"Jika kamu ketauan bolos masuk kelas maka saya akan menikahi kamu saat itu juga!
***
"Cila, ayah mohon penuhi keinginan terakhir bundamu nak, kamu harus setuju dengan perjodohan ini."
"Cila masih mau sekolah ayah! Masa disuruh menikah? Yang benar saja!"
***
"Kok Ustadz disini?"
"Saya suami kamu sekarang."
Cila terkejut dengan kenyataan di depannya. Ia tidak mengira yang akan menjadi suaminya adalah Ustadz Athar, guru di pesantrennya yang selalu menghukumnya itu.
"Ayaaahhh!! Cila gak mau nikah sama Ustadz Athar, dia sering hukum Cila." Rengek Cila dengan ayahnya.
***
Arsyila Nura Nayyara, gadis yang agak nakal dikirim ayahnya ke sebuah pesantren. Bundanya sudah meninggal saat Cila berumur 14 tahun. Bundanya sebelum meninggal sudah membuat beberapa rekaman video. Setiap Cila berulang tahun, ia selalu melihat video bundanya. Dan saat Cila berumur 18 tahun, bundanya meminta untuk Cila menikah dengan anak dari sahabatnya. Gimana kisahnya? yuk ikuti!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fega Meilyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mental Cemen Ina dan Riska
Mengingat masa 15 tahun lalu seperti membuka luka lama. Sejak kejadian kecelakaan itu, Athar terus menyalahkan dirinya sendiri bahwa ia adalah penyebab Aariz, abang dari Cila meninggal. Harusnya Athar yang berada dalam mobil tersebut, namun karena ia ingin bersama Cila jadi ia bertukar mobil dengan Aariz.
Semenjak kejadian itu ia menjauh dari keramaian, menjauh dari keluarganya bahkan menjauh dari gadis masa kecilnya. Jika bersamanya membuat Athar merasa bersalah namun sekarang takdir mempertemukan mereka kembali.
"Kenapa nak?"
Bara melihat ada kesedihan di mata Athar setelah melihat album foto itu, Ia pasti teringat tentang kejadian 15 tahun lalu.
"Gapapa Om."
Bara menepuk pelan baju Athar. "Jangan berbohong nak. Om tau kamu teringat kejadian 15 tahun lalu kan?"
Athar pun tersenyum sebagai jawaban. "Bukankah sudah Bunda Anggi katakan waktu itu sama kamu, itu semua sudah takdir Allah. Kita juga gak mau musibah itu terjadi."
"Tapi Om jika seandainya-"
Bara menggelengkan kepalanya. "Jangan katakan seperti itu, sama aja kamu menentang takdir Allah. Bukankah kamu lebih paham akan hal itu?"
"Astaghfirullahalazim. Maaf ya Allah."
"Dengan kejadian itu berati Allah lebih percaya kamu yang bisa menjaga Cila daripada abangnya sendiri. Ikhlaskan nak, lupakan hal itu."
"Iya Om, terimakasih sudah mengingatkan Athar."
"Hem bukankah waktu kamu menjenguk Bunda Anggi, ada Arsyila disana, kenapa kamu tidak mengenalinya?"
"Waktu Athar menjenguk Bunda Anggi, Cila kan dirawat Om. Athar diminta untuk melihatnya namun Athar menolak karena Athar takut perasaan ingin memiliki hadir kembali di waktu yang tidak tepat."
"Baiklah. Sekarang kamu sudah mengetahui hal ini, Om harap jaga Cila disana ya. Masih ada waktu, jadi kamu harap bersabar. Om juga sedang memikirkan bagaimana akan membicarakan ini dengannya."
***
Arsyila berjalan di lorong mengarah ke perpustakaan. Ia diminta oleh Ustadzah Dewi membawa buku dan kitab ke perpustakaan. Arsyila pikir tidak akan sebanyak ini, ia begitu susah membawa semua buku-buku ini. Tidak ada yang bisa ia mintai tolong. "Huh aku harus bisa sendiri!"
Tiba-tiba seseorang menawarkan bantuan. "Boleh saya bantu Arsyila?"
Arsyila terlonjak kaget. "Astaghfirullah. Bikin kaget aja!"
"Assalamu'alaikum, maaf Arsyila."
"Wa'alaikumsalam Ustadz Hanan."
"Boleh saya bantu?"
"Boleh banget Ustadz, kebetulan ada Ustadz. Gapapa kan Ustadz, maaaf aku merepotkan?"
"Tidak sama sekali. Kan saya yang menawarkan bantuan."
Mereka pun berjalan ke arah perpustakaan dengan Arsyila berada di depannya. Hingga mereka pun sampai di perpustakaan. "Terimakasih banyak ya Ustadz sudah bantuin Arsyila."
"Sama-sama, saya senang membantu kamu."
Karena perpustakaan terlihat sepi membuat mereka tidak nyaman karena takut menimbulkan fitnah. "Maaf Ustadz, Arsyila permisi."
"Hem tunggu Arsyila. Saya ingin memberikan kamu sesuatu."
"Apa itu?" Lalu Ustadz Hanan memberikan buku mengenai pernikahan. Kening Arsyila mengkerut, ia tidak mengerti mengapa Ustad Hannan memberikannya buku ini. "Kenapa kasih saya buku ini Ustadz?"
"Ah tidak, saya hanya ingin kamu membacanya. Saya permisi, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
"Kenapa dia memberikan buku ini padaku?" Arsyila mengangkat kedua bahunya acuh.
Tanpa Ustadz Hanan dan Arsyila sadari di kejauhan ada yang memperhatikan mereka.
"Tuh kak, kamu bisa lihat kan kalau Arsyila deket-deket sama Ustadz Hanan. Kemarin sama Ustadz Athar sekarang beda lagi. Ish semua aja dia ambil!" Cerutu Ina yang mencoba menghasut santri seniornya yang bernama Riska. Riska sudah lama menaruh hati pada Ustadz Hanan, ia pikir Ustadz Hanan juga menyukainya namun semenjak Arsyila berada disini, seolah Ustadz Hanan menjauh dari Riska. Padahal Ustadz Hanan tidak seperti itu, ia memang friendly ke siapapun karena sikapnya yang hangat dan ramah, berbeda dengan Ustadz Athar.
Tangan Riska terkepal kuat, tatapannya tajam ke arah Arsyila. "Kamu benar... Kita harus beri pelajaran kepada Arsyila!"
***
Ning Anin baru saja bertemu dengan Arsyila, ingin memberikan kiriman uang dari Bara kepada Arsyila.
"Terimakasih ya Ning."
"Sama-sama. Saya pamit permisi, assalamu'alaikum."
"wa'alaikumsalam."
Arsyila masuk ke kamarnya dengan wajah yang ceria.
"Ning Anin ngapain Arsyi?"
Arsyila menunjukkan uang yang dikasih Ning Anin atas pemberian Om dan ayahnya. "Oh kiriman uang."
Arsyila mengangguk, "aku bisa beli coklat sepuasnya!"
Plak
Hafiza memukul lengan Arsyila, kemudia ia duduk di samping Arsyila. "Jangan boros-boros Arsyi. Kamu juga jangan terlalu banyak makan coklat nanti gigi kamu sakit bagaimana?"
"Gak akan Hafiza! Justru kalau aku sehari gak makan coklat tuh aku gak bisa. Dulu Bunda pernah larang aku makan coklat karena gigi aku sampai bolong. Aku terpaksa nurut eh 3 hari gak makan coklat buat aku kepikiran dan berakhir demam."
"Seriusan kamu?" Arfa menganga tak percaya.
"Untuk apa aku bohong? Coklat sudah menjadi bagian dalam hidup aku."
Teman-temannya pun terkekeh dengan ucapan Arsyila. "Tapi kamu sering makan manis tapi ga ada kamu gendut Arsyi."
"Ya aku juga gak tau Dania, malah bagus dong hehe."
"Sekarang lebih baik kita kerjakan PR kita. Kamu ada PR gak Arsyi?"
"Seperti biasa, ada! Kan kamu tau sendiri aku lambat dalam hafalan jadi Ustadz Athar menghukum aku dengan menulis. Aku cape huh!"
"Jangan mengeluh Arsyi, itu semua demi kebaikan kamu."
"Aku tau Hafiza tapi aku cape, udah ah nanti akan aku kerjakan. Sekarang aku mau ke toilet dulu ya, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam." Hafiza dan Dania geleng-geleng kepala, temannya selalu mencari alasan jika berhubungan dengan Ustadz Athar.
Arsyila berjalan ke toilet. Ia jadi teringat dengan ucapan Ustadz Athar yang akan menikahinya jika ia bolos kelas. "Huh Ustadz macam apa itu! Aku kan masih kecil. Dia bicara begitu apa dia menyukaiku? ah wajar sih aku kan cantik." Arsyila terkekeh sendiri dengan ucapannya. "Coba kalau Gus Alif yang mengatakan itu pasti aku terima."
Arsyila melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi, ingin kembali ken kamarnya namun tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara. "Lo ada hubungan apa sama Ustadz Hanan? kenapa dia memberikan lo buku soal pernikahan?" Tanya Ina.
"huh lagi-lagi lo nyari gara-gara! Gak kapok lo kena hukuman?"
"Jawab saja!" Bentak Riska.
"Hubungan apa yang kalian maksud hah?"
"Asal lo tau, Ustadz Hanan itu milik gue, jadi jangan dekat-dekat dia lagi!"
Arsyila memutar bola matanya malas. "apa kata lo tadi, hak milik? helllooowww kalian aja ga ada ikatan halal kan, kenapa lo mengatakan seolah dia milik lo." Arsyila tidak suka dituduh seperti itu.
Ia lebih baik pergi dari sana, Arsyila malas menghadapi Ina dan Riska yang menurutnya sangat menyebalkan.
"Hei, jangan kabur lo! lo takut ya sama gue?" Tanya Riska.
Seketika Arsyila menghentikan langkahnya. "Gue takut sama lo? buat Apa? Dari segi apapun gue lebih unggul!" Ucap Arsyila dengan percaya diri.
"Iya lebih unggul dalam menggoda pria kan! Lebih tepatnya lo murahan! kemarin Ustadz Athar sekarang Ustadz Hanan. Apa itu kalau tidak murahan?" Riska mendorong Arsyila sampai jatuh tersungkur.
Arsyila bangun, ia tidak Terima di bilang seperti itu. Arsyila tidak peduli jika nanti ia akan dihukum. Tangannya sudah terkepal kuat, lalu ia melayangkan pukulan ke pipi Riska.
Plak
Ina tersentak, kejadiannya begitu cepat, Ina pikir Arsyila tidak akan menamparnya. Riska memegang pipinya yang terasa memanas itu.
"Jangan bilang gue seperti itu! Jika kalian mau ambil saka mereka, gue ga ada hubungan apapun sama mereka, bahkan mempunyai perasaan suka aja tidak!"
"Banyak bacot lo Arsyi!" Ina mendorong Arsyila namun dengan sigap Arsyila bertahan lalu menarik jilbab Ina.
"aaaa Arsyila berhenri!" Teriak Ina. Arsyila tidak peduli lagi, ia sudah cukup sabar dengan tuduhan mereka dari kemarin.
Jambakan Arsyila lebih sakit ketimbang waktu pertama kali dan membuat Ina menangis. Riska membantu Ina dengan menarik jilbab Arsyila juga.
"Kalian cemen, bisanya keroyokan!!"
Mendengar ada suara keributan, Hafiza, Dania, Arfa dan Iffah keluar dari kamar mereka dan segera melerainya.
"Astaghfirullah lepasin Ina, Arsyi."
"Aku ga akan lepasin dia, dia sudah fitnah aku Hafiza!"
Kini Arsyila berhasil mencengkram Ina dan riska.
Dania memanggil Ustadzah Najwa dan Ustadzah Azizah untuk membantu melerai mereka.
"Arsyila berhenti!!" Mereka pun berhenti.
"Kalian semua! ikut saya ke kantor."
Ustadzah Najwa membawa Arsyila dan ke empat teman sekamarnya sedangkan Ustadzah Azizah membawa Ina dan Riska.
***
Bara dan Angga yang memang ingin menjenguk Arsyila di pesantren tiba-tiba saja mendapat telepon dari Ning Anin yang mengatakan bahwa Arsyila terlibat perkelahian dengan santri lainnya. "Sabar bang, Angga yakin bukan Arsyila yang memulai, pasti dia membela diri."
Mereka pun sudah berada di dalam kantor. "Tunggu wali kalian sampai disini." Ucap Ustadzah Azizah. "Hafiza, Dania, Arfa, Iffah silahkan kalian kembali ke kamar."
"Baik Ustadzah." Ucap mereka kompak.
Hafiza melirik ke arah Arsyila sebelum melangkah keluar, ada kilatan amarah di mata Arsyila. Padahal Arsyila baru betah disini namun dengan kejadian seperti ini Hafiza takut Arsyila akan tidak betah kembali.
Sekitar 30 menit menunggu, akhirnya kedua orang tua dari Ina dan Riska sudah datang. Juga disusul dengan Bara dan Angga. Ustadz Athar, Gus Alif, Ustadz Hanan, Ning Anin, Kyai Abdul Hamid juga Umi Inayah ada disana.
Arsyila diam membisu, ingin sekali rasanya ia memeluk Bara dan juga Angga. Yang tadinya betah, sekarang jadi malas kalau harus berlama-lama di pesantren ini.
"Baik, karena semuanya sudah berkumpul disini, kita semua ingin tau apa penyebab dari keributan tadi?" Tanya Ustadzah Azizah setelah sebelumnya sudah mengucapkan salam dan berbasa basi dengan semua orang yang berada di ruangan tersebut.
"Dia duluan Ustadzah! dia menarik jilbabku." Ucap Ina.
"Ia betul Ustadzah, dia kasar banget! Aku ditampar sama Arsyila." Riska menunjukkan pipinya yang memerah.
"Benar Ustadzah."
"Kenapa adek melakukan itu?" Tanya Angga.
"Kenapa memangnya? Arsyila hanya membela diri. Sudahlah Arsyila malas basa basi, mending langsung kasih saja hukuman apa buat aku. Aku sudah lelah membela diri."
"Arsyila!" Suara Bara terdengar pelan namun ada ketegasan.
"Kenapa ayah? Ayah tidak percaya dengan Arsyila?" Mata Arsyila sudah berkaca-kaca bahkan ia sudah siap untuk menangis.
Ustadz Athar tiba-tiba keluar dari ruangan lalu menuju ruangan CCTV.
Tidak lama ia kembali lagi sambil memperlihatkan rekaman cctv. Ustadz Athar begitu percaya dengan Arsyila, meskipun ia terlihat nakal namun ia tidak akan berbuat kasar jika tidak ada yang mengusiknya.
Semua yang di dalam menyaksikan rekaman CCTV yang dibawa Ustadz Athar. Ina dan Riska hanya menunduk malu, mereka. meremas ujung jilbabnya. Apalagi Ina yang sebelumnya sudah mendapatkan hukuman kini ia berulah lagi.
"Jadi ini semua bukan sepenuhnya salah Arsyila, ia hanya ingin membela dirinya sendiri atas tuduhan fitnah yang dilontarkan Ina dan Riska. Namun Arsyila tetap salah karena tidak bisa menjaga emosinya dan menarik jilbab temannya yang merupakan itu aurat." Ucap Kyai Abdul Hamid.
"Untuk Ina dan Riska kalian akan dihukum oleh Ustadzah Azizah dan Ning Anin. Hm maaf Bara." Kini tatapan Kyai Abdul Hamid beralih ke Bara dan Angga.
"Tidak masalah Kyai, silahkan jika ingin menta'zir Anak saya."
"Baiklah, Arsyila akan mendapatkan hukuman dari Ustadzah Dewi dan juga Ustadz Athar."
"Maaf Kyai, kenapa harus Ustadz Athar? Dia menyebalkan sekali, aku sering dihukum dia!"
"Ustadz, blak blakan sekali gadis kecil ente." Bisik Gus Alif.
Ya, Gus Alif sudah mengetahui perjodohan Athar dengan Arsyila.
"Kenapa gak Gus Alif aja yang menghukum aku? Aku ikhlas kok!" Seketika Gus Alif berdiri di belakang Umi Inayah karena ia takut dengan keagresifan Arsyila.
"Tidak bisa Arsyila. Nanti kamu tanyakan ya sama mereka hukuman apa untuk kamu."
"Kenapa sih harus Ustadz menyebalkan itu, padahal aku lagi menghindarinya. Mana tatapannya dingin begitu, gak keren huh!" Ucap Arsyila dalam hati.
Arsyila beralih ke ayah dan Omnya. "Ayah marah ya sama aku?"
"Tidak nak tapi ayah merasa gagal mendidik kamu. Ayah mohon nak kamu harus jaga emosi kamu ya, bukan hanya sekali Cila bertengkar dengan teman. Meskipun kamu tidak sepenuhnya salah tapi berbuat kasar itu tidak baik sayang. Dulu ingat kan kamu pernah dorong teman sampai ia berdarah? Jika saat itu ayah tidak mohon-mohon mungkin kamu akan dilaporkan nak."
"Maafin aku ayah." Arsyila pun memeluk Bara dan Bara membalas pelukannya.
"Sepertinya memang harus dipercepat pernikahan mereka. Agar aku tenang ada yang menjaga dan membimbing Cila."
***
"Maaf Ustadz Hanan kenapa memberikan buku mengenai pernikahan kepada Arsyila?"
Deg
nanti bucin arsyila sm ustad atar 😀😀