Apa yang kalian percaya tentang takdir? Bahwa sesuatu hal yang tidak akan pernah bisa kita hindari bukan? Takdir adalah hal yang mungkin saja tidak bisa diterima karena berbeda dengan apa yang kita harapkan. Tapi percayalah, rencana Allah itu jauh lebih indah meski kadang hati kita sangat sulit menerima nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RJ Moms, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nembak
“Berani bawa kakak, huuuuuh.”
“Kalau gak berani, sini aja gabung biar jadi kacung sekalian.”
Amelia mengabaikan sindiran dari Karina dan teman-teman. Baginya hal itu hanyalah sebuah kesia-siaan yang membuang waktu.
Hari ini terpaksa Amelia pergi ke kantin untuk jajan. Dia yang terbiasa ngasih Ade-teman kelasnya makan, terpaksa absen karena makanan yang Amelia bawa tumpah ruah oleh Karina.
“Kita jajan bakso aja ya. Goceng tapi lumayan kenyang.”
“Ya udah, yuk. Kebetulan hari ini aku dapat uang saku hasil jual cengkeh kemarin.”
Amelia mengangguk bangga pada temannya itu. Setiap pagi sehabis suhu, Ade pergi memungut cengkeh yang terjatuh dari beberapa pohon yang tumbuh di sekitaran rumahnya. Dia akan menjemur dan menjualnya jika sudah cukup banyak. Kata Ade minimal harus ada lima kilo baru diterima tengkulak.
“Kenapa lagi sih Karina? Dia nyindir kamu terus dari pagi.”
“Dia tadi jatuhin kotak makan kita, keliatan sama abang aku. Terus abang marah.”
“Ya wajar lah abang kamu marah. Kenapa Karina malah nyindir kamu terus, bukannya kapok.”
“Biarin aja lah, gak usah dibahas. Hilang mood kita nanti gara-gara mikirin dia.”
“Iya, sih. Cuma kan kamu itu jago silat, Mel. Kenapa gak dilawan aja sih? Gemes tau gak sih.”
“Buat apa? Gak manfaat juga lawan dia. Kalau mau melawan Karina jangan pake fisik. Nanti aku juga kena omel guru BK. Aku punya cara sendiri biar dia jera.”
“Apa?”
“Belum saatnya. Nanti aja kalau timing nya pas.”
“Penasaran jadinya. Apa sih? Tapi apapun itu semoga dia kapok dan gak ganggu kamu lagi.”
“Besok juga pasti aku kasih tau.0
Lihat saja, pulang sekolah dia pasti kena omel ayahnya. Dikira Abang cuma gebrak dia doang kali.
Selesai istirahat, Ade dan Amelia beserta yang lainnya kembali ke kelas. Untuk menuju kelas, mereka melewati lapangan basket dan uks.
“Eh, tunggu, tunggu.” Ade menghentikan langkah kaki Amelia. Dia berjalan mengintip lewat jendela yang terbuka.
“Apa sih?”
“Sssttt.”
Karena penasaran, Amelia pun ikut mengintip.
“Itu gunawan bukan sih? Kepsek basket. Dia terluka apa gimana?”
“Ya kamu lihat dia lagi apa di dalam uks? Liburan? Ya pasti sakit lah. Palingan terkilir.”
“Ganteng banget ya dia.”
“Suka? Aku panggilin ya. Gun—“
“Gunawan ada salam dari Amelia ….”
Amelia terkesiap mendengar teriakan Ade. Anak itu hanya bisa diam saat Gunawan yang tengah duduk setengah berbaring itu menatap ke arahnya.
“Hehe, dia bohong.” Ujar Amelia sambil melambaikan tangan. “Dia becanda. Sorry ya.” Amelia terlihat gugup. Dengan sisa tenaga yang ada, perlahan Amelia pergi meninggalkan uks.
“Adeeee.”
“Hahaha. Susu siapa kamu mau isengin aku. Kalah gercep, kicep kan.”
“Ihhhhh, malu tau. Dia ngeliat aku tadi.”
“Hahaha. Gak apa-apa lah, kan becanda ini.”
“Kalau dia nganggap nya serius, gimana?”
“Ya syukur lah, berarti salam kamu terbalaskan.”
“Ya kali terbalas, kalau dia malah berbalik kesal dan marah, il feel sama aku, gimana? Lagian akunya juga gak tertarik sama dia.”
“Yakin?”
“Ya iyalah. Kalau Karina tau, bisa habis aku, De.”
“Iya, ya. Kan Karina suka banget sama gunawan. Meski kita semua tahu gunawan gak suka sama Karina.”
“Sttttt. Diem ah. Jangan cari perkara.”
Baru saja mereka duduk, tiba-tiba Karina datang. Wajahnya terlihat jelas bahwa dia sedang tidak senang.
Brakkkk!
“Apa sih, datang-datang langsung gebrak meja orang.”
“Diem lo! Gue udah sabar ya selama ini sama lo, lo—“
“Sabar? Gue yang selama ini sabar ngadepin lo. Gue diem bukan berarti takut ya, Rin.”
“Berani sekarang lo sama gue? Ayo sini kalau berani, ayo!” Karina menarik tangan Amelia menuju luar kelas.
“Weiiiii, gue ada pengumuman nih! Lo tau siapa dia? Anak alim yang dipuji banyak guru, ternyata dia adalah perebut pacar orang. Gundik sekolah!”
“Ihhhhh, apaan sih lo! Hati-hati lo kalau ngomong.”
Ameli melepaskan tangan Karina dengan kasar.
“Iya, lo ngerebut gunawan dari gue!”
“Hah? Ngerebut? Heh, Rin. Semua orang di sekolah ini tau kalo kalau dia gak mau sama lo. Ngerebut? Ngaca lo! Dia aja bukan milik lo, gimana bisa disebut ngerebut?”
“Kurang ajar ya lo lama-lama. Sekolah sih sekolah aja. Bukannya selama ini lo emang cuma mau sekolah doang makanya nolak masuk ke circle gue? Terus apa sekarang? Lo pacaran? Lo bahkan ngambil gunawan dari gue!”
“Sorry, tapi gue gak ngerti maksud lo apa.”
“Mel, tadi gunawan bilang sama orang-orang kalau alasan dia nolak Karina karena sebenernya dia pacaran sama lo,” ujar Kinasih.
“What?”
“Jangan pura-pura bego deh! Jadi, selama ini lo ngetawain gue di belakang gitu? Lo ngeliat gue ngejar gunawan sementara lo ketawa karena di belakang gue lo pacaran sama dia!”
“Ini pasti salah faham. Gue gak pacaran sama dia.”
“Bohong! Munafik lo, lo bilang murni sekolah doang ternyata lo nikung temen di belakang. Wah, inikah yang diajarkan Ibu Ira yang terhormat!”
Mendengar ibunya disebut, Amelia naik pitam. Dia menarik tangan Karina, memutarnya lalu membanting tubuhnya ke lantai.
Semua orang terdiam.
“Gue selama ini diem karena lo masih dalam batas wajar gue. Tapi jika lo nyebut ibu gue, ayo kita sparing di arena. Gue bantai lo sampai babak belur!” Amelia berteriak.
“Lo, dan lo juga. Sini maju, bantuin ketua genk kalian. Biar gue bikin rontok tuh gigi tonggos lo!”
Dua orang wanita dengan paras pas-pasan itu mundur perlahan.
Prokk prokk prokk
“Bravo, sayang.”
Sontak semua orang menoleh pada arah sumber suara. Anak laki-laki tinggi dengan tubuh tegap itu berjalan menghampiri dengan kaki terpincang.
“Heh, lo bilang apa sama anak-anak? Pacar? Kita pacaran? Sejak kapan?”
“Sejak hari ini,” jawab Gunawan singkat.
“Dasar gila! Kapan juga lo nambal gue sampe kita harus jadian.”
“Hari ini.”
“What?”
“Amelia, gue suka sama lo. Mau gak lo jadi pacar gue?”
Amelia melongo mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh sang kapten basket itu. Dia melihat sekeliling di mana hampir setengah siswa ada di sana menyaksikan gunawan menyatakan cinta pada Amelia. Sementara itu, Karina yang kesakitan menangis histeris mendengar gunawan nembak Amelia.
“Kurang setengah kali ya otak lo!” Itulah jawaban Amelia pada pernyataan cinta Gunawan.
“Siapapun yang berani deketin Amelia. Dia berurusan sama gue! Inget itu!”
Ameli bergidik mendengar ucapan Gunawan seraya pergi berlalu. Dia tidak peduli dengan sorakan riuh teman-temannya.
“Gak nyangka ya, salam yang tadi di asal sayur opor sekawali-kawalinya.”
“Ade, diem gak!”
Ade tertawa melihat sikap temannya.