Romlah tak menyangka jika dia akan melihat suaminya yang berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, bahkan sahabatnya itu sudah melahirkan anak suaminya.
Di saat dia ingin bertanya kenapa keduanya berselingkuh, dia malah dianiaya oleh keduanya. Bahkan, di saat dia sedang sekarat, keduanya malah menyiramkan minyak tanah ke tubuh Romlah dan membakar tubuh wanita itu.
"Sampai mati pun aku tidak akan rela jika kalian bersatu, aku akan terus mengganggu hidup kalian," ujar Romlah ketika melihat kepergian keduanya.
Napas Romlah sudah tersenggal, dia hampir mati. Di saat wanita itu meregang nyawa, iblis datang dengan segala rayuannya.
"Jangan takut, aku akan membantu kamu membalas dendam. Cukup katakan iya, setelah kamu mati, kamu akan menjadi budakku dan aku akan membantu kamu untuk membalas dendam."
Balasan seperti apa yang dijanjikan oleh iblis?
Yuk baca ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BDN bab 14
Ela merasa heran karena Inah malah diam saja saat melihat Romlah, tetapi tatapan matanya begitu menelisik. Wanita itu menatap Romlah dari atas kepala sampai ujung kaki, ada tatapan lain yang dia tangkap dari wanita itu ketika melihat Romlah.
"Nyonya kenapa malah diam saja? Apakah Nyonya tidak akan menerima Romlah? Apakah pengasuh yang saya carikan wajahnya terlalu jelek?"
"Eh, enggak kok. Ini sudah sesuai dengan yang saya inginkan, terima kasih."
Inah memberikan uang kepada Ela, setelah itu Ela pergi dari sana. Setelah kepergian Ela, Minati datang menghampiri sambil menggendong Ayu, sedangkan Wati membawakan tas baju milik Minati.
"Nyonya, karena pengasuh barunya sudah datang saya permisi untuk pulang."
"Hem, pergilah. Kasih anak saya kepada dia," jawab Inah sambil menunjuk Romlah.
Minati terlihat ragu untuk menyerahkan bayi cantik itu, karena dilihat dari sisi manapun wanita yang ada di hadapannya terlihat begitu mengerikan. Ada aura kuat yang membuat dia begitu merinding.
Dia merasa ada gesekan antara api dan juga angin ketika melihat Romlah, seperti akan menciptakan petir dengan suaranya yang dahsyat.
"Ngapunten, Nyonya. Yakin mau mempekerjakan wanita itu untuk mengasuh Neng cantik?"
"Nggak usah banyak omong, cepat berikan dan pergi dari sini. Aku nggak akan ngasih kamu uang, soalnya aku lihat kemarin kamu sudah diberikan uang sama ibu dan juga suamiku."
Inah ternyata diam-diam mendengar percakapan antara Wati dan juga Sugeng terhadap Minati, dia merasa cemburu dan juga marah. Wanita itu tak bisa kalau membiarkan Minati harus menerima keuntungan lagi dari dirinya.
Minati hanya dia menunduk mendengar apa yang dikatakan oleh Inah, sedangkan Wati menggelengkan kepalanya sambil menatap sengit menantunya.
Dia sempat memperhatikan wajah dari Romlah, wajah wanita itu dirasa sangat menjijikan dengan bekas luka di wajahnya itu.
"Ya ampun, Inah. Hanya Karena cemburu kamu malah mencarikan pengasuh yang begitu jelek untuk cucuku, awas aja kalau nanti cucuku akan kenapa-kenapa karena diasuh oleh wanita jelek itu."
Minati menyerahkan bayi cantik itu pada Romlah, setelah itu dia langsung pergi dari sana diantarkan oleh Wati. Anak itu diam, anak itu sangat anteng di dalam gendongan Romlah.
"Sepertinya saya tidak salah memilih kamu untuk menjadi pengasuh anak saya, karena dia begitu Antang di dalam pelukan kamu."
"Iya, Nyonya. Lalu, di mana kamar saya dan juga kamar neng Ayu?"
"Di sebelah kamar saya, ayo saya antar kamu ke sana."
"Iya, Nyonya."
Inah mengantarkan Romlah untuk masuk ke dalam kamar, setelah itu dia memutuskan untuk ke rumah sakit untuk memeriksakan dadanya. Dia merasa kalau dadanya semakin bengkak dan juga sakit, saat dia merabanya terasa begitu keras sekali.
Selepas kepergian Inah, Sugeng yang baru selesai mandi langsung ke dapur. Dia ingin sarapan karena hari ini dia berniat untuk pergi ke restoran miliknya.
"Bi, kok di rumah sepi banget? Pada ke mana?"
Sugeng duduk di salah satu kursi yang ada di ruang makan itu, pria itu mengambil piring kosong. Lalu, bibi yang memang ada di ruang makan langsung menyendokkan nasi lengkap dengan lauknya untuk majikannya itu.
"Ibu lagi antar Minati ke rumah baru, sedangkan nyonya sepertinya pergi ke dokter. Soalnya saat keluar dari dalam rumah, nyonya menggerutu katanya dadanya sakit dan ingin segera diperiksa."
Sugeng menganggukan kepalanya sambil mengunyah makanan, setelah dia menelan makanan, Sugeng langsung menolehkan wajahnya ke arah bibi, lalu dia kembali bertanya.
"Oh, terus kalau anak saya sama siapa?"
"Ama pengasuh baru, Tuan. Tadi saya lihat nyonya mengantarkan pengasuh baru itu ke dalam kamar neng Ayu, saya liat pengasuh barunya buruk rupa."
"Hah? Beneran nyari yang buruk rupa?"
"Iya, sebelah mukanya kaya ada bekas luka bakar gitu."
"Serius?" tanya Sugeng yang merasa tidak percaya kalau istrinya itu benar-benar mencarikan pengasuh yang berwajah jelek untuk putrinya.
"Iya, jelek tenan. Namanya Romlah," jawab Bibi.
Uhuk! Uhuk!
Mendengar nama Romlah, Sugeng langsung tersedak makan. Dia terbatuk-batuk sambil menepuk-nepuk dadanya, dadanya terasa begitu sesak sekali, dia juga merasa kalau tenggorokannya begitu panas.
Dia langsung teringat akan istri pertamanya yang dia bakar menggunakan minyak tanah, wanita itu berteriak dan menjerit kesakitan. Seluruh tubuhnya terbakar, hal itu membuat dia takut dan juga mual dalam waktu yang bersamaan.
"Minum dulu, Tuan."
Bibi cepat-cepat mengambilkan segelas air untuk Sugeng, pria itu dengan cepat mengambil air minum itu dan meneguknya sampai habis.
"Gila! Aku sampai tak napsu makan, sakit banget."
"Tuan kenapa?"
"Tidak apa-apa, saya sudah kenyang."
Sugeng sebenarnya masih sangat lapar, tetapi dia penasaran ingin melihat pengasuh baru untuk putrinya itu. Sugeng cepat-cepat pergi dari ruang makan menuju kamar Ayu.
Saat tiba di depan kamar, Sugeng mengintip ke dalam kamar itu karena memang pintu kamar Ayu tidak tertutup rapat. Dia bisa melihat kalau di dalam kamar itu ada perempuan yang sedang menggendong Ayu, tapi posisi wanita itu sedang membelakangi dirinya.
Wanita itu menimang-nimang bayi itu sambil menyanyikan sebuah lagu Jawa, lagu yang terdengar begitu familiar di telinganya. Lagu yang merupakan lagu kesukaan Romlah.
Bulu kuduk Sugeng langsung berdiri semua mendengar suara merdu yang keluar dari bibir Romlah, tidak ada yang salah dengan lagu itu, tidak ada yang salah dengan suara yang keluar dari bibir Romlah.
Karena lagu itu terasa enak didengar, tetapi entah kenapa membuat seluruh tubuhnya merinding semua. Setelah beberapa saat Romlah menimang-nimang bayi cantik itu, dia menidurkan bayi itu di atas ranjang.
Sugeng kini bisa melihat dengan jelas wajah dari wanita yang menjadi pengasuh baru putrinya, wajahnya begitu buruk, dia sampai mual dibuatnya.
"Gila! Jelek bage tuh orang, kok Inah gak geli sih liatnya?" ujar Sugeng lirih.
Walaupun ucapan Sugeng begitu pelan, tetapi Romlah bisa mendengarnya. Dia tersenyum lalu menghampiri Sugeng.
"Tuan, kenapa malah berdiri di depan pintu? Kenapa tidak masuk saja kalau ingin melihat nona kecil?"
"Eh? Nggak apa-apa, saya cuma mau lihat dari sini. Kamu pengasuh baru anak saya?"
"Iya, semoga Tuan tak kecewa dengan diasuhnya Neng cantik sama saya."
"Ng--- nggak kok, oiya, kamu orang mana? Maksudnya kamu asalnya dari mana?"
"Dari kuburan," jawab Romlah.
"Hah? Maksudnya? Kamu bangkit dari kubur gitu?" tanya Sugeng kaget, dia bahkan refleks memundurkan langkahnya.
"Saya asli orang Jogja, Tuan. Maaf kalau tadi mengagetkan, saya hanya bercanda."
"Jo-- Jogja?" tanya Sugeng tergagap.
Karena istri pertamanya merupakan asli orang sana, tetapi karena ayahnya sukses membangun usaha di kota, hal itu membuat Trisno pindah membawa putrinya ke kota.
"Ya, Tuan itu sebenarnya kenapa sih? Ada kenangan buruk dengan kota Jogja?" tanya Romlah dengan sorot matanya yang begitu tajam ketika melihat Sugeng.
Pria itu sampai menundukkan kepalanya karena tidak berani menatap wajah Romlah, dia bahkan tidak berani menatap sorot tajam mata wanita itu.
Sorot mata wanita itu mengingatkan dirinya kepada Romlah, sorot mata itu yang Romlah berikan kepada dirinya ketika mengetahui dirinya sudah menikah dengan Inah.
"Nggak kok, kamu kerja saja. Saya mau pergi kerja," ujar Sugeng yang dengan cepat pergi dari sana.
Sugeng berjalan dengan cepat, lalu mask ke dalam mobilnya. Sebelum pergi, pria itu terdiam sambil menepuk-nepuk dadanya yang berdebar dengan begitu kencang.
"Kenapa aku merasa kalau sorot mata pengasuh baru itu benar-benar mirip dengan Romlah? Apa iya dia hidup kembali? Tapi --- argh! Gak mungkin, aku sepertinya terlalu kepikiran sama Romlah."
Pria itu akhirnya pergi dari rumah menuju resto yang ada di pusat kota, saat tiba di sana dia begitu kaget karena bertemu dengan satpam baru yang ada di depan resto.
Pria itu memang terlihat gagah dengan tubuhnya yang tinggi tegap, tetapi wajah pria itu mengingatkan dirinya kepada mendiang mertuanya.
"Gila? Kenapa wajahnya begitu mirip dengan pria tua bangka itu? Apa iya tua bangka itu hidup kembali dan berubah menjadi pria muda?"