Lana Croft, seorang mahasiswi biasa, tiba-tiba terbangun sebagai tokoh antagonis kaya raya dalam novel zombie apokaliptik yang baru dibacanya. Tak hanya mewarisi kekayaan dan wajah "Campus Goddess" yang mencolok, ia juga mewarisi takdir kematian mengerikan: dilempar ke gerombolan zombie oleh pemeran utama pria.
Karena itu dia membuat rencana menjauhi tokoh dalam novel. Namun, takdir mempermainkannya. Saat kabut virus menyelimuti dunia, Lana justru terjebak satu atap dengan pemeran utama pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YukiLuffy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
Lana, memegang Pedang Taktis yang sangat tajam, bergerak cepat, mengikuti bayangan Kael. Di sekeliling mereka, tim Vanguard sudah terlibat dalam pertempuran brutal, menciptakan kekacauan yang terorganisir.
Kael membawa Lana ke sudut yang relatif aman. Ia melepaskan rentetan Thunder Grid (Jaring Guntur) yang besar dan kuat, seketika melumpuhkan lusinan zombie di area itu. Para penyintas yang terkepung, yang kini memiliki ruang untuk bernapas, menatap ke arah guntur dengan kagum. Mereka tahu bala bantuan yang luar biasa telah tiba.
Lana mulai mengayunkan pedangnya. Ayunannya awalnya canggung dan lemah, tetapi ia terus memukul kepala zombie yang mendekat. Lana terkejut. Meskipun ia mengayunkan pedang tepat di depan wajah mereka, tak ada satu pun zombie yang menyerang balik. Mereka hanya terus berjalan, seolah-olah Lana hanyalah hantu.
Mengapa mereka mengabaikanku? Lana bingung, tetapi ia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia mengayunkan pedangnya dengan sekuat tenaga, mengumpulkan pengalaman bertarung pertamanya.
Kael, di tengah pertempuran, melirik Lana. Ia tersenyum tipis. Tentu saja zombie itu mengabaikannya. Sejak mereka keluar dari RV, Kael telah membungkus Lana dengan lapisan tipis Mental Cloak, membuat gadis itu tidak terdeteksi oleh indra busuk para mayat hidup. Kael mulai memberi Lana petunjuk, membimbingnya cara memegang pedang dengan benar dan sudut mana yang paling efisien untuk memutus medulla oblongata.
Di bawah bimbingan Kael, Lana meningkat pesat. Ia berhasil menebas kepala zombie satu per satu, rasa takutnya tergantikan oleh adrenalin yang manis. Namun, setelah tiga puluh menit pertempuran intens, tubuh Lana mencapai batasnya. Lengan dan bahunya terasa seperti terbakar.
"Kakak... Aku kehabisan tenaga," bisik Lana, suaranya parau karena kelelahan.
Kael tertawa. Ia segera menarik Lana ke pelukannya, memposisikan gadis itu di belakangnya, sementara ia membersihkan sisa zombie di sekitar mereka.
Tak lama kemudian, semua zombie tumbang. Api besar dari bensin yang disiram Lucas membakar mayat-mayat itu.
Dari selusin penyintas yang diserang, hanya enam orang yang berhasil bertahan, semuanya tampak seperti mahasiswa yang ketakutan.
Seorang gadis melangkah maju. Dia tinggi, dengan rambut cokelat panjang yang diikat, dan mata yang besar dan memancarkan aura polos dan rapuh. Dia adalah tipe kecantikan yang lembut dan memikat.
"Terima kasih banyak. Kami adalah mahasiswa dari Universitas Washington. Kami pikir kami tidak akan selamat," ujar gadis itu, suaranya nyaris berbisik namun merdu.
"Saya Chloe Vance," katanya, dan mengulurkan tangan ke arah Kael. "Saya merasa Anda... memiliki koneksi yang aneh dengan saya."
Kael, yang sedang sibuk mengencangkan Pedang Taktis Lana di pinggang gadis itu dan memijat bahunya yang kaku, sama sekali mengabaikan tangan yang terulur itu.
Mike, yang melihat tatapan dingin Kael, segera melangkah maju dan menjabat tangan Chloe. "Mike. Ini Kapten kami, Kael Thorne. Dia agak sibuk saat ini."
Lana, yang sejak tadi terkejut melihat wajah Chloe, kini membeku saat mendengar nama belakang gadis itu. Chloe Vance. Inilah dia. Sang Heroine sejati, yang akan menjadi pemilik Divine Orchard dan ratu di akhir zaman.
Semua yang ia baca dalam novel itu tiba-tiba terasa nyata. Kael ditakdirkan untuk jatuh cinta padanya.
Rasa sakit yang tajam menghantam dada Lana, seolah jantungnya diremas oleh tangan tak terlihat. Itu adalah kombinasi dari rasa takut yang mendalam, cemburu yang membakar, dan pengkhianatan yang dibayangkan. Wajah Lana langsung pucat pasi.
"Duh..." Lana mencengkeram dadanya, membungkuk kesakitan.
Kael segera menyadari perubahan drastis pada Lana. Rasa panik yang dingin langsung membekukan wajahnya.
"Lana! Ada apa?!" Kael tidak peduli dengan Chloe, Lucas, atau zombie yang baru dibakar. Ia dengan cepat mengangkat Lana ke pelukannya dan bergegas kembali ke RV.
"Ada yang terluka? Dia kenapa?" tanya Chloe bingung, merasa terabaikan.
"Mundur!" perintah Lucas dingin, sambil mengikuti Kaptennya.
Di dalam RV, Kael meletakkan Lana di tempat tidur. Dengan tangan gemetar, Kael mulai merobek pakaian Lana.
"Di mana lukanya? Mana yang terluka? Katakan padaku, Lana!" Kael menggeledah tubuh Lana, matanya dipenuhi ketakutan gila. Ia hanya bisa melihat janji yang ia buat diancam.
Lana, yang terkejut dengan kecepatan Kael melucuti pakaiannya, akhirnya sadar dari kepanikan emosionalnya. Ia kini terbaring telanjang, sementara Kael, dengan wajah yang penuh ketakutan yang mengerikan, memeriksa setiap inci kulitnya.
"Kael! Berhenti! Aku tidak terluka!" seru Lana, wajahnya langsung memerah padam.
Kael berhenti, melihat tidak ada setetes darah pun di kulit Lana yang mulus. Ia menarik napas lega, tubuhnya lemas karena rasa takut.
"Sungguh? Hanya pusing? Kenapa kau membuatku panik seperti itu?" Kael menghela napas, rasa lega bercampur amarah.
Lana menatap wajah Kael yang kini tampak kelelahan dan dipenuhi kepedulian yang mendalam. Kael sangat takut kehilangannya. Rasa takut itu begitu kuat hingga melampaui semua batasan dan kepantasan.
Melihat betapa paniknya Kael, semua keraguan Lana lenyap. Chloe mungkin adalah Heroine dalam alur cerita, tetapi Kael telah memilih jalannya sendiri.
Lana meraih tangan Kael. "Aku tidak apa-apa, Kakak. Maafkan aku."
Kael memeluk Lana, meletakkan kepala gadis itu di dadanya yang kuat.
"Jangan pernah takut lagi, Lana. Aku tidak akan pernah melepaskanmu," bisik Kael, janji itu sekali lagi terukir.
Lana tersenyum. Ia memutuskan untuk percaya pada pria ini. Di dunia ini, dialah satu-satunya miliknya.
mendengar konpirmasi
jadi
mandengar ucapan itu