Saga, sang CEO dengan aura sedingin es, tersembunyi di balik tembok kekuasaan dan ketidakpedulian. Wajahnya yang tegas dihiasi brewok lebat, sementara rambut panjangnya mencerminkan jiwa yang liar dan tak terkekang.
Di sisi lain, Nirmala, seorang yatim piatu yang berjuang dengan membuka toko bunga di tengah hiruk pikuk kota, memancarkan kehangatan dan kelembutan.
Namun, bukan pencarian cinta yang mempertemukan mereka, melainkan takdir yang penuh misteri.
Akankah takdir merajut jalinan asmara di antara dua dunia yang berbeda ini? Mampukah cinta bersemi dan menetap, atau hanya sekadar singgah dalam perjalanan hidup mereka?
Ikuti kisah mereka yang penuh liku dan kejutan di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceriwis07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Beauty and The Beast 14
"Di sana ada 300 juta, gunakan sesukamu dan pergilah dari sisi Saga," Isabella membuat penawaran.
"Oke, tapi aku butuh kendaraan yang bisa aku bawa pergi... juga... pengawal," ucap Nirmala.
"Tenang saja, besok malam semua yang kamu butuhkan akan segera menghampirimu," ucap Isabella menyodorkan tangannya. Nirmala menjabat tangan Isabella sebagai pertanda ia setuju.
"Apa yang kalian lakukan?"
Mendengar suara bariton menggema, keduanya terkejut. Nirmala menyelipkan kartu yang diberikan Isabella padanya di antara gundukan kembar miliknya. Keduanya menoleh dan terkejut.
Ace sudah berdiri di ambang pintu. Nirmala hanya berharap Ace tidak mendengar apa yang mereka berdua bicarakan.
"Nona, Anda diminta untuk turun," ucap Ace. Keduanya berjalan sambil sesekali bertatapan, seolah mengatakan bahwa kali ini mereka aman.
Baru saja muncul, Nirmala dikejutkan oleh tangan seseorang yang tiba-tiba menariknya ke lantai dansa. Ya, pesta ini mengadakan dansa bersama pasangan.
Nirmala terkejut. Ia mengira Saga yang akan mengajaknya berdansa, tapi justru Riko yang menariknya. Dengan pelan, Riko merangkul pinggang Nirmala dan menggenggam erat tangannya.
Memutar, bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti alunan musik orkestra yang menggema, mengiringi mereka yang berada di lantai dansa.
Melihat hal itu, raut wajah Saga langsung berubah menjadi dingin. Atmosfer di sekitarnya pun berubah menjadi gelap. Isabel datang menghampirinya.
Perlahan, Isabel mengelus dada bidang milik Saga, "Ayo berdansa denganku," ajak Isabela pada Saga.
Dengan kasar, Saga menarik tangan Isabela memasuki lantai dansa. Tidak menghayati permainan dansa mereka, Saga hanya ingin Nirmala melihatnya, jika Nirmala tidak bersamanya, akan banyak wanita yang mau menjadi penggantinya.
Sedetik pun Nirmala tidak menoleh padanya. Ia justru asyik dengan gerakan dansa, juga sesekali tertawa kecil, entah apa yang ia bicarakan pada Riko, si dokter rumah sakit.
Hal itu justru membuat dada Saga panas. Tanpa sadar, ia menggenggam erat tangan Isabela hingga suara pekikan wanita itu menyadarkannya. Saga memilih untuk pergi dari lantai dansa, kembali ke tempat duduknya.
Saga meminum wine-nya dengan sekali teguk. Setelah iringan berhenti, Saga langsung menarik paksa Nirmala untuk pergi, mengabaikan tatapan orang-orang yang menatapnya heran.
Nirmala kewalahan mengikuti langkah kaki Saga yang lebar. Sesampainya di mobil, Saga membuka pintu dengan kasar dan melemparkannya ke dalam mobil. "Akh... Ada apa denganmu?" tanya Nirmala sambil memegangi tangannya yang terasa sakit.
"Pulang sekarang," perintah Saga pada Ace yang diangguki olehnya. Mesin mobil menyala, perlahan meninggalkan pesta. Di dalam mobil, suasana mencekam. Nirmala masih mengelus tangannya yang terasa sakit.
Tidak ada obrolan, semuanya sibuk dengan pemikiran masing-masing, hingga mobil berhenti di halaman mansion. Saga kembali menarik kasar Nirmala. "Saga, hentikan! Ini sakit, akh..." jerit Nirmala. Kakinya terasa sakit, mungkin terkilir karena ia pun kesusahan saat berjalan.
Saga melihat itu, tapi ia abai. Ia tetap menarik paksa Nirmala hingga menuju anak tangga. Saga mengangkat tubuh Nirmala seperti membopong karung beras. "Turunkan, Saga!" Teriakan Nirmala seolah angin yang berhembus, tidak lagi ia pedulikan.
Telinganya sudah ditutupi oleh amarah dan kecemburuan. Saga melemparkan tubuh Nirmala ke ranjang. Ia perlahan mendekati Nirmala, ia mencengkeram kuat rahang milik wanitanya.
"Sak...it, Saga, lepas! Kamu menyakitiku," ucap Nirmala mengingatkan Saga. "Sakit yang kamu rasa tidak sebanding dengan apa yang aku rasakan," ucap Saga sambil menuntun tangan Nirmala menyentuh dadanya.
Ada degupan kencang di sana dan napas yang tersengal. Nirmala heran pada manusia di depannya ini. Di satu sisi, ia bahkan mengakui Isabella adalah pasangannya, tapi di sisi lain, ia akan marah jika Nirmala dengan pria lain.
"Kamu dengar?" tanya Saga. "Tapi kamu menyakitiku," ucap Nirmala dengan wajah yang sudah basah. Ia berusaha bangkit dan menghindari Saga, perlahan ia berjalan ke sofa yang membelakangi balkon. Dengan kaki yang terseok, ia menjatuhkan tubuhnya.
Ia menangisi nasibnya. Perlahan, Saga bangkit, ia menyusul Nirmala yang kini tengah memeluk lututnya. Saga mengembuskan napas kasar.
Ia membelai anak rambut Nirmala. Saga menyentuh rahang yang semula ia cengkeram dengan kasar. Cup... Ia melabuhkan ciuman manis pada bibir pink milik Nirmala.
Perlahan, ciuman itu menjadi lebih intens, lembut tapi menuntut. Saga melepaskan ciumannya, keduanya menyatukan kening mereka dengan suara napas yang beradu.
"Maaf, maafkan aku," ucap Saga penuh penyesalan. "Apa yang kamu inginkan?" tanya Nirmala memberanikan diri.
"Menetaplah, jangan tinggalkan aku," mohon Saga dengan menangkup wajah Nirmala. Perlahan, kedua bibir itu kembali menyatu, menciptakan nada yang merdu dari keduanya.
Keduanya berhenti, masih dengan kening yang menempel satu sama lain. Pandangan Saga seolah kembali bertanya, Nirmala mengangguk, ia setuju akan tinggal dan tidak akan pergi.
Saga tersenyum, ia kembali meneguk cairan manis dari bibir Nirmala. Kecupan itu kian memanas, hingga Saga sendiri yang menghentikannya. Ia bangkit, "Tidurlah, besok ikut denganku," ucap Saga kemudian berlalu tanpa menunggu jawaban dari Nirmala.
Setelah tubuh Saga hilang dari balik pintu, Nirmala mengambil kartu yang diberikan Isabela padanya dari selipan dua gundukan kembar miliknya. Ia menarik laci dan memasukkan kartu hitam itu ke dalamnya.
Ia bangkit dan melepaskan satu per satu kain yang menutupi tubuhnya, memilih untuk membersihkan tubuhnya sejenak, setelahnya ia akan tidur.
Pagi menyapa, cahaya matahari dengan malu-malu mengintip melalui celah tirai, tak mampu mengusik lelapnya wanita cantik itu.
Nirmala masih terlelap, entah mengapa ia merasa tubuhnya sakit semua. Saga membuka pintu kamarnya.
Pandangannya mengedar dan jatuh pada ranjang yang masih ditempati oleh Nirmala. Keningnya berkerut, tidak biasanya Nirmala seperti ini, apakah dia baik-baik saja? Pikir Saga.
Perlahan ia menghampiri Nirmala, mengelus kepalanya pelan, "Hei... Sudah siang," ucap Saga hingga tangannya beralih mengelus kening Nirmala. Panas, itu yang ia rasakan.
"Kamu demam?" pekik Saga. Ia langsung bangkit meninggalkan Nirmala yang masih tertidur, bahkan tidak menyadari jika Saga ada di sampingnya.
Saga kembali dengan nampan berisikan semangkuk bubur, segelas susu, juga obat penurun panas.
Saga meletakkan nampan tersebut di meja, perlahan ia menggoyangkan tubuh Nirmala, "Ayo bangun, makan dulu," ucap Saga.
Nirmala melenguh, "Pusing," ucapnya. Saga dengan telaten menumpuk bantal agar nyaman untuk Nirmala bersandar, lalu ia menyuapkan sesendok demi sesendok bubur pada Nirmala. Baru dua suapan, Nirmala sudah menggeleng dan menaruh telapak tangannya di depan mulutnya.
Saga mengangguk, ia meraih segelas susu, Nirmala pun hanya meminumnya sedikit. Setelah minum obat dan Saga memastikan jika Nirmala kembali beristirahat, ia keluar dengan membawa nampan tersebut.
Saga membawa pekerjaannya ke dalam kamar Nirmala. Ia duduk di sofa yang membelakangi balkon, di sana ia berkutat dengan dunia bisnisnya. Awalnya, ia ingin cuti dan mengajak Nirmala berjalan-jalan, tapi karena Nirmala sedang tidak enak badan, ia memutuskan untuk membereskan pekerjaannya hari ini juga agar di lain hari ia bisa mengajak Nirmala jalan-jalan.
Ace heran dengan tindakan bosnya yang kadang kasar, kadang juga lembut. Ia juga menyayangkan sikap Saga yang plin-plan. Ia tak ingin menyertakan perasaannya yang sesungguhnya, agar Nirmala tahu.
Saga juga tidak bisa, atau lebih tepatnya belum bisa memilih antara Nirmala atau Isabela, masa lalunya.
Saga meninggalkan Isabela karena ketahuan sudah tidur dengan rekan bisnisnya. Anehnya, Isabela seolah tak punya rasa malu, ia masih terus mendekati Saga. Yang bikin pusing Ace adalah mengapa Saga tidak bisa menolak Isabela?
Di malam pesta itu juga, ia bercumbu dengan Isabela. Pantas saja Nirmala memilih untuk berjalan di belakang lalu pergi diam-diam.