Terpaksa menikah dengan CEO tampan? Rasanya tak mungkin. Siapa yang tidak ingin dinikahi CEO tampan? Mungkin tidak ada wanita yang akan menolak.
Tapi menjadi istri kedua dan hanya untuk menjaga keutuhan rumah tangga sang CEO dengan istri pertamanya? Hanya untuk melahirkan keturunannya? Hanya untuk diabaikan dan direndahkan? Siapa yang akan bersedia?
Allena, benar-benar terpaksa menikah dengan CEO tampan itu. Dan mulai menjalani hidup sebagai istri kedua yang diabaikan dan harus melahirkan keturunan sang CEO.
Apakah Allena bisa bertahan menjalani rumah tangga yang penuh derita itu atau beralih pada CEO lain yang juga tampan dan tulus mencintainya?
Sebuah karya untuk Lomba Menulis bertema
#Berbagi Cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alitha Fransisca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 ~ Harapan Bunga Pelengkap ~
Pintu kamar terbuka, Zefran dan Allena tersentak kaget dan langsung menoleh ke arah pintu. Frisca berdiri di situ dengan wajah yang terperangah. Allena terkejut mendapati dirinya berada di atas ranjang bersama dengan Zefran.
"APA YANG KALIAN LAKUKAN?" teriak Frisca menggema mengagetkan seisi rumah.
Frisca maju mendekati ranjang dan menatap Allena dan Zefran bergantian. Allena segera berdiri turun dari ranjang. Frisca melayangkan tamparan ke wajah Allena. Allena menunduk sambil memegang pipinya yang terasa panas. Para pelayan yang datang melihat apa yang terjadi tersentak kaget sambil menutup mulutnya.
Rahma bahkan menangis melihat Allena yang mendapat tamparan dari Nyonya Mudanya. Sementara itu Zefran hanya memalingkan wajahnya dengan wajah kesal.
"Berani sekali kamu masuk ke kamarku dan merayu suamiku!" jerit Frisca pada Allena.
Kenapa aku bisa tertidur di situ? Apa aku tidak sadar naik ke ranjang karena mengira ini adalah ranjangku? Kenapa aku begitu ceroboh? batin Allena merasa menyesal.
"Maaf Nyonya saya tidak sengaja," ucap Allena.
"Tidak sengaja katamu? Kamu tidur seranjang dengan suamiku kamu bilang tidak sengaja?" tanya Frisca sambil mengangkat tangannya untuk melayangkan tamparan sekali lagi ke wajah Allena.
Para pelayan kembali menutup mulutnya kuat menahan jeritan saat melihat Frisca kembali mengangkat tangannya.
"CUKUP!" teriak Zefran masih menatap lurus ke depan.
"CUKUP? Apanya yang cukup? Aku masih kesal melihat kelakuan kalian. Aku terpaksa mempercepat perjalanan bisnisku hanya untuk segera menemuimu. Tapi apa yang kulihat, perempuan murahan ini masuk ke kamarku dan berani tidur bersamamu," jerit Frisca dengan nafas yang terengah-engah, dadanya turun naik menahan emosi.
"Aku memintamu pulang dua hari yang lalu. Baru sekarang kamu muncul, kamu bilang mempercepat kepulanganmu?" ucap Zefran masih memalingkan wajahnya dari kedua istrinya itu.
"Allena, kembali ke kamarmu!" perintah Zefran.
"Maafkan saya Tuan, maafkan saya Nyonya," ucap Allena lalu berjalan keluar dari pintu dan menutupnya kembali.
Para pelayan yang berdiri langsung bubar, Rahma menatap sedih pada nyonya mudanya itu. Allena menoleh menatap pintu kamar Frisca kemudian berjalan ke kamarnya. Gadis itu duduk di depan jendela menatap kosong dengan air mata yang perlahan mengalir.
Kenapa aku bisa tertidur di situ? Harusnya saat mengantuk aku kembali ke kamarku, batin Allena merasa menyesal.
Sementara itu Zefran dan Frisca masih bersitegang. Wanita itu tidak terima melihat suaminya membawa Allena tidur di kamarnya.
"Tega kamu membawa perempuan itu ke ranjangku. Kamu sudah janji akan setia padaku, tidak akan tertarik padanya, tidak akan tidur dengannya," ucap Frisca sambil menangis.
"Aku tidak melakukan apa-apa dengannya. Dia di sini hanya untuk merawatku. Aku juga tidak ingin dirawat olehnya. Kalau kamu pulang cepat, ini tidak akan terjadi," ucap Zefran sambil turun dari ranjang.
"Kenapa menyalahkanku? Kamu tidak tahu bagaimana perasaanku saat melihat kalian berdua di atas ranjangku," teriak Frisca masih menangis.
"Aku bilang CUKUP. Dia itu jatuh pingsan dan dirawat di rumah sakit. Begitu pulang dia langsung merawatku. Harusnya kamu berterima kasih padanya!" bentak Zefran.
"Kenapa sekarang kamu membelanya?" tanya Frisca masih menitikkan air mata.
"Kapan aku membelanya? Ini kenyataan, aku cuma mengungkapkan kejadian yang sebenarnya. Apa kamu dengar tadi aku membelanya? Dia yang merawatku justru dia yang meminta maaf. Makanya jangan selalu sibuk dengan urusanmu sendiri," ucap Zefran sambil berjalan kesal ke kamar mandi.
Bersandar di pintu kamar mandi itu untuk menenangkan dirinya. Terbayang wajah Allena yang terkena tamparan Frisca. Laki-laki itu baru menyadari apa yang dilakukan Frisca terlihat sangat kejam di matanya dan Allena hanya diam menerima.
Teringat kembali saat dirinya juga melakukan hal yang sama. Bahkan menampar gadis itu hingga dua kali. Zefran melangkah ke depan cermin menatap wajah yang terpantul di hadapannya.
"Kamu ini monster yang bersembunyi di balik tubuh manusia," ucap Zefran sambil tersenyum miring.
Kembali teringat saat menatap bibir gadis itu tersenyum setiap kali menyuapinya. Satu per satu, se sendok demi se sendok Allena sabar menyuapi dirinya. Sesekali gadis itu mengambilkan gelas berisi air putih dan meminumkannya. Bahkan mulut mungil itu ikut menganga saat menyendokkan bubur itu ke mulutnya.
"Bodoh, kenapa gadis sepertimu bersedia menikah dengan monster sepertiku? Benar-benar bodoh," ucap Zefran bicara pada dirinya sendiri.
"Sayang, boleh aku masuk?" tanya Frisca.
Zefran hanya diam, tak lama setelah itu Frisca masuk dan langsung memeluk laki-laki itu dari belakang. Frisca melepaskan baju kaos suaminya dan mengecup punggung Zefran perlahan dan berkali-kali.
Zefran masih diam, Frisca menelusuri dada kekar itu dengan jemarinya. Zefran tersenyum lalu membalik badan dan menyatukan bibirnya dengan bibir istri tercintanya itu.
"Jangan asal marah-marah lagi. Introspeksi dirimu sendiri," ucap Zefran sambil menyatukan kening mereka.
Frisca tersenyum dan menarik suaminya kembali ke kamar, sesampai di kamar wanita itu mendorong suaminya ke ranjang. Sementara Frisca berhasil duduk dipangkuan suaminya. Allena masih duduk menatap kosong keluar jendela.
Tangisnya yang tadi hanya meleleh sekarang berganti isak. Allena merasa semua yang dilakukannya salah di rumah itu. Gadis itu selalu merasa menyesal membuat orang marah dan sakit hati. Namun tak ada satu pun yang peduli dengan sakit hatinya.
Seperti saat ini, gadis itu keluar dari kamar dan langsung mendengar desah Frisca dan jeritan laki-laki itu menyebut nama istrinya. Allena hanya bisa berjalan tertunduk menuju meja makan.
Setelah puas menangis, gadis itu bersiap-siap untuk kembali bekerja. Dia tidak ingin kehilangan uang kehadirannya lebih banyak lagi. Karena sekarang telah bertambah beban yang harus dibayarnya yaitu biaya rawat inap kelas VVIP di rumah sakit swasta ternama.
Rahma memandang sedih nyonya mudanya yang berjalan menuruni tangga dengan tatapan yang kosong. Gadis itu segera menyiapkan meja makan.
"Tunggu sebentar ya Nyonya sarapannya siap sebentar lagi," ucap Rahma menyapa.
"Tidak apa-apa, aku yang turun terlalu pagi," ucap Allena kembali termenung.
Rahma memandang iba pada gadis itu, ingin rasanya menghibur namun tidak tahu bagaimana caranya. Tak lama kemudian pasangan suami istri itu turun dari tangga. Seperti tidak terjadi apa-apa Zefran dan Frisca duduk dihadapan Allena.
Sarapan pagi pun siap dihidangkan, para pelayan sibuk menata sarapan pagi itu untuk masing-masing majikannya. Baru saja Allena akan menyuap makanannya, terdengar gebrakan tangan di meja.
"Kenapa tidak ada brokoli sama sekali?" tanya Frisca dengan suara yang keras.
Seorang pelayan berlari tergopoh-gopoh menghampiri nyonya muda itu.
"Maaf Nyonya Muda tapi Nyonya Besar menyuruh kami memasak sayur secara bergantian. Hari ini kami tidak memasak brokoli Nyonya," jawab pelayan itu.
Zefran tersenyum tipis begitu juga dengan Allena. Hanya Frisca yang terlihat semakin kesal.
"Aku tidak mau sayuran ini, aku ingin sarapan dengan brokoli," ucap Frisca.
Pelayan itu diam menoleh pada Allena. Gadis itu langsung mengangguk. Pelayan itu memang meminta pendapat gadis itu untuk menu sarapan pagi ini dan Allena memberikannya.
Pelayan itu kembali ke dapur. Frisca menatap Allena dengan tatapan mata yang tajam. Wanita itu menyalahkan Allena yang mengusulkan untuk mengganti sayuran yang dimasak setiap hari.
"Kalau menunggu masakan matang nanti kamu bisa telat berangkat kerja," ucap Zefran pada istrinya.
"Inilah untungnya menjadi Direktris di perusahaan sendiri. Aku bisa masuk kapan saja aku mau. Tidak seperti pekerja lain yang harus patuh pada atasannya. Salah sedikit kena teguran, kalau terlalu bodoh bisa dipecat. Yang paling tidak disukai atasan itu bukan hanya bodoh tapi orang bodoh yang sok pintar," sindir Frisca sambil menatap Allena.
Gadis itu balik menatap Frisca, Allena ingin mendapat pembelaan dari Zefran seperti waktu itu. Laki-laki itu setuju jika sayuran yang disajikan tidak selalu brokoli. Namun, apa yang diharapkan Allena tak didapatkannya. Zefran terlihat tak acuh dan sama sekali tidak merespon.
Allena tertunduk sambil mencoba menghabiskan sarapannya yang tiba-tiba terasa pahit. Dadanya terasa berat, sesak. Hari ini adalah hari yang berat baginya. Setelah mendapat tamparan di pagi hari gadis itu merasa akan ada lagi yang akan menimpanya hingga malam nanti.
Meski tanpa Ny. Mahlika di rumah, gadis itu tetap mengantar pasangan suami istri itu hingga ke teras rumah. Seperti biasa tanpa basa-basi mereka berjalan meninggalkan gadis itu menuju garasi mobil.
Seperti tak pernah ada, Allena di perlakukan seperti makhluk yang tak terlihat. Saat mobil itu satu per satu melewatinya gadis itu menunduk dengan mata yang berkaca-kaca.
Gadis yang diabaikan itu hanya bisa memanggil ibunya di dalam hati sebagai penguat hatinya untuk bisa tetap berdiri tegak di atas teras rumah itu.
Namun, tanpa disadari olehnya Zefran menatap gadis itu dari balik jendela kaca mobilnya. Melajukan mobilnya perlahan hingga melewati gadis itu. Bahkan saat gadis itu telah tertinggal di belakang. Zefran masih menatapnya melalui kaca spion mobil.
Malang sekali nasibmu menikah denganku, batin Zefran sambil mengemudikan mobilnya ke jalan perumahan elit itu.
Setelah pasangan suami istri itu berangkat, Allena pun bersiap-siap untuk bekerja di toko bunga. Gadis itu berangkat dengan tergesa-gesa karena insiden sarapan pagi Frisca yang tertunda.
"Aku ingin sebuah buket bunga liar," ucap suara mengagetkannya.
"Oh Kak Valen?" sapa Allena.
Valen tersenyum tipis, hari ini berharap gadis itu masih beristirahat di rumahnya namun rasa rindunya pada gadis itu membuatnya mencoba masuk ke toko itu. Dan benar, Allena sedang duduk termenung dengan setangkai bunga di genggamannya.
"Jika masih kurang enak badan sebaiknya istirahat di rumah," ucap Valendino begitu perhatian.
"Aku harus bekerja kak, kakak tahu persis aku membutuhkan pekerjaan. Jika aku sering bolos aku tidak enak hati menerima gaji," ucap Allena.
"Apa ada target penjualanmu setiap hari?" tanya Valendino.
"Tidak, kami hanya menunggu pelanggan yang datang. Tidak apa-apa jika tidak ada penjualan harian tapi aku sedih jika harus mengucapkan tidak ada pengunjung hari ini pada Kak Tiara," ucap Allena menerangkan.
"Kalau begitu aku ingin pesan dua buket bunga sekaligus," ucap Valendino sambil tersenyum.
"Kakak jangan seperti itu, jangan karena peduli pada pekerjaanku kakak melakukan sesuatu yang tak berguna," ucap Allena.
"Apa maksudnya itu?" tanya Valendino dengan wajah bingung.
"Kakak membeli dua buket bunga untuk dibuang?" ucap gadis itu sambil tersenyum.
"Aku sungguh-sungguh Allena, aku punya banyak pacar jadi aku bisa memberikan padanya. Aku tidak akan membuangnya," ucap Valendino.
Allena tertawa, Valendino kembali terpesona. Dia ingin gadis itu selalu membuat senyuman di bibirnya yang manis itu.
"Kalau tidak salah kak Valen juga menyatakan cinta padaku. Jadi rencananya aku akan menjadi pacar yang ke berapa?" tanya Allena.
"Satu-satunya, jika kamu menerimaku. Kamu akan menjadi satu-satunya," ucap Valendino berulang untuk menegaskannya.
Gadis itu tercenung, Allena hanya ingin bermain-main menanyakan itu. Tapi justru dijawab dengan serius oleh Valendino. Allena memalingkan wajah untuk menghapus air matanya yang tiba-tiba mengalir.
"Ada apa? Kamu kenapa?" tanya Valendino khawatir.
"Satu-satunya? Tidak ada wanita lain?" tanya gadis itu semakin tidak bisa menahan air matanya.
"Ya, tidak ada wanita lain," ucap Valendino sambil menggenggam tangan gadis yang dicintainya itu.
Allena terisak, gadis itu tidak bisa menahan tangisnya lagi. Valendino langsung memeluknya, membelai lembut rambut indah gadis itu. Allena menangis hingga tersedu-sedu.
Valendino semakin mempererat pelukannya. Tidak tahan mendengar tangis Allena yang terdengar begitu sedih.
"Ada apa sayang, katakan padaku? Apa yang terjadi? Aku akan membantumu apa pun itu," ucap Valendino kemudian beralih mengusap punggung gadis itu.
"Bersediakah kak Valen menungguku?" tanya Allena.
Valendino terkejut lalu merenggangkan pelukannya untuk menatap gadis yang dicintainya itu. Baru kali ini Allena memberikan harapan padanya. Valendino seperti mendapat angin segar.
"Jangan terlalu lama ya? Aku ingin segera memilikimu," ucap Valendino lalu menyatukan bibir mereka.
Allena membalas ciuman Valendino dengan air mata yang menetes. Gadis itu butuh seseorang yang menyayanginya karena begitu menikah, gadis itu merasakan haus akan kasih sayang dari seorang laki-laki.
Sementara Zefran hanya mencurahkan kasih sayangnya pada istri pertamanya hingga membuat gadis itu semakin merasa diabaikan.
Andaikan tuan Zefran sepertimu, andaikan dia menyayangiku sepertimu. Aku tidak akan merasa sedih seperti ini, maafkan aku kak Valen. Saat bersamamu aku masih mengharapkan laki-laki lain, jerit hati Allena.
Valendino memeluk Allena hingga perasaan gadis itu lega. Valendino benar-benar memesan dua buket bunga pada Allena. Gadis itu merasa heran namun Valendino hanya tersenyum. Akhirnya Allena merangkai bunga pesanan Valendino.
Satu buket bunga berukuran sedang dengan bunga mawar putih sebagai bunga utamanya. Dan satu lagi buket berukuran kecil dengan bunga liar sebagai bunga utamanya. Untuk yang satu itu Allena mengerutkan keningnya. Gadis itu curiga bunga itu untuknya.
"Jangan ge er kamu, bunga ini untuk seseorang yang penting bagiku," ucap Valendino.
Allena tersenyum dan mulai merangkai buket bunga yang kedua. Sementara Valendino hanya memperhatikan sambil bertopang dagu dan tersenyum. Allena merasa salah tingkah namun mencoba menyembunyikannya dengan menyibukkan diri dengan merangkai bunganya.
"Ini Tuan, dua buket bunga pesanan Tuan Valen," ucap Allena sambil tersenyum menyodorkan kedua buket bunga itu.
Valendino tersenyum lalu meletakkan beberapa lembar uang seratus ribuan di etalase. Laki-laki itu mengambil buket bunga itu dan langsung keluar dari toko dengan melambaikan buket bunga itu.
Allena mengambil lembaran uang itu sambil tersenyum dan menghitungnya. Gadis itu kaget karena kelebihan uang yang diberikan Valendino mencapai tiga kali lipat dari harga yang seharusnya.
Saat bekerja di Night Club gadis itu langsung mencari Valendino. Tanpa mempedulikan Zefran yang juga berada di situ, gadis itu menemui Valendino dan menyerahkan kembali kelebihan uang pembelian bunga siang tadi.
Valendino langsung berdiri sambil tersenyum dan menyerahkan buket bunga liar yang dipesannya pada Allena tadi. Gadis itu terkejut, Allena sempat mengira kalau buket bunga itu memang untuknya. Namun, saat Valendino membawa buket itu pulang gadis itu merasa malu sendiri.
"Ini untukmu," ucap Valendino sambil meraih tangan Allena dan menyerahkan buket bunga kesukaannya itu.
Allena terharu, akhirnya menerima buket bunga itu dengan mata yang berkaca-kaca. Zefran memandang adegan itu dengan perasaan kesal. Karena terharu, Allena hampir saja lupa untuk mengembalikan kelebihan uang itu. Saat teringat gadis itu langsung memberikannya ke tangan Valendino.
"Kelebihannya terlalu banyak kak," ucap Allena.
"Itu untukmu," ucap Valendino tak mau menerimanya.
Allena meletakkannya di atas meja dan hendak berlalu. Valendino menahan tangan gadis itu, mengambil kembali lembaran uang yang ditaruh Allena dan menyelipkannya di saku gadis itu.
"Aku tidak mengambil kembali apa yang telah kuberikan," ucap Valendino mirip seperti ucapan Zefran.
Allena pun membalas.
"Tidak ada bau parfum murahan yang menempel di uang ini," ucap Allena mirip dengan ucapannya pada Zefran.
Altop dan Ronald terpana, Zefran menahan geram. Mereka tidak lupa akan ucapan Zefran dan Allena malam itu. Allena tersenyum, seperti ada kepuasan tersendiri bisa menyindir sikap suaminya yang arogan itu.
...~ Bersambung ~...
kau surve 1000 pembaca lelaki
aku yakin 100% tidak akan ada mau punya istri kayak Alena
*istri tapi gampang meladeni pria lain
*istri tapi gampang kontak fisik (pelukan dengan pria lain, sudah tidak terhadap berapa kali Alena pelukan dengan pria lain
*istri yang tidak bisa menjaga perasaan suami dari cemburu
*istri yang lebih menentukan perasaan pria lain dari pada perasaan suaminya
*istri munafik suaminya cemburu dibilang cemburu buta tapi dia sendiri cemburu juga
*istri makan ada masalah sedikit pergi dari rumah, sudah dua kali Alena buat suaminya hampir mati karena kelakuan laknatnya
*fakta zebran sudah berkali makan hati dan mengeluarkan airmata karena Alena, dan sudah berap kalian zefran diremehkan dan direndahkan pria lain
*Alena istri yang tidak bisa menjaga harga diri suaminya didepan pria lain
wanita kayak gini yang kalian bangga kan
aku yakin 100% tidak akan ada lelaki yang mau punya istri kayak Alena
dan mirisnya novel ini membela dan membenarkan semua kelakuan Alena dan valen
jadi doaku semoga author dapat suami yang sifatnya kayak alena dan semoga author punya sahabat wanita yang sifat dan baiknya kayak valendino yang selalu baik dan perhatian pada suami author, amin
*saat Alena cembur 100% kesalahan zefran karena tidak bisa menjaga dan peka terhadap perasaan dan hati istrinya
kecemburuan Alena kalian benarkan, dan kalian menghujat zefran
*tapi saat zefran cemburu tetap 100% kesalahan zefran karena kalian anggap cemburu buta, tidak percaya istrinya,
otak egois kalian, kalian hanya pikir perasaaan Alena tapi kalian tidak sadar zefran juga punya perasaan.
suami mana tidak cemburu melihat istrinya dekat dengan pria lain bahkan sampai sering kontak fisik,
sadar tidak kelakuan Alena yang terlalu dekat pada lelaki lain itu juga melukai perasaan suami, ingat suami kalian juga punya perasaan
Thor pakai otak sedikit saja tempat kan lah salah ya salah benar ya benar jika zefran salah ya salah jika kelakuan Alena salah ya salah, jangan kalian selalu membela dan membenarkan kelakuan alena
salam akal waras wanita