Ini kisah nyata tapi kutambahin dikit ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33
Haya menghela. "Aku nggak tahu apa yang ada dibenak Ayah Dek. Tapi yang jelas kalau Ayah lagi ngomong dengan nada marah sama kamu, kamu jangan ikutan marah."
"Ayah nyolot mbak. Siapa sih yang nggak marah kalo digitu-in," Sendi melengos enggan menatap Haya.
"Aku tahu kalau Ayah itu emang sifatnya keras tapi kalo keras sama keras itu nggak bakal tenang Dek. Setidaknya kamu bisa ngomong yang lembut sama Ayah. Biar bagaimana pun Ayah adalah orang tua kita. Tetap hormati beliau dan jangan jadi anak durhaka." kata Haya mencoba memberi masukan pada adiknya itu supaya paham cara bicara pada orangtua mereka, Roni.
"Aku bilang begitu bukan karena Aku membela Ayah, Dek. Enggak sama sekali. Tapi aku ngomong kayak gitu karena pengen kamu sama Ayah selalu akur seperti layaknya Ayah dan Anak yang lainnya." lanjut Haya lagi supaya Adiknya itu tidak salah paham.
"Hah, aku nggak tahu lah. Pusing pala gue," Sendi beranjak dari kursi kayu dan menuju kasur didepan televisi.
Haya mendengus melihat Sendi yang terlihat tidak menyerap ucapannya. Ya, Haya tidak menyalahkan Sendi sih. Nyatanya hidup bareng itu nggak selamanya mulus, walau tinggal bareng bersama orangtua kandung Sendiri. Apalagi Haya tahu kalau Ayah memang memiliki perasaan berbeda pada adiknya itu.
"Mandi dulu sana, Dek," kata Haya sambil menggendong anaknya. Karena suaminya sudah pulang dari bekerja jadi Haya siap menyambut suaminya itu. Setidaknya mengambilkan air putih karena suaminya itu tidak suka kopi atau teh.
"Nggak ah, males, lagian juga nggak digoreng kok," jawab Sendi yang membuat Haya ingin tertawa tapi Haya tahan.
"Kamu lho ya Dek, aku tuh nyuruhnya serius, kok malah jawabnya nyeleneh begitu." Haya sebal.
"Siapa, Yang?" tanya Yayan, dia suami Haya yang baru saja pulang dari bekerja.
"Sendi Mas. Dia tadi sama Awan kesininya. Katanya Sendi mau nginep sini." jawab Haya.
Yayan tersenyum sinis dan tidak mengatakan apa-apa lagi.
...----------------...
Hari sudah gelap dan sunyi karena sudah pukul dua belas malam. Namun Sendi sama sekali belum bisa tidur dengan nyenyak sejak tadi. Selain karena hewan kecil yang bernama nyamuk terus saja menggigitnya tapi hawa panas juga yang membuat Sendi merasa tidak tenang dan nyaman sama sekali disini.
"Ih, sumpah gue nggak betah kalo lama-kama begini," Sendi terduduk dan melepas kaos yang dia pakai sejak tadi. Berharap bisa mengurangi rasa gerah yang membuatnya keringetan.
Memang badannya terasa mendingan karena sudah tidak terlalu panas dan gerah lagi. Namun gangguan yang lain masih saja membuatnya semakin jengkel. Nyamuk. Nyamuk yang banyak sungguh membuatnya gatal dan terasa berisik ditelinga.
"Mbak!"
"Mbak Haya!"
Plakkk
Sendi menepuk nyamuk yang ada ditangan dan kakinya. Bertepatan dengan mbak Haya yang keluar dari pintu kamarnya dengan mata dan wajah yang kelihatan masih sangat mengantuk. Wajar saja kan masih jam dua belas malam.
"Ngapain teriak-teriak sih. Aku belum lama tidur lho karena anakku nangis minta susu." Haya menguap dan menutupi mulutnya dengan punggung tangannya.
"Nyamuknya banyak banget mbak. Ah, aku gatel banget ini, mana disini hawanya panas banget lagi, uh," Sendi kesal dan mengipasi badannya dengan kaos miliknya yang tadi dia lepas.
Haya berdecak melihat kelakuan adik satu-satunya itu. Ya, disini memang hawanya lebih panas dua kali lipat dari ditempat Ayah dan memang ditempatnya ini memang banyak nyamuk.
Haya memaklumi karena Haya dulu juga merasakan apa yang seperti Sendi rasakan pada awal-awal pindah kesini tapi dengan berjalannya waktu Haya sudah terbiasa. Sudah bisa beradaptasi.
"Pakai selimut aja dulu, soalnya obat nyamuknya udah abis, mbak lupa beli tadi siang." kata Haya.
"Malah nyuruh pake selimut, orang tidur gak pake baju aja udah kerasa panas begini." Sendi cemberut dan memilih memainkan ponselnya.
"Dek. Disini memang begini, mbak juga dulu begitu, persis kayak kamu. Tapi sabar ya nanti juga terbiasa kok. Kalo nggak mau pake selimut buat selimutan mending pake sprei aja ya buat pengganti selimutnya. Mbak juga dulu gitu kok,"
Sendi menghela, dia sudah lelah dengan drama malam ini. "Yaudah sini spreinya,"
...----------------...
Sendi terbangun ketika mendengar suara kkkrusak-kkkrusuk dari luar rumah. Sendi melihat jam diponselnya lebih dulu ternyata sudah pukul lima pagi dan dengan mata yang masih berat karena baru bisa tidur dua jam saja dia beranjak melihat keluar rumah.
"Kirain siapa mas," Sendi berujar ketika melihat mas iparnya yang ternyata sedang menata barang dagangannya karena suami mbak Haya memang berprofesi sebagai pedagang.
Suami Haya, si Yayan dia menatap adik iparnya itu sekilas. Lalu melengos tak mau menatapnya lagi. "Minimal disini bantuin mbakmu itu. Jangan bikin mbakmu makin repot,"
Sendi yang mendengar ucapan mas iparnya itu hanya bisa terdiam. Tapi bener sih kata dia, mbak Haya punya anak yang masih kecil-kecil udah bisa dipastikan kalo mbaknya itu memang repot.
"Ada apa ini? Lagi ngobrol apa?" Haya baru saja bangun karena mendengar suara Sendi dan suaminya. Kalo telinganya tidak mendengar suara mereka mungkin Haya masih lelap tidur karena anaknya itu belum bangun dan sebentar lagi pasti akan bangun.
Tidak ada yang menjawab. Sendi pergi kekasur didepan tv lagi dan Yayan memilih menyalakan motornya untuk berangkat berdagang dipasar.
Melihat suami dan adiknya yang diam tak menjawab pertanyaannya. Haya menggaruk belakang kepalanya yang gatal. Tapi tidak memusingkan hal itu. Haya lebih memilih untuk pergi kesumur untuk mencuci muka lalu memulai rutinitasnya sebagai ibu rumah tangga.
Sendi yang sedang rebahan dikasur depan tv sambil memainkan ponselnya karena sedang membalas chat dari Agel dan Ridho serta Ella tiba-tiba terdiam dengan pikiran yang menuju pada sikap mas iparnya tadi itu.
"Mas Yayan kayaknya nggak suka sama gue deh. Tapi alasannya apa ya?"
"Tapi dari dulu mas Yayan emang begitu sih,"
Sendi mencoba menghilangkan perkiraan jelek tentang mas iparnya itu dan lebih memilih kembali berkirim chat dengan teman temannya.
Bau harum masakan dari dapur membuat Sendi beranjak dari kasur. Begitu sampai dapur sederhana mbaknya itu Sendi melihat mbak Haya sedang menumis kacang panjang campur tahu lalu sudah ada sepiring bakwan dan juga lengkap dengan sambal gorengnya satu mangkuk kecil.
"Kayaknya enak deh mbak," Kata Sendi dia mencomot satu bakwan dan menaruh sesendok sambal diatas bakwan itu kemudian memakannya.
Sendi manggut-manggut. "Enak mbak. Lama aku nggak makan masakan kamu,"
"Enak lah orang adanya itu kok. Tapi bersyukurlah daripada nggak ada sama sekali. Sarapan sana, itu nasi juga udah mateng," Haya menunjuk nasi yang ada dipenanak.
"Iya deh, gue mau sarapan."
...----------------...
Ditempat lain seseorang sedang menata barang dagangannya dengan kesal karena mengingat keberadaan seseorang dirumahnya.
"Cih!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kalo like sama komentnya nggak nambah, novel ini mau Author hapus. Jadi buat kalian yang mau novel ini tetap up, ayo kasih like sama komentnya, makasih banyak.