NovelToon NovelToon
Hanasta

Hanasta

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Romantis / Psikopat itu cintaku / Mafia
Popularitas:10
Nilai: 5
Nama Author: Elara21

Hanasta terpaksa menikah dengan orang yg pantas menjadi ayahnya.
suami yg jahat dan pemaksaan membuatnya menderita dalam sangkar emas.

sanggupkah ia lepas dari suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elara21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hanasta 14

Pagi itu, langit berawan, angin dingin berhembus dari gunung.

James keluar dari mansion tanpa sarapan, tanpa bicara dengan siapa pun, bahkan tanpa memikirkan apa pun selain satu hal:

SMA Liora.

Sekolah tempat saksi itu kemungkinan besar berasal.

Ia memutar kunci mobilnya dengan cepat dan melaju dari gerbang mansion tanpa menoleh.

Di belakangnya, dua motor hitam keluar 12 detik kemudian.

Lima dan Tujuh —

bayangan yang dikirim Soni.

 

DI DALAM MOBIL JAMES

James memijit setir dengan gugup.

Semalam ia menemukan potongan kecil informasi:

Saksi.

Remaja perempuan.

Seragam SMA Liora.

Itu tidak cukup…

tapi itu jauh lebih banyak daripada apa yang Soni biarkan ia tahu selama dua tahun ini.

James menggeram.

“Ayah… kenapa kau sembunyikan ini?”

Mobil James menempuh jalan utama.

Sekitar 18 menit menuju SMA Liora.

Ia tidak tahu,

setiap tanjakan yang ia lalui,

setiap belokan yang ia ambil…

dua motor di belakangnya tidak pernah menjauh.

 

RUANGAN SONI — WAKTU YANG SAMA

Soni berdiri dekat jendela besar lantai tiga, memantau halaman melalui pantulan kaca.

Seorang penjaga masuk dengan tab yang sudah terbuka.

“Tuan, James meninggalkan mansion.”

Soni tidak menoleh.

“Jalan mana?”

“Jalur timur, menuju pusat kota.”

Soni tersenyum kecil.

“Ke SMA Liora, tentu.”

“Perintah, Tuan?”

Soni membalik badan, mendekat — sorot matanya sangat dingin.

“Jangan ganggu dia,” katanya.

“Tapi pastikan dia tidak bertemu siapa pun… yang berbahaya.”

Penjaga mengangguk.

“Kalau ia mendekati saksi itu?”

“Patahkan jembatannya,” ujar Soni,

“tanpa menyentuh dia.”

 

DI DALAM SMA LIORA

James memasuki gerbang sekolah yang teduh oleh pepohonan tinggi.

Murid-murid sudah berada di kelas, jadi halaman sepi.

Ia menuju ruang administrasi.

Resepsionis tersenyum profesional.

“Selamat pagi, ada yang bisa dibantu?”

James menampilkan sikap ramah tapi tegas yang biasa ia gunakan di perusahaan.

“Saya ingin bertanya tentang daftar siswa yang lulus dua tahun lalu,” katanya.

Resepsionis mengangkat alis.

“Untuk keperluan apa, Pak?”

“Ada kejadian dua tahun lalu, saya perlu menemukan seseorang.”

Wanita itu membuka komputer.

“Bisa Anda sebutkan nama siswanya?”

James menghela napas.

“Itu masalahnya… saya tidak tahu nama pasti.

Hanya… Rani, Rina, atau Raina.

Salah satu dari itu.”

Resepsionis menyempitkan mata.

“Banyak nama mirip.

Mungkin Anda bisa memberi ciri-ciri?”

“Rambut panjang.”

“Pemalu.”

“Sering jalan kaki malam.”

“Pulang sendirian.”

Resepsionis mengetik.

Setelah beberapa detik, muncullah daftar:

Rani Sasmitha

Rania Kirei

Rina Setiya

Rainata Lior

Raina Sari

Rena (mirip nama)

Ada 6 orang.

James menatap daftar itu, hati berdetak cepat.

“Bisa saya minta alamat mereka?”

Wanita itu menggeleng cepat.

“Maaf, tidak bisa tanpa surat resmi kepolisian.”

James mengusap wajah.

“Baik… kalau begitu, apakah ada guru yang mengenal mereka?”

Wanita itu berdiri.

“Saya panggilkan pembina angkatan.”

James mengangguk.

Sementara wanita itu pergi—

dua motor hitam berhenti di depan gerbang sekolah.

 

LIMA & TUJUH MENGAWASI

Lima turun dari motor, tatapannya tajam.

“Dia sudah masuk,” katanya pada rekannya.

“Kerja kita baru dimulai.”

“Kita cegah dia?”

“Tidak langsung,” jawab Lima.

“Tuan Soni bilang jangan sentuh dia…

tapi pastikan dia tidak ketemu siapa pun yang penting.”

Tujuh mengangguk.

“Target: saksi dari angkatan dua tahun lalu,” kata Lima pelan.

“Kita harus tahu siapa dia sebelum James menemukannya.”

Mereka masuk ke sekolah melewati penjaga, menggunakan kartu tamu palsu luar biasa meyakinkan.

Langkah mereka diam,

gerakan tenang,

namun berbahaya.

 

RUANG GURU – WAKTU YANG SAMA

Pembina angkatan 2 tahun lalu,

Ibu Mila, duduk di hadapan James.

“Banyak siswa perempuan waktu itu, Pak James,” katanya lembut.

James mengangguk.

“Saya hanya butuh satu.

Satu siswa yang… pada malam tertentu sekitar dua tahun lalu… mungkin pulang lewat Jalan Eber Lane.”

Mata Ibu Mila terbelalak kecil.

“Eber Lane?

Jalan tempat kecelakaan itu?”

James menegang.

“Ya.

Ada murid Ibu yang lewat sana?”

Guru itu ragu.

Ia menggigit bibir.

“Beberapa anak memang pulang lewat sana, itu jalur umum…”

“Tapi adakah yang… terlihat trauma waktu itu?”

Ibu Mila menarik napas.

James menunggu dengan tubuh tegang.

Guru itu menatap lantai.

Lalu berbisik:

“…ada.”

James terperanjat.

“Siapa?”

Ibu Mila menggeleng.

“Aku tidak yakin kau boleh menemui dia.

Dia… ketakutan.

Sangat ketakutan waktu itu.”

“Karena melihat kecelakaan?” James bertanya pelan.

Guru itu menatap James lama.

“…tidak.

Ketakutannya bukan karena kecelakaan.”

suara Ibu Mila pecah lirih.

“Dia takut… karena seseorang.”

James merasa seluruh dunia berhenti.

“Siapa orang itu?”

bisiknya.

Ibu Mila membuka mulut—

tapi pintu ruang guru terbuka lebar tiba-tiba.

Lima dan Tujuh masuk.

“Maaf,” kata Lima sopan tapi dingin,

“kami dari yayasan sekolah.

Ada beberapa berkas yang perlu ditandatangani.”

Guru itu berdiri, tampak gugup.

“Oh, ya… ya tentu…”

Ia menatap James, tatapannya berubah jadi ketakutan—

seolah ia baru sadar sesuatu:

James sedang diawasi.

Dan dia tidak boleh bicara lebih jauh.

Ibu Mila menunduk cepat.

“Maaf, Pak James… saya tidak bisa bicara lebih banyak.

Saya mohon Anda… berhati-hati.”

James ingin mengejar, tapi Lima berdiri sedikit menutup jalannya.

“Maaf, Tuan,” katanya sopan.

“Guru harus menyelesaikan urusannya.”

James menyadari sesuatu.

Dua orang ini…

bukan guru.

Bukan staf.

Dan bukan orang biasa.

Darahnya mendingin.

Ayahnya.

Ini ulah ayahnya.

James mengepalkan tangan.

“Aku tidak selesai,” katanya dingin.

Lima tersenyum kecil.

“Tuan Soni bilang Anda pasti bilang begitu.”

James terkejut.

Lima menambahkan:

“Tapi kami punya pesan untuk Anda.”

"Apa itu?"

James menatap tajam.

Lima mendekat, berbisik:

“Berhentilah.

Sebelum Anda menemukan sesuatu…

yang Anda tidak sanggup menanggungnya.”

James menatapnya dengan dingin.

“Kalau aku takut menanggung kenyataan…

aku sudah berhenti dua tahun lalu.”

Ia melangkah keluar melewati Lima dan Tujuh dengan bahu tegang.

 

DI DALAM RUANGAN HANA – WAKTU YANG SAMA

Hana tiba-tiba menjerit kecil dan jatuh dari sofa, memegang dadanya.

“Ada apa ini…

James… James… jangan…”

Ia menangis keras, tubuhnya gemetar.

Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi—

tapi ia tahu satu hal:

James baru saja masuk ke wilayah yang Soni lindungi…

dan Soni tidak akan biarkan dia keluar dengan selamat.

Air mata Hana mengalir deras.

“Jamesss… tolong jangan sendirian…”

bisiknya lirih.

“Jangan cari hal yang bisa membunuhmu…”

By Eva

17-11-2025

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!