Jodohku Adalah Sahabat Dari Mantan Ku

Pagi yang Tak Biasa

Sesampainya aku di sekolah, seperti biasa aku memarkirkan motor di tempat langgananku — pojok dekat pohon mangga yang daunnya rimbun. Udara pagi itu masih terasa lembap, embun belum benar-benar mengering di jok motor. Entah kenapa langkahku terasa berat, seperti ada beban yang menggantung di dada. Hari ini bukan pagi yang biasa. tidak seperti hari-hari biasa yang sudah kulalui,

Aku berjalan menuju kelas, melewati lorong panjang yang mulai ramai oleh suara tawa dan langkah sepatu teman-teman. Dari jauh sudah terdengar suara musik dari kelas sebelah, dan teriakan beberapa anak yang sedang bercanda. Tapi anehnya, semua keriuhan itu seperti hanya jadi latar yang samar di telingaku. yang biasa aku seperti mereka hari ini aku mendadak jadi pendiam, dan tidak mau tahu banyak hal.

Begitu masuk ke kelas, suasananya benar-benar heboh. Ada yang sedang latihan dance di pojok, ada yang sibuk membuat tugas kelompok, bahkan ada yang main kartu di meja belakang. Aku menatap mereka dengan senyum tipis, mencoba menyesuaikan diri dengan energi yang berhamburan di udara.

“Cila!” seru Yuli, sahabat sekaligus teman sebangkuku yang selalu jadi penyelamat suasana hatiku. Dia melambai dari meja depan dengan senyum lebarnya yang khas. “Tumben banget kamu pagi, biasanya juga mepet bel masuk. Ada apa, nih?” tanyanya sambil menepuk bahuku.

Aku hanya tersenyum lemah, meletakkan tas di kursi, lalu duduk tanpa banyak bicara. Yuli langsung tahu ada sesuatu yang salah. Dia mendekat, menatapku dengan wajah penuh rasa ingin tahu tapi lembut.

“Kamu kenapa sih, Cila ? Kok nggak kayak biasanya. Biasanya kamu tuh paling rame, paling cerewet. aku hari ini kamu mendadak jadi pendiam”

Aku menarik napas panjang. “Aku… putus sama Jen.”

Suara kelas mendadak terasa jauh. Seolah cuma aku dan Yuli yang ada di sana. Kata-kata itu keluar pelan, tapi cukup untuk membuat dadaku berdenyut sakit. Yuli terdiam sejenak, lalu menghela nafas,

"kenapa cila kok kamu bisa putus sama Jen, padahal kan kemarin kalian baik-baik saja nggak kenapa-napa," tanya Yuli

" Yul Aku bingung mau jelasin ke kamu dari mana awalnya, yang jelas aku sudah putus sama Jen dan yang lebih parahnya lagi, setelah kami putus dia melontarkan kata-kata yang bikin dada aku sesak hati aku sakit, bukan lagi kata-kata yang manis ataupun yang mesra melainkan dia menghina Aku bahkan fisik aku aja dia hina, dia bilang kalau aku itu gendut lah, nggak ada langsing-langsingnya, bahkan dia pun membahas soal keluarga aku, Dia bilang katanya keluarga aku kaya tapi motor aku itu-itu aja nggak ganti, pokoknya banyak lagi Yul aku nggak sanggup mengatakannya ke kamu" aku sambil menahan tangis

" ya Tuhan " tatapan Yuli sangat tajam dan dia sangat-sangat marah mendengar ucapanku,

" cila kok kamu bisa sih kenal sama laki-laki brengsek kayak gitu, Aku juga udah ngingetin ke kamu dari awal memang ada kelainan dari laki-laki itu tapi kamu tetap aja membela dia, bahkan membanggakan dia, sial gue sumpahin tuh cowok, semoga dia gak nikah-nikah terus aja dia gonta-ganti cewek, sekalipun nikah semoga dia nikahnya sama janda bahkan janda yang punya anak"

" udah Yuli udah kok jadi kamu yang marah sih, beneran aku nggak papa kok lagi pula mungkin dia bukan jodoh aku kalaupun aku berjodoh sama dia pasti pernikahanku nggak akan bahagia nantinya mungkin Tuhan lebih sayang sama aku makanya aku dikasih tahu dari sekarang" jawabku sambil tersenyum sama Yuli karena aku nggak mau Yuli ikutan sedih dengan apa yang aku rasakan saat ini