NovelToon NovelToon
Dinikahi Duda Mandul!!

Dinikahi Duda Mandul!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Romantis / Janda / Duda / Romansa / Chicklit
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: Hanela cantik

Kirana menatap kedua anaknya dengan sedih. Arka, yang baru berusia delapan tahun, dan Tiara, yang berusia lima tahun. Setelah kematian suaminya, Arya, tiga tahun yang lalu, Kirana memilih untuk tidak menikah lagi. Ia bertekad, apa pun yang terjadi, ia akan menjadi pelindung tunggal bagi dua harta yang ditinggalkan suaminya.

Meskipun hidup mereka pas-pasan, di mana Kirana bekerja sebagai karyawan di sebuah toko sembako dengan gaji yang hanya cukup untuk membayar kontrakan bulanan dan menyambung makan harian, ia berusaha menutupi kepahitan hidupnya dengan senyum.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanela cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 14

Yuda ingin sekali mendekap perempuan itu kedalam pelukannya. Tapi itu tidak mungkin terjadi apalagi mereka tidak memiliki ikatan apapun. Yang bisa Yuda lakukan hanyalah duduk dekat Kirana, memberi jarak yang sopan, namun cukup dekat agar ia bisa mengucapkan kata-kata penenang. Sedangkan Arka tangisnya sudah mereda dalam pelukannya.

“Om… adik nggak apa-apa, kan?” tanya Arka lirih.

Yuda mengusap kepala anak itu. “InsyaAllah, Arka. Adik kamu kuat. Kamu juga harus kuat, ya?”

Tak lama kemudian pintu ruangan terbuka menampilkan seorang dokter dan juga perawat. Yuda cepat berdiri, begitu pula Kirana yang nyaris jatuh karena buru-buru bangkit. Yuda refleks menahan siku Kirana, memastikan ia tidak limbung.

“Dok… bagaimana anak saya?” suara Kirana pecah, serak, dan hampir tak terdengar.

Dokter itu menatap mereka bergantian, lalu mengangguk pelan.

“Kondisi putri ibu saat ini sudah lebih stabil. Kejangnya sudah berhenti.”

"anak ibu mengalami febris convulsion atau kejang demam. Ini umum terjadi pada anak-anak. Karena suhunya naik sangat cepat hingga mencapai 38°C"

Kirana menutup mulutnya, air matanya kembali menetes, namun kali ini bercampur dengan rasa lega yang luar biasa.

“Alhamdulillah…” lirih Kirana.

“Kami sudah memberikan obat penurun panas melalui infus dan juga memasukkan obat anti-kejang untuk menghentikan kejangnya. Sekarang kondisinya sudah terkendali,” jelas Dokter. “Kami akan observasi lebih lanjut di kamar rawat, setidaknya untuk satu atau dua hari, untuk memastikan demamnya tidak naik lagi.”

Yuda maju sedikit, memastikan semua informasi didengar Kirana. “Apakah berbahaya, Dok?”

“Tidak berbahaya, pak. Namun, memang rentan terjadi berulang jika demamnya tinggi lagi. Jadi harus selalu waspada terhadap kenaikan suhu mendadak,” jawab Dokter, melirik Yuda dan Arka yang sedang tertidur.

"apa saya sudah boleh melihatnya dok" tanya Kirana.

" pasien tunggu dipindahkan ke ruang rawat ya buk, baru boleh di jenguk. Kalo begitu saya permisi dulu."

Kirana bernafas lega, tidak terjadi hal yang serius dengan anaknya. Dia sudah panik setengah mati melihat Tiara kejang-kejang.

"Yang penting… Tiara stabil sekarang,” ucap Yuda pelan.

“Terima kasih, Mas Yuda,” ucap Kirana pelan, suaranya masih serak. “Kalau Mas Yuda tidak datang, saya tidak tahu harus berbuat apa.”

“Sama-sama, Mbak. Sudah tugas saya membantu,” jawab Yuda lembut.

Mereka tiba di kamar rawat. Perawat mengatur posisi Tiara di tempat tidur, menaikkan pagar pengaman, lalu menyalakan alat pemantau.

“Demamnya sudah turun sedikit, Bu. Tapi tetap harus diperhatikan ya. Kalau panasnya naik lagi, segera panggil kami,” ucap sang perawat sebelum pergi.

Kirana duduk di kursi tepat di samping tempat tidur Tiara. Tangannya mengusap lembut tangan kecil putrinya itu, memastikan kehangatan tubuhnya kembali normal.

Yuda juga meletakkan Arka di sofa kecil di ruangan itu. Tiba-tiba ponsel Yuda bergetar di saku. Ia mengambilnya dan melihat nama ibunya tertera di layar.

Ia keluar kamar sebentar agar tidak mengganggu.

“Assalamualaikum, Bu.”

“Wa’alaikum salam. Yuda… kamu di mana, Nak? Sudah malam,” suara ibunya terdengar cemas.

“Di rumah sakit, Bu,” jawab Yuda pelan.

“Hah?! Kenapa? Kamu sakit?” Nada suara ibunya naik panik.

“Tidak, Bu. Bukan Yuda…” Yuda menghela napas. “Tiara, anaknya Mbak Kirana, kejang tadi. Yuda bantu bawa ke UGD.”

Ada jeda singkat di ujung telepon. Lalu suara ibunya terdengar sendu dan khawatir.

“Astagfirullah… bagaimana keadaannya sekarang?”

“Alhamdulillah sudah stabil. Sekarang dipindahkan ke ruang rawat.”

“Hm…” Bu Lasma terdengar seperti berpikir keras. “Kamu pulang saja, Yud. Sudah malam. Kasih kabar saja ke mereka kalau butuh bantuan apa-apa.”

Yuda menatap pintu kamar, melihat sosok Kirana yang duduk menunduk, memegang tangan Tiara tanpa bergerak.

Hatinya mengeras sedikit.

“Yuda di sini dulu, Bu… Kirana sendirian. Arka juga tidur. Nggak ada siapa-siapa.”

Ibunya terdiam lama.

“Baiklah… tapi jangan pulang terlalu malam. Ibu khawatir,” ucap Bu Lasma akhirnya.

“Iya Bu. Nanti Yuda kabari.”

Kirana masih duduk diam di samping ranjang Tiara, mengelus rambut putrinya yang terlelap. Yuda duduk di sofa panjang, memastikan Arka yang tidur pulas tetap nyaman.

Keheningan melingkupi ruangan, hanya diselingi bunyi detak monitor deteksi jantung Tiara dan desahan napas Arka.

Setelah beberapa saat, Kirana menoleh ke arah Yuda. Wajahnya dipenuhi rasa bersalah.

“ mas Yuda" panggil Kirana.

“Mas… pulang saja,” ucapnya akhirnya. Suaranya lembut, tapi jelas. “Sudah malam. Mas pasti capek juga, sudah bantu aku dari tadi.”

Yuda langsung menggeleng. “Nggak apa-apa. Aku di sini saja dulu.”

Kirana menunduk, menggenggam tangan Tiara lebih erat. “Mas sudah bantu banyak sekali. Dari tadi aku repotin Mas… aku nggak enak. Mas pulang ya. Biarkan aku jagain Tiara.”

Yuda nampak berpikir sejenak, mungkin Kirana juga tidak nyaman berada satu ruangan dengan dirinya yang bukan siapa-siapa.

"baiklah mbak. Saya pulang dulu nanti kalo ada apa-apa atau butuh sesuatu hubungi saya mbak" ucap Yuda sebelum melangkahkan pergi.

"iya mas. Sekali lagi makasih ya mas sudah membantu saya"

Setelah Yuda pergi, keheningan kembali menyelimuti kamar rawat. Kirana berjalan kembali ke sisi ranjang Tiara. Ia duduk di kursi, mengamati wajah polos putrinya yang tertidur pulas, wajahnya masih sedikit pucat namun napasnya teratur. Ia mengelus lembut pipi Tiara, lalu mencium keningnya.

Rasa lega karena Tiara sudah melewati masa kritis bercampur dengan rasa lelah dan kesendirian yang menusuk.

Pandangan Kirana beralih ke sofa panjang di mana Arka tertidur pulas, diselimuti jaket Yuda. Kemudian, pandangannya jatuh pada pintu yang baru saja ditutup Yuda.

Air mata Kirana menetes diam-diam.

Peristiwa malam ini benar-benar membuatnya kembali merasakan kerinduan yang teramat dalam kepada almarhum suaminya, Arya.

Saat kepanikan melanda, saat ia melihat Tiara kejang, seluruh tubuhnya membeku. Dalam keputusasaan itu, ia teringat bagaimana dulu, saat Tiara masih bayi dan demam tinggi, Arya akan selalu sigap.

Arya tidak pernah panik. Arya akan segera menggendong Tiara, membungkusnya, dan dengan tenang menyuruh Kirana bersiap sambil Arya memanaskan motor. Arya adalah tiang yang menopangnya, tempat ia bersandar ketika ia rapuh.

Namun, yang datang adalah Yuda. Pria yang baru ia kenal. Yuda datang di saat paling genting, menggantikan peran yang seharusnya dilakukan Arya.

“Mas Yuda… Mas Yuda melakukan semua yang seharusnya Mas Arya lakukan,” bisik Kirana dalam hati, isakannya semakin kuat.

Kini, tidak ada siapa-siapa lagi.

“Mas…” suara Kirana tercekat, menghambur seperti doa yang tak pernah ia ucapkan keras-keras. “Andai mas masih ada… pasti mas panik juga tadi…”

Ia menggigit bibirnya, tubuhnya sedikit gemetar menahan tangis.

“Aku capek, Mas…” bisiknya lirih. “Tapi aku harus kuat buat mereka. Aku harus kuat…”

Rasa terima kasihnya kepada Yuda tak terhingga, tetapi rasa bersalahnya juga besar. Bersalah karena ia merasa nyaman dengan kehadiran pria lain. Bersalah karena ia membandingkan Yuda dengan almarhum suaminya.

Kirana menyeka air matanya. Ia kembali menggenggam tangan Tiara.

“Maafin Bunda, Sayang,” bisik Kirana. “Bunda cuma harus kuat. Bunda tidak boleh lemah lagi. Besok, semuanya akan baik-baik saja.” Ia tahu, hidup harus terus berjalan.

1
Ds Phone
marah betul tak ada ampun
Ds Phone
orang kalau buat baik balas nya juga baik
Ds Phone
baru bunga bunga yang keluar
Ds Phone
mula mula cakap biasa aja
Ds Phone
terima aja lah
Ds Phone
orang tu dah terpikat dekat awak
Ds Phone
orang berbudi kitaberbads
Ds Phone
dia kan malu kalau di tolong selalu
Ds Phone
tinggal nikah lagi
Ds Phone
terlampau susah hati
Ds Phone
dia tak mintak tolong juga tu
Ds Phone
orang tak biasa macam tu
Ds Phone
senang hati lah tu
Ds Phone
dah mula nak rapat
Ds Phone
emak kata anak kata emak sama aja
Ds Phone
dah mula berkenan lah tu
Ds Phone
itu lah jodoh kau
Ds Phone
kenapa kau tak bagi dia balik
Ds Phone
anak yang kau pinjam wang nya
Ds Phone
makan nasi dengan mee insten campur telur
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!