Kucing jadi cogan?!
-
-
Memiliki kehidupan yang kelabu dan membosankan, siapa sangka suatu hari Moza malah menemukan seekor kucing di jalanan.
Tapi bagaimana jadinya jika ternyata kucing yang gadis temukan justru berubah menjadi sesosok laki-laki tampan yang manja, berisik dan rewel?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jihadinraz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Moza tak pernah menyangka akan melihat apartemennya begitu gelap, dan berantakan. Barang-barangnya jatuh di sembarang tempat.
Dan... suara isak tangis.
"Mogi...?"
Di sudut dapur, Moza dapat melihat Mogi yang tengah terduduk sambil memeluk kedua kakinya sendiri.
"Mogi?" panggil Moza lalu mendekat pada laki-laki itu dan memegang pundak bidangnya.
Tapi di luar dugaan, Mogi justru menepis tangan Moza tanpa melirik gadis itu sama sekali.
"Hei! Kamu kenapa?!"
Setelah mendengar suara nyaring dari Moza barusan, lelaki dengan rambut seperti mangkuk itu mengangkat kepalanya dan menatap Moza sendu.
Mata yang berkaca-kaca, pipi yang merah, serta bibir yang tidak henti bergetar semakin membuat Moza cemas.
Tak mengucapkan apa pun, mulut Mogi terkunci. Namun tatapan lelaki itu seolah berkata,
"Aku takut."
...(ฅ^•ﻌ•^ฅ)...
"Kamu... masih gak mau ngomong?"
Moza melirik Mogi yang masih saja terdiam. Sejak menemukannya tadi, Moza tidak mendengar satu patah kata pun keluar dari mulut Mogi.
Lampu sudah menyala. Sepertinya ada gangguan listrik tadi. Walaupun begitu, keadaan tempat Moza yang berantakan ini masih menjadi masalah karena tadi fokus gadis itu teralihkan pada Mogi.
Sedangkan laki-laki itu hanya tertunduk, tidak mau menatap Moza yang padahal tengah berada tepat di sampingnya.
Moza mengalihkan wajahnya dari Mogi, "Sejak kamu ada, banyak kejadian di luar nalar aku terjadi. Tapi aku milih gak ambil pusing semua itu dan menerima kamu."
"Tapi ada satu hal yang harus kamu pahami, Mogi." Moza kembali menatap lelaki di sampingnya yang masih saja menunduk.
"Aku harus tau semua yang terjadi sama kamu."
Mendengarnya, Mogi mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah Moza. Moza dapat melihat bibir lelaki itu kembali bergetar hebat.
"M–m–maaf...."
Astaga. Bahkan sampai terbata-bata seperti itu.
Moza jadi merasa serba salah. Entah bingung, atau kasihan yang harus Moza rasakan kala melihat raut wajah laki-laki satu itu.
"Kenapa kamu minta maaf?" tanya Moza yang tidak paham. "M–Moza jangan marah... Maaf. Mogi minta maaf." Laki-laki itu memainkan jari-jarinya dengan gugup.
Moza menghela napasnya pelan. Sebetulnya ada apa ini? Moza pulang dengan keadaan tempat tinggalnya yang berantakan dan menemukan Mogi yang sedang–
Ah... Moza mengerti sekarang.
Moza mendekat pada Mogi dan memegang tangan lelaki itu. Sesekali, Moza memeriksa kedua tangan dan wajah Mogi.
Sekarang, giliran Mogi yang terlihat bingung.
"Kamu gak apa-apa?"
Mogi terdiam. Ia menatap Moza yang juga sedang menatapnya.
"Di sini itu banyak barang yang terbuat dari kaca. Sakit kalau kena badan." Moza melanjutkan sambil tersenyum.
Mogi tertegun, "Moza gak marah?"
Tertawa kecil, Moza mengacak-acak rambut harum stroberi milik lelaki di hadapannya ini dan mencolek hidungnya.
"Aku akan marah kalau kamu gak mau terbuka sama aku. Tapi sekarang, aku paham walau kamu gak bilang."
"T–tolong jangan marah, Moza... Jangan teriak-teriak lagi. Mogi takut...."
Gadis itu mengernyit. Teriak-teriak?
"KAMU NGAPAIN MASIH DI SINI, SIH???!!"
"KARENA KAMU BUKAN MOGI!!"
Moza mematung. Kejadian itu kembali melintas di kepalanya. Dan itu adalah pertama kalinya Moza hampir kehilangan suaranya akibat membentak seseorang.
Pantas saja Mogi ketakutan.
"Aku gak akan teriak-teriak. Maaf udah bikin kamu takut."
Lelaki yang Moza ajak bicara itu berhenti memainkan jemarinya dan menatap wajah Moza dengan mata bulatnya.
"Mogi... bantu beres-beres, ya?"
Moza terkekeh, "Boleh."
Akhirnya mereka berdua merapikan kekacauan yang Mogi lakukan tadi. Dapur, ruang tengah, semuanya mereka bereskan dengan (lelah) semangat.
Semuanya normal-normal saja sampai akhirnya Mogi melihat foto di dalam pigura kecil berwarna putih.
Di foto itu, terlihat seorang gadis kecil berbaju oranye gelap. Gadis kecil itu tampak cantik dengan rambut pendek dan senyum manisnya.
"Ini siapa, Moza?" tanya Mogi sambil menaruh sapu di depan perutnya sendiri. Moza yang sedang membersihkan debu di rak bukunya pun menoleh, "Apa?"
Moza lalu menyadari Mogi tengah melihat pigura itu. Ia tersenyum sembari menghela napas, "Itu aku."
Mogi mengernyit, "Masa?"
Kebingungan, Mogi menggoyang-goyangkan pigura itu. Bahkan Moza sampai dibuat tertawa saat lelaki itu berusaha membandingkan foto di pigura itu dengan dirinya.
"Kok beda?"
Moza tertawa. Ia menyimpan kemocengnya dan terduduk, "Itu emang aku. Waktu masih kecil."
Mogi diam sejenak. Lelaki itu menghampiri sofa dan ikut duduk di samping Moza dengan tangan yang masih menggenggam pigura tadi. "Mogi bingung. Gak ngerti."
Moza menghela napas, "Kamu tau apa yang namanya perubahan? Entah itu fisik, sikap, pikiran, semuanya."
"Dan seiring berjalannya waktu, perubahan itu pasti terus meningkat. Lingkungan sekitar adalah pengaruh paling besar atas perubahan itu sendiri."
"Mau gak mau, suatu saat kamu bakal sadar bahwa banyak perubahan terjadi pada diri kamu sendiri."
"Dan saat itu kamu gak bisa apa-apa selain menerimanya. Kamu gak bisa nyalahin orang, keadaan, apalagi Tuhan. Kamu cuma bisa pasrah."
Moza tertawa dalam hatinya, Apa sih. Mogi kan cuma bingung aku keliatan beda sama di foto. Malah jadi pidato sedih begini.
"Yah intinya semua makhluk hidup itu bakalan bertumbuh. Kalo kasarnya menua."
Mogi mengangguk, "Walaupun Mogi cuma ngerti akhirnya, tapi gak apa-apa. Mogi gak keberatan kalau Moza berubah."
"Karena Moza di foto ini memang cantik. Tapi Moza yang di depan Mogi jaauuuhhhh lebih cantik!"
Moza mendelik cepat. Ia sedikit terkejut mendengarnya. Apa-apaan itu?!
"Anggap aja kamu gak denger, Za...." Moza bergumam pelan.
"Tapi...."
Moza menoleh pada Mogi, Belum selesai ngomong?
"Tapi kalau perubahan itu bikin Moza pergi jauh, Mogi gak mau."
...(ฅ^•ﻌ•^ฅ)...
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Tapi mata Moza sepertinya tidak menunjukkan indikasi akan terlelap sama sekali.
Bagaimana tidak? Setelah beres-beres tadi, Moza tidak sengaja menemukan kado yang diberikan oleh Ferdy saat ulang tahunnya.
Dan saat menemukannya, Moza belum membukanya sampai sekarang. Entah mengapa perasaannya campur aduk.
"Aku kenapa, sih? Buka beginian aja takut. Isinya juga gak mungkin ular," gumamnya pada diri sendiri.
Ini pasti karena pembicaraannya dengan Mogi tadi sore. Topik itu membuat memori-memori lama kembali terlintas di kepala Moza.
"Eh? Apa ini?"
Moza terkejut saat membuka paper bag itu. Ternyata di dalamnya berisi sebuah gaun berwarna merah jambu terang lengkap dengan pernak-perniknya seperti hiasan rambut, dan kalung.
Moza membolak-balikkan gaun itu, "Baru pertama kali liat gaun sebagus ini. Mau nangis rasanya."
Dan mata Moza teralihkan pada sepucuk surat yang masih berada di dalam paper bag itu. Ia mengambil, lalu membacanya.
Happy Birthday, sayangku.
Hmm saking seringnya ngucapin ini, sampai lupa ini ulang tahun kamu yang keberapa tahun. Yang penting, kamu sehat terus ya.
Maaf ayah gak bisa ngasih kamu banyak. Tapi semoga kamu suka, dan bisa bermanfaat juga buat kamu.
Moza tertegun membacanya. 'Gak bisa ngasih banyak' katanya. Padahal ia tahu betul gaun yang sedang berada di depan biji matanya ini adalah gaun terkenal yang suka dipakai oleh artis-artis yang seliweran di sosial medianya.
'Gak bisa ngasih banyak'? Oghey....
Ps : Billy yang bantu pilihin gaunnya.
Moza tertawa membaca bagian terakhir itu, "Pppfffttt...."
...-TBC-...
masih tetap penasaran dengan Flashback Mogi
berharap sekali🤭
aku tambah penasaran dengan POV Mogi
pengen Mogi berubah menjadi pribadi yang mempunyai karakter dewasa sebelas duabelas dengan Billi pria dewasa, meskipun masih penasaran dengan asal usul Mogi tapi tetap sabar menunggu kebenaran nya
Aku menunggu POV atau flashback Mogi
jadi semakin penasaran tentang jati diri Mogi