Hidup Syakila hancur ketika orangtua angkatnya memaksa dia untuk mengakui anak haram yang dilahirkan oleh kakak angkatnya sebagai anaknya. Syakila juga dipaksa mengakui bahwa dia hamil di luar nikah dengan seorang pria liar karena mabuk. Detik itu juga, Syakila menjadi sasaran bully-an semua penduduk kota. Pendidikan dan pekerjaan bahkan harus hilang karena dianggap mencoreng nama baik instansi pendidikan maupun restoran tempatnya bekerja. Saat semua orang memandang jijik pada Syakila, tiba-tiba, Dewa datang sebagai penyelamat. Dia bersikeras menikahi Syakila hanya demi membalas dendam pada Nania, kakak angkat Syakila yang merupakan mantan pacarnya. Sejak menikah, Syakila tak pernah diperlakukan dengan baik. Hingga suatu hari, Syakila akhirnya menyadari jika pernikahan mereka hanya pernikahan palsu. Syakila hanya alat bagi Dewa untuk membuat Nania kembali. Ketika cinta Dewa dan Nania bersatu lagi, Syakila memutuskan untuk pergi dengan cara yang tak pernah Dewa sangka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perubahan sikap Dewa
"Andrew sebaiknya ikut bersamamu. Jika dia tetap di sini, nanti orang-orang akan curiga."
Nessa mengucapkan kalimat itu sambil melipat kedua tangannya didepan dada. Ya, dia memang sangat menyayangi cucunya. Namun, dia tak bisa jika harus memelihara sang cucu tanpa kehadiran Syakila.
Bagaimana jika seseorang mulai curiga bahwa ternyata Andrew bukan anak kandung Syakila? Apalagi, wajah Andrew perlahan mulai memiliki kemiripan dengan wajah Nania.
"Baiklah," angguk Syakila.
Bayi itu tak berdosa. Meski, Syakila sangat membenci Nania, namun perasaan bencinya tak layak diteruskan kepada Andrew.
Lagipula, pengasuh Andrew juga akan ikut. Jadi, tak masalah jika Andrew ikut dengannya, kan?
"Ck, barang-barang mu kenapa sedikit sekali?" tanya Nessa saat melihat Syakila hanya akan membawa satu koper berukuran sedang menuju ke rumah suaminya.
"Barang-barangku memang hanya segini. Untuk membeli lebih banyak, aku tidak punya cukup uang," jawab Syakila.
Nessa seketika merasa tersindir. Seolah-olah, Syakila sedang mengingatkan dirinya bahwa sebagai seorang Ibu angkat, Nessa tak pernah memberikan uang untuk Syakila membeli barang-barang kebutuhan pribadinya.
"Makanya, kerja lebih keras supaya kamu dapat uang!" sahut Nessa yang tak mau disalahkan atas kondisi Syakila.
Syakila kembali geleng-geleng kepala. Dia tak mau berdebat lebih panjang. Setidaknya, sikap Nessa dan Dito sudah agak melunak akhir-akhir ini. Tentu saja, itu semua karena mereka takut kepada Dewa.
"Syakila!" panggil Bibi pelayan. Syakila dan Nessa pun kompak menoleh ke sumber suara.
"Eh, ada Nyonya juga," ucap perempuan paruh baya itu sambil membungkuk memberi hormat kepada Nessa.
"Ada apa?" tanya Nessa dengan nada galak.
"Supir Tuan Dewa sudah datang. Katanya, Nona Syakila disuruh berangkat sekarang."
Nessa pun mengangguk mengerti. "Baiklah. Aku akan segera mengantar Syakila ke depan."
Pelayan itu kemudian pamit untuk kembali bekerja. Sementara, Nessa langsung merangkul lengan Syakila, menggambarkan hubungan Ibu dan anak yang benar-benar akrab.
"Jangan kegeeran! Aku menggandeng tanganmu hanya untuk pamer dihadapan supir keluarga Clarke," bisik Nessa saat keduanya berjalan bergandengan.
"Aku tahu," sahut Syakila.
Tiba di depan rumah, supir yang bertugas menjemputnya langsung memberi hormat kepada Syakila. Setelah itu, pria tersebut langsung mengantarkan Syakila menuju ke kediaman Dewangga Clarke.
"Kak Dewa, kemana? Kenapa dia tidak datang menjemput ku?" tanya Syakila ditengah-tengah perjalanan.
"Tuan Dewa sedang ada rapat penting. Jadi, beliau tidak sempat datang sendiri," jawab supir itu.
Syakila mengangguk paham. Dia dapat mengerti jika pekerjaan sebaiknya memang harus diutamakan.
"Nyonya, kita sudah sampai," ucap pria itu setelah beberapa saat.
Syakila yang sempat melamun sedikit tersentak kaget. Dia segera turun dari mobil lalu berjalan memasuki sebuah rumah bergaya modern minimalis yang didominasi oleh warna monokrom.
"Nyonya, Tuan masih berada di ruang kerjanya. Sebaiknya, Anda tunggu saja sampai Tuan selesai bekerja," ucap supir itu setelah mengantarkan Syakila sampai ke ruang tamu.
"Baiklah. Aku akan menunggu di sini. Tolong, tunjukkan kamar untuk Andrew dan pengasuhnya dulu."
"Baik. Akan saya antar!"
Supir itu segera mengantar Andrew dan pengasuhnya ke salah satu kamar. Sementara, Syakila memilih untuk diam di ruang tamu. Menunggu Dewa selesai dengan pekerjaannya.
Hingga beberapa saat kemudian, Syakila yang sempat tertidur akhirnya terbangun setelah suara orang memanggil namanya terdengar cukup nyaring di telinganya.
"Kak Dewa?" lirih Syakila sambil mengucek matanya.
"Kenapa tidur di sini? Kenapa tidak di kamar saja?" tanya Dewa.
"Aku sedang menunggu Kak Dewa," jawab Syakila.
Dewa tak berkata apa-apa. Dan, entah hanya perasaan Syakila saja atau bukan, tatapan Dewa terlihat begitu dingin kepadanya. Berbeda sekali selama satu bulan terakhir yang tampak sangat hangat dan menyenangkan.
"Ikut aku!" titah Dewa. "Aku akan tunjukkan kamarmu!" lanjutnya sambil melangkah lebih dulu.
Dibelakang, Syakila mengikuti dengan langkah yang sedikit ragu.
"Ini kamarmu," ucap Dewa sembari membuka salah satu pintu kamar.
Syakila masuk dan memperhatikan suasana kamar tersebut. Tiba-tiba, ia menyadari sesuatu.
"Kak, kenapa barang-barang Kakak tidak ada di sini?" tanya Syakila.
"Kamar ku ada di sebelah," jawah Dewa singkat.
"Jadi... Kita tidur terpisah?" tanya Syakila.
"Ya," angguk Dewa. "Aku tidak suka tidur dengan orang lain. Apalagi, kamu sudah punya seorang bayi. Dia pasti akan sangat berisik di malam hari."
Degh!
Entah kenapa, hati Syakila terasa nyeri sekali. Perkataan Dewa terdengar sangat pedas. Namun, dia masih berusaha untuk berpikiran positif. Mungkin, Dewa hanya lelah?
"Istirahatlah! Mulai besok pagi, kamu bertanggung jawab untuk memasak dan membersihkan rumah," ucap Dewa tanpa beban.
"Disini... Tidak ada pembantu?" tanya Syakila ragu.
"Aku tidak suka orang asing tinggal rumah ku. Makanya, aku tidak memperkerjakan pembantu satu pun," jawab Dewa lalu pergi begitu saja.
Dada Syakila terasa sesak. Dia duduk di tepi ranjang seraya berpikir keras. Kenapa Dewa tiba-tiba berubah? Kenapa laki-laki itu mendadak kembali begitu dingin?
Sebenarnya, kenapa Dewa menikahinya?
Syakila tak berani menebak alasannya. Dia takut akan semakin terluka.
***
Hari demi hari terus berlalu. Sikap Dewa semakin bertambah dingin. Tak jarang, jika merasa terganggu dengan tangisan Andrew, maka Dewa akan mengucapkan kalimat sarkas yang cukup menyayat hati Syakila.
"Hentikan tangisan anak haram itu! Kalau tidak, dia akan aku lemparkan keluar rumah," ucap Dewa dengan tatapan kesal.
Syakila menahan perih di hatinya. Perkataan Dewa bagai sebuah pisau yang menyayat perlahan. Sakit.
"Kak Dewa, sebenarnya kenapa Kakak menikahiku?" tanya Syakila suatu hari.
Pernikahan mereka sudah berjalan dua bulan lamanya. Namun, sikap pria itu masih saja tidak berubah. Tetap dingin bahkan tega berkata kasar.
"Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" tanya Dewa seraya melemparkan majalah bisnis yang dia baca kembali ke atas meja.
"Aku hanya ingin Kak Dewa berkata jujur," jawab Syakila. "Aku tahu, Kak Dewa tidak benar-benar menyukaiku. Itu sebabnya, aku ingin tahu alasan Kak Dewa yang sebenarnya."
Dewa mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dia mencoba mencari alasan namun otaknya tak bisa diajak kerja sama. Tak satu pun alasan yang bisa dia temukan.
"Kenapa harus membahas hal ini sekarang? Bukankah, aku sudah pernah bilang kalau aku benar-benar mencintaimu?"
Syakila tersenyum. Matanya berkaca-kaca. "Tapi, mata Kak Dewa tak bisa berbohong. Jelas sekali, kalau Kak Dewa tak memiliki perasaan apapun terhadap ku."
Prang.
Dewa yang merasa terpojok langsung melempar gelas didekatnya hingga pecah berhamburan. Pria itu pun berdiri. Menyambar jasnya lalu menatap Syakila dengan penuh amarah.
"Apa kamu harus mencari masalah seperti ini, Syakila? Dasar, perempuan tidak tahu terimakasih. Sekalipun aku tidak mencintaimu, tapi kamu harus tetap bersyukur karena sudah ku beri tumpangan gratis di rumah ini. Kamu mengerti?"
Syakila mencengkram ujung bajunya kuat-kuat. Air matanya perlahan menetes.
"Oh iya, pengasuh anak haram itu sudah ku pecat. Mulai sekarang, urus bayi pria liar itu sendirian."
"Baiklah," jawab Syakila seraya menggigit pelan bibir bawahnya.
Dia menunduk perlahan. Membiarkan air matanya jatuh membasahi punggung tangannya.
lah
semoga syakila bahagia dan bisa membalas dendam terhadap keluarga dito yang sangat jahat
menanti kehidupan baru syakila yg bahagia...