NovelToon NovelToon
SABDA ARIMBI

SABDA ARIMBI

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Teen School/College / Diam-Diam Cinta
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Lel

Bagaimana perasaan kamu kalau teman SMAmu melamar di akhir perkuliahan?
Itulah yang dialami Arimbi, selama ini menganggap Sabda hanya teman SMA, teman seperjuangan saat merantau untuk kuliah tiba-tiba Sabda melamarnya.
Dianggap bercanda, namun suatu sore Sabda benar-benar menemui Ibu Arimbi untuk mengutarakan niat baiknya?
Akankah Arimbi menerima Sabda?
Ikuti kisah cinta remaja ini semoga ada pembelajaran untuk kalian dalam menghadapi percintaan yang labil.
Happy Reading

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MALAM PERTAMA

Jam 9 malam Arimbi sudah lelah, ia memutuskan masuk kamar, meski Sabda masih menerima tamu dari teman kuliahnya, dan tak menyangka ada salah satu klien Sabda yang datang.

Arimbi mulai membersihkan wajahnya dengan toner, sembari melihat sekeliling kamarnya yang penuh dengan barang seserahan dan juga kado dari teman-temannya. Sadewa masuk dengan membawa kotak amplop, Arimbi menghela nafas pendek, makin penuh saja kamarnya.

Setelah membersihkan make-up, Arimbi mau mandi saja, tak peduli sudah malam, badannya lengket juga. Keluarga besar banyak yang sudah pulang. Biasa kalau hajatan sudah selesai tinggal bersih-bersih banyak yang kabur, apalagi badan sudah capek.

"Mau mandi Sayang?" tanya Sabda yang ternyata mau masuk kamar, berpapasan dengan Arimbi yang sudah mengalungkan handuk.

"Iya badanku lengket banget," ucap Arimbi.

Selesai dia mandi, berganti Sabda yang mandi, Sadewa sudah tidur entah sejak kapan. Ibu masih terlihat riwa-riwi mengurus sisa makanan yang masih ada. Kuah rawon dan soto dihangatkan agar besok masih bisa dimakan.

Selesai mandi dan sholat isya berjamaah, Sabda dan Arimbi bersiap tidur. Sangat capek, berharap Sabda tak meminta haknya malam ini. Namun Arimbi juga tidak bisa tidur langsung, rasanya aneh karena ada laki-laki yang tidur di kamarnya. Dilihatnya Sabda masih berkutat dengan ponselnya, serius lagi.

"Kenapa, Sap?" tanya Arimbi penasaran, Sabda menoleh sembari mengacak rambut sang istri.

"Panggilannya dong diganti," ucap Sabda sembari menatap Arimbi.

"Kamu mau dipanggil apa emang?" tanya Arimbi yang sedikit kaku dengan panggilan aku-kamu.

"Insiatif lah, Aku aja udah panggil Sayang," ucap Sabda sekarang menatap Arimbi sembari memeluk guling.

"Mas?"

"Ogah! Umum tuh," protes Sabda tak setuju. Arimbi gergetan, malas berpikir juga.

"Ya udah sama, Sayang aja!" ucapnya centil sembari membalas tatapan Sabda.

"Sini," Sabda menyingkirkan guling, menarik Arimbi untuk menggantikan posisi guling tadi. Sabda memejamkan mata sembari memeluk sang istri, sungguh perasaanya menghangat, lega sekali. Akhirnya dia punya teman tidur, tidak akan kesepian lagi hidupnya.

"Kamu udah tidur?" tanya Arimbi terbata, sembari mendongakkan kepala. Jantungnya berdegup kencang, pengalaman pertama dipeluk seorang laki-laki.

"Belum, kenapa?" tanya Sabda masih memejamkan mata. Ia merasakan gelengan kepala Arimbi, terpaksa melek lagi. "Kamu mau?" tawar Sabda sembari menatap wajah sang istri.

"Mau apa?" tanya Arimbi balik, badannya capek, otaknya pun sebenarnya sudah lemot. Tapi ia tak bisa tidur. Sabda tersenyum, ia tahu sang istri sedang gugup berada satu ranjang dengannya.

Sabda pun mendekatkan wajahnya, bibir Arimbi menjadi tujuannya. Ia menempelkan sedikit, lama-lama menyesap, dan perlahan melumat. Arimbi hanya bisa memejamkan mata, ia tak tahu harus bagaimana, lebih baik diam saja, menerima serangan Sabda.

Tangan sang suami sudah menyentuh pipi Arimbi, ciuman pun makin diperdalam, Sabda memaksa agar Arimbi membuka bibirnya, hingga terjadi lumatan. Sumpah Arimbi bego seketika, ia berasa seperti artis dalam drama Korea yang sedang dicium lawan mainnya. Ini gila.

"Balas napa, Sayang!" ucap Sabda saat melepas ciumannya, Arimbi langsung menabok dada Sabda. Malu. Sabda tertawa melihatnya. "Ciuman pertama kita."

"Kamu juga belum pernah ciuman?" tanya Arimbi, Sabda menggeleng. Ciuman sama siapa, dia saja gak pernah dekat dengan perempuan. Satu-satunya perempuan yang pernah dibonceng, chat intens, hanya Arimbi.

"Udah, tidur gih. Kamu pasti capek," ucap Sabda kemudian.

"Gak ngantuk." Sabda menoleh, tersenyum nakal sembari menunjuk hidung mancung sang istri.

"Jangan bilang kamu mengharap malam ini, hayo ngaku," Arimbi jelas saja tertawa dan menabok sekali lagi ke dada Sabda.

"Enggak ya, aku cuma belum terbiasa saja tidur sama laki-laki."

"Oh, kirain mau sekarang."

"Emang kamu gak mau?" tanya Arimbi sembari mengerutkan dahi, ingat ucapan Nafisah saja, kalau cowok bakal minta begituan di setiap waktu kalau bisa.

"Mau, cuma gak sekarang."

"Kenapa?" tanya Arimbi penasaran.

"Malu lah Sayang, belum punya keberanian dilihat ibu mertua keramas pagi-pagi," ucap Sabda yang disambut tawa Arimbi.

"Ibu paham kali."

"Ck, kayaknya kamu yang pengen deh. Hayo ngaku."

"Dih, enggak ya."

"Heleh, mau minta kan tapi malu," ledek Sabda sembari mengelitiki pinggang sang istri. Arimbi tertawa, mencoba menghentikan gelitikan sang suami.

Kini keduanya saling tatap, degupan jantung mereka tak bisa dikondisikan, sekali lagi Sabda mencium bibir sang istri. Tangan Arimbi pun secara otomatis melingkar di leher sang suami. Ia berusaha membalas gerakan bibir Sabda, meski masih kaku. Senyum kecil Sabda tercipta di sela-sela lumatan.

"Udah ah, bikin candu kamu," ucap Sabda yang terpaksa menghentikan karena area bawah sana sudah mulai beraksi, dan Arimbi tahu.

"Cie yang pengen," giliran Arimbi yang meledek, Sabda berdecak sebal.

"Sayang udah dong, aku nahan nih."

Arimbi ganti menjawil pinggang sang suami, sengaja memang. "Nanti makin bangun."

Baru deh Arimbi berhenti, "Kalau bangun gitu kamu gak pa-pa?" tanya Arimbi polos, Sabda tertawa mendengar pertanyaan itu.

"Ya pa-pa lah, Sayang! Makanya jangan mancing terus."

"Aku gak mancing ya, enak saja."

Keduanya terdiam dengan posisi Arimbi menghadap sang suami, sedangkan Sabda sedang menahan gejolak kawula muda, sembari memejamkan mata. Mengalihkan pikiran ke hal lain.

"Aku sebenarnya mau tanya sesuatu," ucap Arimbi memaksa Sabda untuk melek kembali.

"Apa?" kini Sabda menghadap Arimbi juga.

"Emasnya kenapa nambah?"

"Oh itu, rezeki kamu."

"Maksudnya?"

"Fee proyek terakhir kan cair, nah untuk pencairan itu Pak Sandy mengajak ketemuan. Saat pertemuan itu aku ditanya kenapa kok lekas disubmit, mana gak ada revisi lagi. Terus aku bilang kalau mau menikah, eh dikasih bonus, ya udah aku belikan emas lagi."

"Kenapa gak buat kamu aja? Aku sudah terlalu banyak kamu kasih," ucap Arimbi tak enak. Sabda berdecak sebal.

"Apa yang aku punya, milik kamu Sayang."

Sabda pun turun dari ranjang, mengambil dompetnya. Arimbi pun bangun, melihat apa yang sedang diambil Sabda.

"Sesuai janjiku dulu, kamu yang akan mengolah keuanganku," ucapnya sembari menyerahkan beberapa kartu ATM kepada Arimbi. "Mbanking yang agak ribet buat ganti ke nomor kamu, nanti kalau longgar aku urus deh, atau semua isinya aku transfer ke kamu?" tawar Sabda.

Arimbi menggeleng. "Enggak perlu, kita cuma sepakat saja. ATM mana yang kita buat operasional rumah tangga. Yang lain buat tabungan." Sabda setuju, terserah apa kata Arimbi saja.

"Yang ATM dari freelance saja yang dibuat operasional," ucap Arimbi saat tahu isi saldo ATM khusus gaji freelance, Sabda mengangguk.

"Kalau nanti aku butuh sesuatu, aku juga bakal izin ke kamu dulu kok, Sayang. Meski MBnking di ponselku," ucap Sabda yang memang berniat akan terbuka soal keuangan dalam menjalani rumah tangga.

"Iya. Kenapa kamu mengambil sikap seperti ini?" tanya Arimbi ingin tahu.

"Sikap yang gimana?"

"Menyuruh aku mengolah keuangan kamu."

"Kan kamu istri aku, Sayang. Gimana sih."

"Ya kan biasanya ada laki-laki yang gak terbuka soal keuangan. Rasanya berat buat kasih uang ke istrinya. Udah gaji pas-pas an, istrinya disuruh kelola sampai puyeng," ucap Arimbi kesal mendengar cerita di medsos tentang nafkah suami.

"Ya beda orang beda pemikiran Sayang. Aku pernah baca guyonan sih, untuk merawat keutuhan rumah tangga selain cinta itu adalah uang," ucap Sabda jujur, dan Arimbi tertawa.

"Benar banget," sahut Arimbi sembari cekikikan.

"Makanya saat aku sudah kepikrian menikah sama kamu, ya kita bakal jadi satu apapun itu. Uang, tubuh, bahkan impian kita. Jadi kalau kamu pengen apa, bilang. Kita diskusi bareng, kita jalani bareng juga."

"Hem so sweet banget sih kamu, Sab!"

"Ck, Sayang!" ralat Sabda berdecak sebal mendengar Arimbi keceplosan akan panggilan untuk dirinya.

1
Yunita Dwi Lestari
lanjut kakak
Yunita Dwi Lestari
suka suka /Kiss//Kiss/
lanjut kak
Sheva Linda
bagus bgt ceritanya, karakter Sabda keren, gentle, baik... paket komplit pokoknya
Yunita Dwi Lestari
/Heart//Heart//Heart//Heart/ lanjutt kak
Yunita Dwi Lestari
/Heart//Heart//Heart//Heart/
gojam Mariput
wkwkwk.....sabda gr tuh
gojam Mariput
seindah itu masa kuliah
gojam Mariput
kangen masa2 itu, udah puluhan tahun berlalu. kk othor bikin aku muda lagi nih
Lel: othornya juga sedang mengenang masa muda
total 1 replies
gojam Mariput
serunya masa remaja
Yunita Dwi Lestari
lanjut kak
Yunita Dwi Lestari
lanjut kak/Heart/
Yunita Dwi Lestari
lanjut kak /Heart/
Yunita Dwi Lestari
lanjut kak/Heart/
gojam Mariput
suka banget sama karakter sabda yg strong, manly , visioner
Yunita Dwi Lestari
lanjut kaaakkk /Heart//Heart/
Yunita Dwi Lestari
semangat kak
Yunita Dwi Lestari
kereeen kak
semangat terusss ya /Heart/
Yunita Dwi Lestari
bagus kak 😍😍
lanjut ya kak
semangat
Lel: terimakasih
total 1 replies
Yunita Dwi Lestari
bacaan ringan tp menarik. tidak melulu ttg org pemilik perusahaan n CEO.
Yunita Dwi Lestari
lanjut ya kak. cerita nya ringan tp asik bgt. dr segi bahasa jg menarik.
Lel: terimakasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!