NovelToon NovelToon
Krisan Merah Muda

Krisan Merah Muda

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cintamanis / Konflik etika / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1M
Nilai: 4.9
Nama Author: Mizzly

Seruni adalah seorang gadis tuna wicara yang harus menghadapi kerasnya hidup. Sejak lahir, keberadaannya sudah ditolak kedua orang tuanya. Ia dibuang ke panti asuhan sederhana. Tak ada yang mau mengadopsinya.

Seruni tumbuh menjadi gadis cantik namun akibat kelalaiannya, panti asuhan tempatnya tinggal terbakar. Seruni harus berjuang hidup meski hidup terus mengujinya. Akankah ada yang sungguh mencintai Seruni?

"Aku memang tak bisa bersuara, namun aku bisa membuat dunia bersuara untukku." - Seruni.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Seminggu Menikah

POV Author

Runi melangkahkan kaki memasuki rumah dua lantai yang akan ia tempati. Designnya minimalis dengan taman kecil di depan rumah. "Bagus sekali," puji Runi dalam hati.

Kavi menyambut kedatangan Runi dengan senyum lebar. "Akhirnya Ibu datang juga. Ayo masuk, Bu!" Kavi menggandeng tangan Runi dan mengajaknya keliling rumah baru mereka.

"Sisil mana?" tanya Runi. *

"Sisil di kamar, sedang membereskan barang-barangnya. Nanti kamar Ibu di bawah ya. Aku dan Sisil di atas," kata Kavi penuh semangat.

Runi menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Ia senang melihat Kavi bahagia karena sudah membawanya tinggal di tempat yang lebih nyaman.

"Bu, di teras depan ada sedikit space buat taman. Ibu mau ditanami bunga apa? Mawar, melati atau krisan, seperti nama Ibu?" Kavi membantu Runi merapikan barang-barang yang Runi bawa.

Runi terdiam. Runi sangat suka bunga krisan. Sayang, krisan selalu mengingatkan akan luka dan bahagia dalam diri Runi. Banyak kenangan yang berusaha Runi kubur dan tak mau Runi ingat lagi.

"Kok Ibu diam sih? Kalau Ibu tak suka, tak apa. Lakukan yang Ibu suka. Ibu bebas mau menanam apa saja. Aku panggil Sisil dulu ya, Bu." Kavi pun meninggalkan Runi.

Di dalam kamar, nampak Sisil memasukan baju miliknya yang sangat banyak di dalam lemari. "Sil, ada Ibu di bawah," kata Kavi. "Ada yang bisa aku bantu?"

"Tak usah. Aku bisa sendiri," jawab Sisil dengan ketus. "Ingat ya, jangan sampai Ibu kamu tahu kalau kita tidak tidur satu ranjang! Aku tak mau keluargaku tahu."

"Iya. Aku tak akan bilang sama Ibu."

Selepas Sisil pergi, Kavi menatap sofa yang terlihat nyaman, yang akan menjadi tempat tidurnya mulai sekarang. "Untung sofanya nyaman jadi badanku tak akan pegal kalau tidur di sana. Huft ... kapan ya Sisil mau berbagi tempat tidur denganku?" batin Kavi.

Sisil turun ke bawah dan menyambut Runi dengan ramah. Meski tak mengerti apa yang Runi katakan, Sisil mau bersabar menunggu Runi menulis apa yang dikatakannya. Sisil berusaha menghargai cara berkomunikasi Runi dengannya.

"Sil, Kavi bilang, Ibu boleh menanam apa saja di taman kecil depan rumah. Apa benar?" tulis Runi.

Sisil mengangguk sambil tersenyum kecil. Meski tak menyukai pernikahan ini namun Sisil tak bisa membenci Runi. "Boleh, Bu. Lakukan saja yang Ibu suka. Rumah ini ... rumah Ibu juga."

Runi menyentuh tangannya ke dagu lalu mengayuhkannya ke depan. "Terima kasih."*

****

Rumah tangga Kavi dan Sisil tak ada kemajuan meski sudah seminggu berlalu. Mereka tetap tidak satu ranjang dan tak banyak bicara. Sisil yang terus bersikap cuek dan jaga jarak, serta Kavi yang terlalu sibuk sampai tak bisa memangkas jarak di antara mereka.

Sisil menatap ke luar jendela. Nampak hujan deras mengguyur sejak ia pulang kerja, membuat kemacetan terjadi dimana-mana. Semakin malam, hujan semakin deras, bukan mereda, membuat udara semakin dingin saja.

Sisil ingin tidur dan mengistirahatkan tubuhnya yang lelah namun entah mengapa matanya tak mau terpejam. Kamarnya terlalu sepi, tak ada laki-laki yang biasa tertidur di sofa dengan dengkuran halus yang seakan menjadi alunan musik di malam sunyi Sisil.

Sudah hampir jam 11 malam dan Kavi belum pulang juga. Hati Sisil merasa tak tenang, apalagi hujan semakin deras. Takut sepeda motor butut Kavi mogok jika menerjang banjir.

Kavi menolak semua pemberian Dio. Hanya rumah yang ia terima, itu pun atas nama Sisil. Bisa dibilang, Kavi hanya menumpang, bukan memiliki rumah ini sepenuhnya. Uang hasil menjual semua isi warung, Runi belikan motor bekas agar Kavi bisa menghemat waktu di jalan, sisanya Runi jadikan modal untuk membuat berbagai kerajinan tangan yang rencananya akan ia jual di bazar atau pameran.

Sisil tak pernah berkomentar apa-apa. Ia biarkan Runi dan Kavi melakukan apa yang disuka selama itu tidak mengganggunya. Suara pintu gerbang yang dibuka disertai suara motor masuk ke dalam garasi membuat Sisil berlari masuk ke dalam selimut dan pura-pura tidur. Sisil tak mau Kavi berpikir kalau ia menunggunya pulang.

Tak lama Kavi masuk ke dalam kamar. Kavi melirik ke arah Sisil yang dipikirnya tidur pulas lalu mandi. Dengan santainya Kavi berjalan keluar kamar mandi hanya mengenakan handuk yang dililitkan di pinggang. Kavi tak menyadari kalau ada sepasang mata yang memperhatikannya sejak tadi.

Harum tubuh Kavi sehabis mandi membuat Sisil terganggu. Tubuh Kavi yang kekar dan berotot karena suka bekerja keras masih bisa Sisil lihat meski dalam kamar yang redup. Secara tiba-tiba harum itu tercium semakin dekat.

Sisil menahan nafas sambil tetap berpura-pura tidur. Ia yakin Kavi sedang berada di dekatnya. Sisil hendak membuka sedikit matanya namun urung ia lakukan ketika tangan Kavi terasa mengusap lembut rambutnya.

"Good night, Sil. Have a nice dream." Kavi berdiri lalu merebahkan tubuhnya di sofa. Tak lama nafasnya mulai teratur dan dengkuran halus terdengar, tanda Kavi sudah tertidur pulas. Berbeda dengan Sisil yang terjaga karena debaran jantungnya yang semakin kencang.

****

"Permisi, Bu!" Kavi mengetuk pintu ruangan Sisil.

Sisil mengangkat wajahnya dan menatap laki-laki yang semalam sudah membuat jantungnya berdegup kencang. "Kenapa?"

"Aku mau ijin keluar kantor. Pak Avian ... mengajak makan siang bareng sekaligus membahas kerja sama dengan perusahaannya," pamit Kavi. Sudah menjadi perjanjian tak tertulis kalau di kantor Kavi harus memanggil Sisil dengan sebutan 'Ibu'.

Wajah Sisil memerah. Ia masih teringat sentuhan lembut Kavi semalam. "Hanya berdua saja?"

"Maksudnya?" Kavi bingung dengan pertanyaan Sisil.

"Kalian hanya meeting berdua saja? Tak perlu mengajak bagian lain?" balas Sisil dengan agak ketus.

"Oh ... iya. Hanya berdua saja. Kayaknya ... aku langsung ke kampus, tak kembali lagi ke kantor," kata Kavi.

"Terserah," jawab Sisil.

"Terima kasih, Bu." Kavi berbalik badan, sebelum membuka pintu, ucapan Sisil membuat langkah Kavi terhenti.

"Jangan pulang terlalu malam. Kasihan Ibu menunggu."

Kavi tersenyum kecil, ia menatap Sisil yang pura-pura bekerja. "Oke. Kamu ... mau aku bawakan apa?"

Sisil balas menatap Kavi. Mata mereka pun bertemu. "Bawakan saja untuk Ibu. Tak perlu pikirkan aku."

"Oke." Senyum Kavi semakin lebar. Ia keluar ruangan Sisil dengan hati senang. Sikap Sisil yang sedikit perhatian sudah cukup menjadi penyemangatnya menjalani hari ini. Suasana hati Kavi yang bahagia masih melekat saat ia menemui Avian di salah satu restoran tempat mereka janji bertemu.

"Bahagia sekali ya pengantin baru ini?" Avian menyambut kedatangan Kavi dengan senyum lebar.

"Ah, Bapak bisa saja. Namanya juga pengantin baru, kayak Bapak belum pernah mengalaminya saja." Kavi menanggapinya dengan santai.

"Saya ... memang belum pernah mengalaminya."

Senyum di wajah Kavi langsung menghilang. "Loh, bukannya kemarin ...."

"Yang datang bersama saya kemarin adalah mantan tunangan saya. Kami memutuskan menjadi teman saja dan tak jadi menikah," jawab jujur Avian.

"Oh, ma-maaf, Pak. Aku-"

"Tak apa. Santai saja. Berbicara tentang hal pribadi, kenapa saat di pelaminan kamu malah ditemani Mamamu dan seorang wanita. Papamu ... kemana?" Avian memanfaatkan kesempatan ini untuk mengulik kehidupan Kavi lebih dalam.

"Bapak ... sudah meninggal, Pak."

"Oh, begitu. Kamu sekarang tinggal dimana?"

"Di rumah pemberian orang tua Sisil."

"Bersama Mama-mu?"

"Tidak, Mama tinggal di ruko mengurus bisnisnya. Aku tinggal bersama Ibu."

"Ibu?"

Kavi tersenyum lebar. Akhirnya Pak Avian terkena jebakannya juga. Sudah Kavi duga, Avian dan Ibu-nya saling kenal.

"Ya, Ibu Runi. Aku lupa belum mengenalkan Bapak dengan Ibu Runi. Bapak mau kukenalkan dengan Ibu?"

****

1
Ririndiyani
Luar biasa
Eka Sari Agustina
👍👍👍
Fajar Ayu Kurniawati
.
yuliwiji
Luar biasa
anita dyah Juniarti
om Guntur yg dlu suka dg Ayu?
eh jd papa Dio dan mama Ayu...itu yg punya bisnis Ayu Furniture itu?...olala...😂😂😂
anita dyah Juniarti
Eh ada keturunan Kusumadewa yg lucu ituuuu...pantesan pinter bisnis..kangen papa Richard n mama Adel🥰🥰
anita dyah Juniarti
Hahaha....kak Mizzly..... endingnya mantap😂😂😂😂
sakura
....
yuliwiji
Luar biasa
𝐙⃝🦜🅝🅤🅡🅨ᵇᵃˢᵉ☪️🍻
🥰🤣🤣🤣
𝐙⃝🦜🅝🅤🅡🅨ᵇᵃˢᵉ☪️🍻
🤣🤣🤣🤣 sabar vi sabarr
Jessica
Luar biasa
dnr
ya Allah nangis aku kax mizz😭😭😭😭
Tuti Rusnadi
Kisah tragis yang berakhir bahagia....banyak belajar dari Seruni, dengan semua keterbatasannya namun dengan kegigihan dan kuasa Allah berakhir bahagia.

Kavi menjadi pemuda yang luar biasa, Seruni berhasil mendidiknya.
Capricorn 🦄
k
Rina Wijayani
Kecewa
Rina Wijayani
Buruk
⛱ᵃᵞᵘ🏝
Hmm Nama Avian ...🤭🤭 Mirip Merek Cat AVIAN 😅😅
⛱ᵃᵞᵘ🏝
Belajar Bahasa Isyarat, Tunarungu..🤔🤔
⛱ᵃᵞᵘ🏝
Alhamdulillah...🤲🏻👍🏻
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!