"Hai Om, ganteng banget sih. mana lucu, gemesin lagi."
"Odel. a-ah, maaf tuan. teman saya tipsy."
Niccole Odelia jatuh cinta pada pandangan pertama pada seseorang pria dewasa yang ditemuinya di bar. meski mabuk, dia masih menginggat dengan baik pria tampan itu.
Edgar Lysander, seorang pengusaha yang tampan dan kaya. dia tertarik pada Odelia yang terus menggodanya. namun dibalik sikap romantisnya, ada sesuatu yang dia sembunyikan dari Odelia.
Akankah cinta mereka semulus perkiraan Odelia? atau Odelia akan kecewa dan meninggalkan Edgar saat mengetahui fakta yang disembunyikan Edgar?
ikuti terus kisah cinta mereka. jangan lupa follow akun Atuhor.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addryuli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22
Edgar menggandeng tangan Odelia keluar dari ruang VIP, mereka berjalan melewati lorong lantai dua dan tak lama ada lift satu arah tersembunyi diujung lorong itu. Mereka masuk ke dalam lift kemudian turun ke lantai satu.
Ting.
Pintu lift terbuka, mereka sampai di sebuah bagunan yang Odelia pun tak tahu dimana. Edgar membuka pintu lalu mengajaknya keluar, Odelia terkejut saat mereka sudah sampai di sisi samping restoran yang terhubung langsung dengan parkiran.
"Silakan tuan."
"Tunggu om." ucap Odelia.
Edgar dan Theodore menatap ke arah Odelia.
"Ada apa Del?" tanya Edgar.
"Mobilku gimana dong?"
Edgar menadahkan tangannya ke hadapan Odelia.
"Mana kuncinya?"
Odelia merogoh tasnya kemudian mengambil kunci mobilnya lalu memberikannya pada Edgar.
Set.
Theodore menangkap kunci mobil Odelia yang baru saja dilemparkan oleh Edgar.
"Bawa mobil Odelia."
Theodore mengangguk kemudian pergi mencari keberadaan mobil Odelia.
"Masuk." ucap Edgar membukakan pintu mobilnya untuk Odelia.
Odelia menganguk sambil menaham senyumnya, dia kemudian masuk ke dalam mobil. Tak lama Edgar juga ikut masuk ke dalam lalu mulai melajukan mobilnya.
"Kita mau ke mana om?" tanya Odelia.
"Apartemenku."
Mata Odelia terbelak lebar, dia menoleh ke Edgar yang tampak fokus menyetir.
"Ke apartemen dia? Yang bener aja?" batin Odelia.
Edgar melirik Odelia lewat sudut matanya, dia tersenyum miring seolah tahu apa yang sedang dipikirkan gadis itu.
Beberapa menit kemudian Edgar membelokkan mobilnya ke sebuah apartemen elite, dia berhenti di basement apartemen lalu mematikan mesin mobilnya.
"O-om, kenapa kita kesini?" tanya Odelia.
"Nggak papa, main sebentar nanti aku anterin kamu pulang "
Ini pertama kalinya Odelia pergi ke rumah seorang pria, meski suka keluar masuk bar dan club malam tapi dia cewek yang tidak suka aneh-aneh apalagi terjerumus pergaulan bebas.
Odelia takut, dia sebenarnya ingin menolak ajakan Edgar namun rasa ingin tahunya lebih besar dari rasa takutnya. Akhirnya dia mengangguk sebagai jawaban.
Edgar tersenyum kemudian keluar lebih dulu, dia membukakan pintu untuk Odelia.
"Makasih om." ucap Odelia malu-malu.
Mereka masuk ke dalam lift menuju lantai dimana Edgar tinggal. Setelah sampai, Odelia berjalan dibelakang Edgar sambil melihat-lihat apartemen mewah itu.
"Ayo masuk." ajak Edgar.
Odelia tersadar dari kekagumannya, dia mengangguk lalu mengikuti Edgar masuk ke dalam apartemen duda itu. Sampai di dalam lagi-lagi Odelia terpesona dengan kemewahan unit milik Edgar.
"Fiks, ini mah beneran kaya raya." batin Odelia.
Sementara Edgar pergi ke dapur, Odelia memilih duduk di sofa ruang tamu. Dia mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya kemudian membuka aplikasi kamera. Dia tersenyum ke arah kamera lalu berfoto.
"Mereka pasti nggak nyangka gue sampai disini." gumam Odelia.
Odelia mengirimkan fotonya ke dua sahabatnya sambil senyum-senyum sendiri.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Edgar sambil meletakkan dua gelas jus.
"Nggak papa kok om." jawab Odelia sambil meringis kecil.
Drrtt.
Drrtt.
Ponsel digenggaman Odelia bergetar, dia melihat panggilan video dari kedua sahabatnya.
Edgar menatapnya sambil menaikkan sebelah alisnya. "Siapa?"
"Temen om." jawab Odelia lalu menolak panggilan itu.
Tak lama ponselnya kembali bergetar, Odelia menatap tajam ponselnya. Dalam hati dia mengumpati sahabatnya yang tak tau waktu menghubunginya.
"Angkat aja dulu, siapa tahu penting."
"Nggak papa nih om?" tanya Odelia memastikan.
Edgar menganggukkan kepalanya. "Nggak masalah."
Odelia berdehem pelan kemudian mengangkat panggilan video itu.
"Mentang-mentang lagi pacaran telpon kita ditolak."
"Del, lo masih perawan kan? belum di unboxing kan?"
Seketika Odelia membelakan matanya mendengar pertanyaan Cessa yang kelewat asbun.
Uhuk..uhuk..
Edgar tersedak jus yang tengah diminumnya, bagaimana bisa pemikiran anak SMA sedangkal itu? Pikir Edgar.
"Awas ya lo berdua."
Tut.
Odelia lekas mematikan panggilan itu kemudian mendekati Edgar yang masih terbatuk-batuk.
"Om minumnya pelan-pelan, keselek kan jadinya."
Odelia menepuk-nepuk punggung Edgar dengan tangan kecilnya.
"Ehem."
Edgar berdehem pelan saat merasakan tangan Odelia menyentuh tubuhnya. Tiba-tiba jantungnya kembali berdegup kencang, apalagi aroma parfume Odelia yang memabukkan. Membuatnya seketika lupa daratan.
"Om nggak papa kan?" tanya Odelia.
Edgar mendongak lalu tersenyum. "Aku nggak papa kok."
"Maafin temen Odel ya om, mereka suka asal bicara."
"Tidak papa, namanya juga anak-anak."
Wajah Odelia berubah masam. "Om, kami udah 18 tahun ya. Mana ada masih anak-anak."
Edgar menaikan sebelah alisnya kemudian menyandarkan tubuhnya ke sofa sambil bersedekap dada.
"Oh ya?"
Odelia yabg masih berdiri disamping Edgar ikut bersedekap dada.
"Iyalah, kalo mau nikah aja udah legal kok. Sah-sah aja."
Seketika Edgar menyemburkan tawanya, membuat Odelia semakin kesal dibuatnya.
"Apa yang lucu coba?" batin Odelia.
"Siapa yang mau menikah dengan bocah kecil seperti kalian?" tanya Edgar disela tawanya.
Odelia mendengus sinis. "Yang jelas harus kaya lah om. Miliarder muda kek, biar hidup kita terjamin."
Edgar menghentikan tawanya, kini dia menatap Odelia dengan serius.
"Kenapa harus kaya?"
Odelia kikuk sediri, dia menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Y-ya karena kita biasa hidup serba berkecukupan. Nggak pernah kehabisan uang, dan yang pasti makan cinta nggak bikin kenyang om. Bukan matre ya, cuma harus realistis aja."
Edgar mengangguk-anggukkan kepalanya. "Menurut kamu, apa aku sudah cukup kaya untuk masuk kriteria kamu?"
Odelia membalikkan tubuhnya menjadi membelakangi Edgar.
"Nggak nggak, dia lagi ngekode mau nikahin gue kan? Nggak cuma tanya doang kan?" batin Odelia.
Melihat respon gadis kecil didepannya ini membuat Edgar gemas sendiri. Dia menegakkan duduknya kemudian menarik lembut tangan Odelia hingga terduduk di sampingnya.
"Aku suka jawaban kamu, Odelia." ucap Edgar sambil menatap intens wajah Odelia.
Deg...deg..deg..
Odelia mengedip-ngedipkan kelopak matanya, jantungnya tengah berpesta didalam sana hingga suaranya terdengar jelas.
"Aku punya sesuatu buat kamu."
"Tunggu sebentar."
Odelia menarik nafas dalam-dalam saat Edgar pergi, dia mengambil gelanya kemudian meminum jusnya hingga sisa setengah saja.
"Terlalu deket sama Om Edgar nggak baik banget buat kesehatan jantung gue." gumam Odelia sambil memegangi dada kirinya.
Tak lama Edgar datang sambil membawa paper bag ditangannya, dia kembali duduk ditempat semula lalu memberikan paper bag itu ke Odelia.
"Buat kamu."
Odelia tersenyum lalu menerima papar bag itu, dia membukanya lalu mengeluarkan isinya.
"Om." ucapnya terkejut saat melihat jam tangan wanita edisi terbatas.
"Suka?" tanya Edgar.
"Bukan suka lagi ini mah, gue kecintaan banget." batin Odelia menjerit.
Odelia menganggukan kepalanya. "Suka, makasih ya om."
Edgar meraih pergelangan tangan Odelia lalu melepas jam tangan ditangan gadis itu, dia mengambil kotak jam itu lalu mengeluarkan isinya. Dengan pelan dia mulai memasangkan jam pemberiannya ke pergelangan tangan Odelia.
"Cantik." puji Edgar.
Wajah Odelia bersemu merah, dia senang mendapat hadiah sekaigus pujian dari Edgar.
"Udah jam sepuluh, mau pulang sekarang?" tanya Edgar.
"Boleh." jawab Odelia.
Edgar mengacak pelan rambut Odelia lalu memasukkan jam lama Odelia ke dalam paper bag. Mereka keluar dari apartemen Edgar menuju basement.
"Mobil kamu biar Theo yang bawa, kamu sama aku."
"Sebenarnya Odelia bisa pulang sendiri om."
"Ini sudah malam Odelia, aku takut kamu kenapa-napa dijalan."
"Hoek, kelihatan banget bucinnya." batin Theo mencibir bosnya.
"Odelia nggak mau ngrepotin Om."
"Nggak repot kok, ayo masuk."
Odelia lekas masuk ke dalam mobil, setelah itu Edgar menutup pintu mobilnya. Dia menoleh ke arah Theo kemudian mengangkat jempolnya.
"Tcih, baru 27 tahun udah puber ke dua." gumam Theo sambil menggelengkan kepalanya.