NovelToon NovelToon
Pengawal Yang Bunuh Ayahku

Pengawal Yang Bunuh Ayahku

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Yatim Piatu / Action / Cinta Terlarang / Mafia / Romansa / Balas Dendam
Popularitas:100
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

"Tujuh tahun aku hidup di neraka jalanan, menjadi pembunuh, hanya untuk satu tujuan: membunuh Adipati Guntur yang membantai keluargaku. Aku berhasil. Lalu aku bertaubat, ganti identitas, mencoba hidup normal.
Takdir mempertemukanku dengan Chelsea—wanita yang mengajariku arti cinta setelah 7 tahun kegelapan.
Tapi tepat sebelum pernikahan kami, kebenaran terungkap:
Chelsea adalah putri kandung pria yang aku bunuh.
Aku adalah pembunuh ayahnya.
Cinta kami dibangun di atas darah.
Dan sekarang... kami harus memilih: melupakan atau menghancurkan satu sama lain."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 15: KEKOSONGAN SETELAH PEMBALASAN

Maafkan aku," bisiknya. "Aku... aku tahu itu tidak cukup. Tapi maafkan aku."

"Maaf tidak mengembalikan mereka."

Alex berdiri, mundur selangkah.

"Aku punya anak perempuan juga," kata Adipati tiba-tiba. "Umur dua puluh empat tahun. Namanya Chelsea."

Alex membeku.

"Aku tidak pernah bisa mencintainya dengan benar. Karena setiap kali aku lihat wajahnya, aku ingat semua dosa yang aku lakukan. Aku tidak pantas jadi ayah."

Adipati tersenyum sedih. "Jadi bunuhlah aku. Aku sudah lelah hidup dengan dosa ini."

Alex mengangkat pistolnya—tangan gemetar.

Ini yang ia tunggu delapan tahun.

Tapi kenapa dadanya terasa sesak?

"Ini... ini untuk Papa, Mama, Elena."

BANG!

Peluru menembus kepala Adipati Guntur.

Tubuhnya jatuh—mata terbuka, darah menggenang.

Mati.

Tapi Alex tidak merasa apa-apa.

Tidak ada kepuasan.

Tidak ada lega.

Hanya... kosong.

Alex berlutut di samping mayat Adipati Guntur.

"Kenapa..." bisiknya. "Kenapa aku tidak merasa lebih baik?"

Delapan tahun menunggu. Delapan tahun membenci. Delapan tahun hidup hanya untuk momen ini.

Tapi sekarang orang yang membunuh keluarganya sudah mati... dan Alex merasa sama kosongnya.

"Papa, Mama, Elena..." air matanya jatuh. "Maafkan kakak. Kakak sudah balas dendam tapi... tapi kakak tidak merasa lebih baik."

Earpiece berbunyi. "Alex, polisi datang dalam lima menit. Kita harus pergi sekarang!" suara Michael panik.

Alex keluar dari mansion seperti zombie—tidak peduli penjaga yang masih hidup, tidak peduli CCTV, tidak peduli apa-apa.

Michael menariknya masuk ke mobil, mengebut pergi.

"Kau berhasil?" tanya Michael.

Alex mengangguk pelan.

"Bagaimana rasanya?"

"Kosong."

Michael tidak berkomentar—ia mengerti.

Tiga hari kemudian.

Alex duduk di apartemennya, menatap foto keluarganya—satu-satunya foto yang masih tersisa. Papa, Mama, Elena, dan dia. Tersenyum. Bahagia.

Di sampingnya, boneka beruang Elena—sudah robek, hampir tidak berbentuk lagi.

"Maafkan kakak," bisiknya sambil memeluk boneka itu. "Kakak sudah bunuh dia. Tapi kakak masih merasa bersalah. Karena kakak jadi monster untuk melakukannya."

Empat puluh tujuh orang.

Empat puluh tujuh nyawa yang ia ambil.

Beberapa mungkin pantas mati. Tapi beberapa... mungkin juga punya keluarga. Punya anak yang sekarang yatim piatu seperti dia dulu.

"Kakak capek, Elena. Kakak ingin berhenti."

Alex mengambil foto itu, menyalakannya dengan korek api.

Api perlahan memakan foto—wajah Papa, Mama, Elena menghilang jadi abu.

"Maafkan kakak. Tapi kakak harus melepaskan kalian. Kalau tidak, kakak akan gila."

Boneka beruang di pelukannya—Alex menangis untuk terakhir kalinya.

"Selamat tinggal, Elena. Semoga kau bahagia di sana."

Keesokan harinya, Alex datang ke kantor Michael.

"Aku berhenti," katanya datar.

Michael mengangkat kepalanya dari dokumen. "Apa?"

"Aku berhenti dari organisasi. Aku mau tobat."

"Alex—"

"Aku sudah balas dendam. Itu satu-satunya alasan aku hidup. Sekarang dia sudah mati, aku tidak punya alasan lagi untuk jadi pembunuh."

Michael terdiam lama, lalu mengangguk.

"Aku mengerti. Apa rencanamu?"

"Ganti nama. Mulai hidup baru. Cari pekerjaan halal." Alex tersenyum pahit. "Kalau masih ada yang mau terima mantan pembunuh."

Michael berdiri, memeluk Alex—pelukan perpisahan.

"Jaga dirimu, Alex. Atau... siapa namamu nanti?"

"Lucian. Lucian Andhika."

"Lucian Andhika," ulang Michael. "Nama bagus untuk awal baru."

Mereka berpisah—dua saudara yang berbagi rasa sakit tapi mengambil jalan berbeda.

Alex—tidak, Lucian—berjalan keluar, meninggalkan dunia gelap itu.

Tapi bayangan masa lalunya akan selalu mengikuti.

Dan suatu hari nanti... bayangan itu akan muncul lagi.

Dalam bentuk yang paling menyakitkan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!