Seorang wanita modern, cerdas dan mandiri, mendapati dirinya terbangun di tubuh seorang wanita dari masa lalu,seorang janda muda di Tiongkok kuno. Tanpa tahu bagaimana dan mengapa, ia harus menjalani kehidupan baru di dunia yang asing dan penuh aturan kejam, di mana seorang janda tak hanya kehilangan suami, tapi juga martabat, kebebasan, bahkan hak untuk bermimpi.
Di tengah kesendirian dan perlakuan kejam dari keluarga mendiang suami, ia tak tinggal diam. Dengan akal modern dan keberanian yang tak lazim di zaman itu, ia perlahan menentang tradisi yang mengekangnya. Tapi semakin ia menggali masa lalu wanita yang kini ia hidupi, semakin banyak rahasia gelap dan intrik yang terungkap,termasuk kebenaran tentang kematian suaminya, yang ternyata tidak sesederhana yang semua orang katakan.
Apakah ia bisa mengubah takdir yang telah digariskan untuk tubuh ini? Ataukah sejarah akan terulang kembali dengan cara yang jauh lebih berbahaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5.Kejadian di dapur.
Asap mengepul dari tungku besar, para pelayan sibuk memotong, mencuci, dan memasak. Di pojok dapur, Zi ning dan Yue tampak baru saja masuk.
Yue hendak mulai bekerja seperti biasa, namun pagi ini ada yang berbeda dari Zi ning.
Langkahnya mantap. Tatapannya tajam. Bukan lagi sorot mata janda yang lemah dan pasrah melainkan mata seorang wanita yang pernah hidup dalam dunia keras dan tahu cara bertahan.
Pelayan Qiu, pelayan dapur senior, mendekat dengan ember berisi ikan hidup dan melemparkannya ke arah Zi ning.
“Cepat bersihkan ikan ini! Dan jangan sampai amis seperti waktu itu, atau kau yang..”
PLAK!
Baskom logam itu ditendang balik oleh Zi ning hingga berguling ke lantai, airnya tumpah membasahi kaki pelayan Qiu. Dapur seketika hening.
Zi ning menatap pelayan Qiu dengan dingin.
"Memangnya kamu siapa berani bicara seperti itu!, kamu hanya pelayan dapur saja berani memerintah Nyonya dirumah ini! "
Semua pelayan dapur itu tertawa terbahak-bahak, semua orang disana menertawakan Zi ning.
Ha..
"Nyonya katamu?, Nyonya disini adalah Nyonya besar Wu. Kamu itu siapa cuma menantu pembawa sial! "
"Pelayan disini minta dihajar" Gerutunya dengan pelan.
Saat Zi ning mau membalas pelayan Qiu, Yue menarik lengan baju Zi ning dengan pelan.
"Nyonya, sebaiknya jangan buat masalah. Pelayan Qiu itu tangan kanan Nyonya besar, sebaiknya kita harus hati-hati jika kita melawan pelayan kepercayaan Nyonya kita bisa di hukum tidak mendapatkan makan selama sehari" Bisik Yue.
Zi ning yang tidak kenal takut, terpaksa memendam amarahnya. Dan menuruti ucapan Yue.
Zi ning pun menuruti permintaan Qiu, ia duduk di bawah membersihkan ikan yang di berikan pelayan Qiu.
Para pelayan mulai membisikkan sikap konyol Zi ning.
"Aku kira ia mau jadi singa ternyata masih anak kucing yang manis"
"Kau benar, aku tadi sempat terkejut melihat sikap nya yang melawan pelayan Qiu"
A Nian, pelayan muda yang suka menghina, maju satu langkah mendekati Zi ning yang duduk dipojokan bawah sambil membersihkan sirip ikan itu.
"Memangnya apa kuasamu di rumah ini?, walaupun kamu menantu di rumah ini tapi derajatmu sama dengan kita-kita ini yang seorang pelayan rendahan"
Zi ning tidak menjawab ucapan Nian yang menjengkelkan di telinganya, ia hanya menatap tajam kearah Nian yang terus memojokkan nya.
Tiba-tiba saja..
Pelayan Qiu tidak sengaja menumpahkan minyak panas di kakinya, mereka pun dibuat terkejut dengan peristiwa itu.
Pelayan Qiu pun terjatuh dan kesakitan karena kecelakaan yang tidak terduga, Zi ning langsung menghampiri pelayan Qiu.
Zi ning memapah pelayan Qiu, "Kenapa kalian diam saja?, cepat bantu aku memapah pelayan Qiu! "
"Baik"
Nian langsung membantu Zi ning, dan membawa pelayan Qiu ke bangku panjang di dapur.
Zi ning lalu melepaskan sepatu dan alas kaki serta mengulung kain yang menutupi kaki pelayan Qiu, lalu menyuruh Nian membawakan air dan kain bersih.
"Yue" Panggil Zi ning.
"Panggilkan tabib kemari"
"Tapi Nyonya.., pelayan seperti kami tidak berhak mendapatkan tabib"
"Kenapa?, kalian juga bagian dari keluarga Wu"
"Benar yang dikatakan Yue, kami hanya pelayan. Tuan kami tidak memperhatikan masalah seperti ini untuk kami" Ucap Qiu.
"Kalau begitu, Yue bawakan kotak obat yang ada di kamar mungkin bisa kita gunakan"
Nian langsung datang sambil membawa baskom air, dan kain bersih. "Nyonya ini yang anda minta"
Lalu Zi ning menyiramkan air itu ke kaki Qiu berulang kali, lalu membalut kakinya dengan kain yang dibawa Nian.
Tak beberapa lama Yue datang, membawakan kotak obat miliknya.
Zi ning pun kebingungan, karena banyak botol obat yang ada disana.
"Obat mana untuk luka bakar seperti ini? "
Yue lalu mengambilkan botol merah, dan menyerahkan nya pada Zi ning dengan lembut.
Pelayan disana yang tadi meremehkan Zi ning, terharu dengan yang dilakukan Zi ning. Mereka merasa malu selama ini menghina Zi ning, Zi ning lalu menyuruh Nian untuk mengantarkan Qiu ke tabib dan memberikan uang jatah bulan yang ia punya.
Qiu dan Nian yang selama ini membenci Zi ning, hanya karena kejadian itu mereka berdua berterimakasih.
Setelah mereka berdua pergi, pelayan dapur bingung dengan makanan yang akan disajikan kepada keluarga Wu.
"Ada apa?, kenapa wajah kalian gusar seperti itu? "
"Nyonya, bagaimana ini pelayan Qiu tidak ada, siapa yang akan memasak untuk anggota keluarga Wu? " Tanya salah satu pelayan dapur itu.
"Kalau begitu aku yang masak, tapi aku butuh bantuan kalian semua"
"Baik Nyonya" jawab mereka serentak.
Zi ning pun melangkah ke dapur, menggantikan pelayan Qiu yang tiba-tiba tak bisa melanjutkan tugasnya.
Dengan tenang dan tatapan tajam, ia mulai mengambil alih kendali, membuat para pelayan yang semula meremehkannya saling berpandangan bingung.
Yue setia berdiri di sisinya, membantu mengangkat bahan-bahan dan memotong sayuran.
Beberapa pelayan dapur yang awalnya bersikap merendahkan, kini mulai diam dan mengamati, karena gerakan tangan Zi ning saat mengolah masakan menunjukkan bahwa ia bukan wanita biasa.
Aroma tumisan mulai memenuhi dapur, membuat beberapa orang mulai mendekat, penasaran.
Meski mengenakan pakaian sederhana, sorot mata Zi ning memancarkan wibawa yang membuat orang tak bisa sembarangan bersikap. Hari itu, untuk pertama kalinya, para pelayan menyadari bahwa janda muda yang dulu dianggap lemah, ternyata menyimpan api yang tak bisa dipadamkan.
Dan tak beberapa makanan sederhana pun siap di sediakan di meja makan keluarga Wu, "Akhirnya sudah siap! " Seru Zi ning sambil menatap nya dengan puas.
Para pelayan segera membawa makanan yang dimasak oleh Zi ning ke ruang utama keluarga Wu, masakan yang rupanya sederhana tapi tampilan nya yang indah membuat yang melihatnya berselera.
Zi ning pun memilih makan bersama para pelayan yang ada disana, dengan Yue yang selalu menemani tuannya.
Mereka bercanda, dan memuji masakan Zi ning yang lezat menurut mereka.
Di ruang utama keluarga Wu, meja makan telah dipenuhi hidangan hangat. Tidak ada yang tampak istimewa tapi tampilan masakannya sederhana, bahkan cenderung biasa. Ayah mertua Zi ning hanya menatap dingin ke arah makanan, lalu menghela napas.
"Pelayan Qiu ke mana? Kenapa makanan hari ini seperti ini?" tanyanya dengan nada tak senang.
Seorang pelayan membungkuk, menjawab dengan suara pelan, "Pelayan Qiu jatuh sakit, Tuan. Yang memasak hari ini adalah Nyonya Zi ning."
Suasana meja seketika menjadi hening. Ibu mertua yang sedang menuang teh berhenti sejenak, lalu melirik sinis ke arah makanan.
"Dia masak? Sejak kapan janda itu bisa mengurus dapur?"." Sebaiknya jangan dimakan, nanti perut kalian jadi sakit gimana? "
Salah satu dari dua saudara mendiang suami Zi ning terkekeh kecil. "Paling cuma asal masak. Kalau rasanya mengecewakan, kita suruh dia cuci panci sekalian."
Namun begitu makanan mulai dicicipi dari tumisan sayur, ayam karamel, hingga sup jamur dan tahu tiba-tiba suasana berubah.
Ayah mertua yang awalnya makan asal-asalan kini diam, lalu mengambil sendok kedua, ketiga, dan keempat.
Ibu mertua menahan komentar, tapi suapan terus bertambah cepat. Bahkan salah satu saudara lelaki suami yang suka bicara pun mendadak diam.
"Ini... bumbu seperti ini hanya digunakan di dapur pejabat tinggi. Siapa yang mengajarinya?" gumam ayah mertua dengan kening berkerut.
"Tekstur dagingnya pas. Tidak keras, tidak amis. Supnya pun ringan, tapi penuh rasa..." sambung sang adik suami, tak sadar ia telah menghabiskan satu mangkuk sendiri.
Mereka semua saling berpandangan seakan tak percaya bahwa masakan seistimewa ini keluar dari tangan seorang wanita muda yang selama ini mereka remehkan.
Di dapur, Zi ning tetap tenang, membersihkan meja bersama Yue. Namun di matanya ada kilatan tajam dan tegas. Ia tidak butuh pujian. Cukup fakta bahwa mulut yang selama ini mencela, hari ini bungkam karena rasa.
tunggu saja kamu tuan muda hu akan ada yg akan membalasnya Zi Ning😡😡😡