Seharusnya kehidupan Serena sempurna memiliki kekasih tampan dan kaya serta mencintainya, dia semakin yakin bahwa cinta sejati itu nyata.
Namun takdir mempermainkannya ketika sebuah malam kelam menyeretnya ke dalam pelukan Nicolás Navarro—paman dari kekasihnya, pria dewasa yang dingin, berkuasa, dan telah menikah lewat perjodohan tanpa cinta.
Yang terjadi malam itu seharusnya terkubur dan terlupakan, tapi pria yang sudah memiliki istri itu justru terus menjeratnya dalam pusaran perselingkuhan yang harus dirahasiakan meski bukan kemauannya.
“Kau milikku, Serena. Aku tak peduli kau kekasih siapa. Malam itu sudah cukup untuk mengikatmu padaku... selamanya.”
Bagaimana hubungan Serena dengan kekasihnya? Lantas apakah Serena benar-benar akan terjerat dalam pusaran terlarang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neon Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
Tak terasa, mereka menikmati hidangan haute cuisine dari hotel bintang lima tersebut. Sebagai putra dari keluarga berada, Gabriel mampu membahagiakan Serena secara materi. Namun, kebahagiaan itu bukanlah satu-satunya hal yang diinginkan Antonio—ayah Serena. Lelaki itu hanya menginginkan yang terbaik untuk putri tunggalnya: seorang pria yang cerdas, mandiri, dan yang paling utama, mampu melindungi putrinya. Penolakan Antonio terhadapnya beberapa waktu lalu masih menjadi duri dalam hati Gabriel, merenggut harga dirinya.
Setelah perut mereka terisi penuh, Gabriel mengajak Serena ke sebuah tempat yang tidak jauh dari restoran. Hanya beberapa langkah, dan mereka sudah sampai di satu ruangan penuh dengan keramaian.
Gemerlap lampu warna-warni memancar ke seluruh penjuru ruangan, menyatu dengan irama musik yang keras hingga memekakkan telinga. Gabriel dan Serena tertarik untuk menikmati atmosfer tersebut. Mereka hanya ingin menghabiskan malam di bar, melampiaskan semua beban pikiran yang cukup memusingkan.
"Sayang, aku mau minum," ucap Serena seraya melangkahkan kakinya ke meja bartender untuk memesan minuman kesukaannya.
"Sayang, jangan itu. Nanti kamu mabuk. Minum ini saja." Gabriel berusaha mencegah Serena, tetapi wanita itu bersikeras dan mengabaikan ucapan kekasihnya.
"Tapi aku mau itu, Sayang... kumohon, boleh ya?" pinta Serena dengan wajah memelas pada Gabriel.
"Baiklah, kalau begitu hanya boleh minum satu gelas." Gabriel mencubit hidung mancung Serena dengan gemas. Dengan cepat, Serena memberi isyarat kepada bartender agar menyajikan minuman yang dia inginkan.
Satu gelas langsung tandas di tangan Serena. Namun, dirinya masih belum puas, dia ingin lagi dan lagi, meminumnya hingga hasratnya terpenuhi.
"Lagi ya, Sayang...."
"Sudah cukup, nanti kamu mabuk, Serena. Menurutlah." Gabriel menyingkirkan gelas yang hendak diminum oleh kekasihnya.
Serena langsung merengek ketika gelas yang hendak dia minum dijauhkan oleh kekasihnya. "Ahhh... kumohon! Satu lagi ya!"
"Tidak, Sayang!" cegah Gabriel ketika tubuh Serena begitu dekat dengan dirinya saat berusaha meraih gelas yang telah dia jauhkan.
Walaupun Gabriel berusaha mencegah Serena agar tidak minum terlalu banyak, nampaknya usaha itu sama sekali tidak mempan. Begitu mudahnya dia luluh dengan rengekan sang kekasih, hingga wanita itu terus meminumnya lagi dan lagi.
"Kita bersenang-senang, Sayang! Ayo, kamu juga minum. Kita lupakan semua masalah. Sekarang nikmati waktu kita!" Rasa hangat menjalar begitu cepat di tubuh Serena setelah dia meneguk minuman itu berkali-kali. Perlahan, akal sehatnya mulai tergerus, kesadarannya menipis.
"Serena, kamu mau ke mana?! Di sini saja. Jangan ke sana. Terlalu ramai!” Gabriel mencoba melarang Serena. Dia tidak mungkin rela jika wanitanya bersentuhan dengan pria lain dalam keramaian itu.
Sambil menggoyang-goyangkan tubuh, Serena turun dari kursi, menuju lantai dansa tempat keramaian. Di sana, orang-orang sibuk berjoget menikmati musik. Mereka tidak peduli jika para lelaki dan perempuan di sana tidak saling mengenal. Kenyataannya, mereka semua memiliki satu tujuan yang sama: menghibur diri.
Serena tiba pada titik di mana dia berada di tengah-tengah keramaian, sementara Gabriel masih mengawasinya dari kejauhan dengan tatapan waspada.
Seorang pria mendekat dan berbicara di dekat telinga Serena. "Hai, cantik! Sendirian saja, boleh aku menemani kamu?"
Seolah mendapat sinyal, tangan lelaki itu mencoba melingkar ke pinggang Serena.
Serena yang tengah kehilangan kendali, seolah tidak sadar sepenuhnya. Dia merasa bahwa lelaki yang sedang merayunya itu adalah Gabriel.
"Mari menari, Sayang!"
Melihat pemandangan itu, dengan sigap Gabriel langsung mendatangi mereka dengan mata yang tajam menusuk. Dia menepis tangan pria asing itu dengan kasar. "Tenang, Bung! Dia pacarku."
"Wow. Maaf!" Pria itu segera menjauh seraya tersenyum lebar.
Beruntung pria itu tidak ingin mencari keributan; dia hanya mencari wanita yang terlihat kesepian. Dia langsung pergi saat Gabriel menegurnya.
Hampir dua jam keduanya berada di dalam tempat yang penuh hiruk pikuk itu. Serena yang semula bersemangat dan tidak berhenti menari kini mulai melemas dan merasakan mual. Sesekali dia tertawa, tetapi dia juga merasakan kegelisahan yang menyesakkan. Matanya yang biru dan semula berbinar, kini terlihat sayu. Sesekali dia mengerling, berusaha menormalkan kesadarannya yang limbung. Bahkan, susunan bicaranya sudah tidak teratur.
"Sayang, kamu tidak akan meninggalkan aku, bukan?" tanya Serena dengan nada sedih.
"Serena, Sayang. Kita pulang, ya. Sudah cukup, okay?." Gabriel membujuk, sambil memapah wanita itu menuju tepi ruangan.
"Di sini saja, ini seperti surga. Dunia itu jahat, semua orang jahat! Aku sudah kotor! Kamu cinta, kan, sama aku? Kamu tidak akan meninggalkanku buka?!" Tiba-tiba mata Serena berkaca-kaca, membasah. Apa yang selama ini dia pendam dalam hatinya terungkap begitu saja.
"Apa maksud Serena berkata seperti itu?" tanya Gabriel dalam hati. Namun, dia menepis keraguan itu karena perempuan itu memang dalam kondisi hilang kesadaran, meskipun tidak seratus persen penuh.
"Sayang jawab, please ... kamu tidak akan meninggalkan aku, kan?" Serena menarik wajah Gabriel agar melihat ke arahnya.
"Ya, aku tidak akan meninggalkan kamu, Sayang." Gabriel menatap mata Serena dengan lekat, menciptakan ukiran senyum yang manis di wajah kekasihnya. Kemudian, dia mendekatkan wajahnya dan mencium bibir wanita itu dengan lembut.
Sontak, beberapa menit mereka bergemuruh dalam sebuah ciuman yang manis, sebelum akhirnya Gabriel tersadar karena hari semakin larut.
"Kita pulang, ya!" ajak Gabriel, yang kali ini dianggukkan oleh Serena. Wanita itu tersenyum dan menurut begitu patuh.
Gabriel merasa sangat bersalah karena sudah mengajak kekasihnya ke tempat seperti itu. Itu adalah kesalahan besar. Akhirnya, Gabriel menggendong Serena dan memutuskan untuk membawa Serena ke apartemen Gaby. Namun, sayang, setelah ditelepon, Gaby justru tidak ada di tempat karena ada urusan mendesak.
Tiga puluh menit kemudian, mobil Gabriel berhenti tepat di halaman rumah megah yang tak lain adalah rumah Serena. Meskipun hatinya penuh keraguan, dia memantapkan hati dan niat untuk mengantar Serena pulang ke rumahnya agar orang tuanya tidak khawatir.
Beruntung, yang membukakan pintu adalah asisten rumah tangga. Namun, dari atas balkon kamar, tanpa diketahui oleh Gabriel, Antonio ternyata memperhatikan mereka. Rasa muak dan tidak suka semakin besar tatkala dia mendapati Gabriel menggendong putrinya dalam keadaan mabuk.
To be continued