk ke trimester ketiga. Bobot tubuhnya sudah bertambah drastis, pun bentuk perutnya sudah sangat membulat. Bahkan pipinya yang semula tirus kini mulai terlihat chubby. Semakin besar perutnya, semakin terbatas pula langkah Tatiana. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat Tatiana untuk menjemput rejeki. Terlebih ia membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk membeli perlengkapan bayi dan biaya persalinan nanti.
"Sus Tia, mau ikut makan siang di luar nggak?" tanya salah seorang rekan kerja Tatiana.
"Nggak Sus Ika, aku bawa bekal dari rumah," ujar Tatiana saat jarum jam sudah mendekati jam makan siang.
"Oh ya udah. Kalau begitu, kami keluar dulu ya!"
Tatiana mengangguk. Kemudian ia pergi ke wastafel untuk mencuci tangan. Setelah mengeringkan tangan, Tatiana pun segera membuka wadah bekalnya. Tatiana yang berusaha berhemat, memilih membawa makanan sendiri dari rumah. Kalau ia tidak sempat, barulah Tatiana memilih makan di luar seperti temannya yang lain.
Hamil seorang diri tentu saja tak mudah. Terlebih saat ngidam menyapa tiba-tiba. Tanpa peduli waktu, terkadang saat bekerja, lebih sering saat tengah malam. Namun tak mungkin kan ia pergi membeli apa yang ia inginkan di jam tersebut. Akhirnya, Tatiana hanya bisa menelan keinginannya tersebut. Terkadang Tatiana bersedih hingga menangis seorang diri. Di saat seperti ini, seharusnya ia bersama orang-orang tercinta agar bisa melewati masa-masa kehamilan dengan hati bahagia. Namun faktanya, ia sendirian. Tanpa suami, tanpa keluarga, tanpa sanak saudara. Tapi namanya ujian hidup, Tatiana hanya bisa menjalani dengan lapang dada, berharap suatu hari nanti bahagia akan datang kepadanya.
Tatiana menyantap makan siangnya dengan lahap. Hanya nasi dengan tumis kangkung, telur dadar, dan sambal teri. Tak ada yang istimewa, tapi alhamdulilah terasa begitu nikmat di lidah. Beruntung ia tidak kesulitan makan selama masa kehamilan. Selera makannya tetap seperti biasa. Sepertinya calon buah hatinya begitu mengerti keadaan sang ibu yang hanya sebatang kara saja di kota tersebut. Entah bagaimana nasibnya bila ia kehilangan selera makan. Bisa-bisa ia sakit dan tidak bisa beraktivitas seperti biasa.
Selesai makan siang, Tatiana pun melanjutkan pekerjaannya. Mencatat riwayat medis dan gejala pasien, bekerja sama dengan tim untuk merencanakan perawatan pasien, advokasi untuk kesehatan dan kesejahteraan pasien, memantau kesehatan pasien dan mencatat tanda-tandanya, memberikan obat dan perawatan hingga mengoperasikan peralatan medis.
Menjelang sore, seperti biasa Tatiana akan bersiap pulang dengan naik motor matiknya.
Namun baru saja Tatiana tiba di tempat parkir, tiba-tiba dua orang perempuan berbeda generasi menghampiri dirinya dengan tatapan sinis.
"Heh janda gatal, katakan dimana Aska berada? Aku yakin, kau yang mempengaruhinya agar tidak pulang ke rumah kan?" sentak seorang wanita paruh baya yang Tatiana kenali sebagai ibu Aska.
"Dasar jalaang nggak tahu malu, sedang hamil masih mau menggaet laki-laki single. Benar-benar pelacur," hina perempuan yang usianya lebih muda. Dari wajahnya, Tatiana bisa melihat kalau usianya tidak jauh berbeda dengan usia dirinya.
"Apa maksud Anda?" Dahi Tatiana berkerut. Kenapa ibu Aska tiba-tiba mendatanginya dan menanyakan keberadaan putranya? Bukankah dia ibunya? Dan siapa dirinya? Bahkan sudah beberapa hari ini Tatiana merasa lega sebab Aska tidak mendatanginya seperti hari-hari sebelumnya. Setelah Tatiana menegaskan Aska untuk menjauhinya, Aska masih terus mencoba meluluhkan hati Tatiana. Namun Tatiana yang merasa hatinya beku, tentu tak semudah itu untuk diluluhkan. Hingga puncaknya, beberapa hari ini Aska tiba-tiba menghilang. Tatiana jelas saja merasa amat sangat lega.
"Tidak usah berlagak polos, Aska sudah berapa hari ini tidak pulang ke rumah. Aku tahu, pasti kau yang sudah memengaruhi Aska agar menentang aku, ibunya iya kan!" Seharusnya kau sadar diri, kau itu hanya seorang janda tak jelas. Bisa jadi kau hanya bohong kalau kau itu seorang janda. Bisa saja yang kau kandung itu anak haram. Kau berbohong demi mencari simpati Aska, benar kan?" sentak ibu Aska tanpa perasaan.
"Jaga ucapan Anda, Nyonya! Jangan sembarangan menuduh karena bisa saja saya melaporkan Anda atas dalih pencemaran nama baik," balas Tatiana nyalang.
"Laporkan saja, kau pikir kau takut. Seharusnya kau itu sadar diri, siapa kau itu, hah! Ingin menggaet putraku, dasar perempuan tak jelas. Kau itu tidak sebanding dengan Aska yang seorang ASN. Pegawai pemerintahan. Sedangkan kau apa? Hanya seorang perawat. Sedang hamil pula. Lihat, dia Sinta, calon istri Aska. Dari keluarga terpandang, seorang pegawai negeri juga. Dan yang paling penting, dia masih single, nggak kayak kamu, bekasan. Mending kalo bekasan jelas, lha hamil anak siapa saja tidak tahu," maki ibu Aska membuat dada Tatiana terasa panas bergemuruh.
Sebegitu hinanya kah hamil tanpa seorang suami? Memang siapa sih yang mau hamil tanpa suami seperti dirinya? Tak ada. Tatiana pun berharap bisa melewati masa kehamilan dengan suaminya, tapi suami yang bagaimana dulu. Suaminya saja tidak pernah menganggap keberadaannya, lalu apakah ia harus terus bertahan? Yang ada dia akan mati karena tertekan.
Tatiana lantas memperhatikan perempuan bernama Sinta tersebut dari atas hingga ke bawah. Kemudian Tatiana tersenyum sinis.
"Nyonya yang terhormat, apa Anda pikir saya tertarik dengan putra Anda itu? Sayangnya tidak. Justru putra Anda yang terus mencari diriku. Kalau Anda tidak percaya, silahkan tanyakan ke dalam. Semua yang bekerja di rumah sakit ini tahu, bahwa putra Anda lah yang terus-menerus mencari ku kemari. Tak peduli aku abaikan, ia terus datang. Jangan terlalu menilai diri tinggi karena jatuh itu sakit. Anda itu seorang ibu, tapi sepertinya Anda tidak memiliki sifat keibuan sama sekali. Bahkan Anda tidak pernah memikirkan kebahagiaan putra Anda. Aku sangat kasihan dengan putra Anda. Memiliki seorang ibu yang egois. Mulut juga tidak bisa dijaga. Padahal usia sudah kian renta, bukannya memperbanyak ibadah, sebaliknya seenaknya menghina orang lain tanpa bertabayun terlebih dahulu," tukas Tatiana dengan wajah dingin. "Asal Anda tahu, aku tidak tahu menahu mengenai keberadaan putra Anda. Jadi jangan pernah mencari ku lagi."
Ada seulas senyum sinis tampak di sudut bibir Tatiana. Ia tak habis pikir ada seorang ibu yang sifatnya begitu egois seperti itu. Sungguh berbeda dengan mendiang ibunya pun ibu mertuanya yang bukan hanya baik, tapi juga mampu bertutur kata lembut.
Mata ibu Aska seketika melotot, ia tak percaya Tatiana berani menghinanya seperti itu.
Malas berurusan dengan kedua orang itu, Tatiana pun segera membalikkan badannya hendak menuju motornya yang terparkir tak jauh dari posisinya.
"Heh, jalaang tak tahu diri! Jaga ucapanmu. Beraninya kau bicara dengan orang tua seperti itu!" sentak Sinta membela calon ibu mertuanya.
Tatiana yang geram dengan hinaan Sinta pun kembali membalikkan badannya lalu tersenyum miring, "oh ya, aku lupa sesuatu. Sebaiknya Anda tidak mengenakan celana jeans ketat lagi, kasihan anak yang ada di dalam kandunganmu. Risikonya bisa menyebabkan aliran darah dari dan ke janin menjadi kurang lancar serta menyebabkan janin menjadi sulit bergerak secara leluasa," ucap Tatiana tiba-tiba membuat mata Sinta terbelalak.
Melirik ke arah ibu Aska, wajahnya seketika pucat pasi.
"Apa maksudmu?" Lalu ibu Aska menoleh ke arah Sinta yang berusaha menutupi perutnya dengan telapak tangan.
Sejak tadi Tatiana bisa menangkap kalau Sinta sebenarnya sedang hamil muda. Meskipun belum besar, tapi tonjolan di perut dan payu dara Sinta menunjukkan hal demikian. Tatiana yang sering merawat pasien hamil muda tentu saja hafal akan perkembangan tersebut.
Setelah mengucapkan itu, Tatiana segera mengambil helm dan mengenakannya lalu naik ke atas motornya. Dalam hitungan detik, motor pun melaju dengan kencang meninggalkan ibu Aska dan Sinta yang sedang berdebat. Ibu Aska yang memaksa Sinta memeriksakan diri untuk membuktikan kebenaran ucapan Tatiana, sedangkan Sinta yang terus menolak dan berdalih kalau Tatiana pasti sedang sengaja mengadu domba mereka. Namun akhirnya Sinta kalah atas paksaan ibu Aska. Dan seperti yang Tatiana katakan tadi, ternyata Sinta, gadis pilihannya ternyata sudah tak gadis lagi. Dan yang lebih parah, ia sedang hamil entah anak siapa. Ibu Aska merasa malu bukan main. Rasanya ia sudah kehilangan wajah di depan Tatiana. Setelah mengetahui fakta tersebut, ibu Aska pun segera pulang dengan membawa rasa malu yang tidak main-main.
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...