NovelToon NovelToon
MANTAN TENTARA BAYARAN: IDENTITAS ASLINYA SEORANG MILIARDER

MANTAN TENTARA BAYARAN: IDENTITAS ASLINYA SEORANG MILIARDER

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Mata-mata/Agen / Trauma masa lalu / Action / Romantis / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:10.6k
Nilai: 5
Nama Author: BRAXX

Mereka memanggilnya Reaper.

Sebuah nama yang dibisikkan dengan rasa takut di zona perang, pasar gelap, dan lingkaran dunia bawah.

Bagi dunia, dia adalah sosok bayangan—tentara bayaran tanpa wajah yang tidak meninggalkan jejak selain mayat di belakangnya.

Bagi musuh-musuhnya, dia adalah vonis mati.

Bagi saudara seperjuangannya di The Veil, dia adalah keluarga.

Namun bagi dirinya sendiri... dia hanyalah pria yang dihantui masa lalu, mencari kenangan yang dicuri oleh suara tembakan dan asap.

Setelah misi sempurna jauh di Provinsi Timur, Reaper kembali ke markas rahasia di tengah hutan yang telah ia sebut rumah selama enam belas tahun. Namun kemenangan itu tak berlangsung lama. Ayah angkatnya, sang komandan, memberikan perintah yang tak terduga:

“Itu adalah misi terakhirmu.”

Kini, Reaper—nama aslinya James Brooks—harus melangkah keluar dari bayang-bayang perang menuju dunia yang tak pernah ia kenal. Dipandu hanya oleh surat yang telah lusuh, sepotong ingatan yang memudar, dan sua

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KALAU TIDAK APA YANG AKAN KAU LAKUKAN...?

Matahari merangkak naik dengan tenang di atas cakrawala ketika hari baru dimulai. Setelah kunjungan singkat ke rumah sakit sehari sebelumnya, keadaan kembali normal di rumah.

Hari ini, dia akan melangkah ke Universitas Habsburg, bukan hanya sebagai mahasiswa, tetapi sebagai pelindung diam-diam bagi Alicia Remington.

Rutinitas pagi berjalan seperti biasa. James bangun pagi, berolahraga, mandi air dingin, dan membantu menyiapkan si kembar untuk sekolah. Dia mengikat tali sepatu Chloe sementara Felix sibuk menutup resleting tasnya.

Sophie sudah menyiapkan sarapan ketika mereka semua berkumpul di meja.

Setelah mengantar si kembar ke sekolah, dia kembali pulang untuk berganti pakaian.

Pakaian itu adalah sesuatu yang dipilih Sophie ketika mereka berbelanja bersama. Sophie tidak tahu seluruh alasan mengapa James harus kuliah, tetapi dia tahu satu hal dengan pasti: “Kau tidak boleh berpakaian asal-asalan. Kau bukan anak sembarangan di luar sana, kau adalah putraku.”

Jadi, James memilih pakaian yang sederhana dan bersih. Celana jeans gelap model ramping, kaos berwarna krem, dan kemeja flanel hijau hutan yang dibiarkan terbuka di atasnya. Tidak mencolok, tetapi pas dengan sempurna. Sepatu sneaker putih. Ranselnya terlihat seperti milik mahasiswa biasa. Penampilannya membuatnya tampak seperti yang dia inginkan: dewasa, rapi, dan sama sekali tidak menonjol.

Sophie berjalan bersamanya sampai ke pintu, membetulkan sedikit ujung kemejanya karena kebiasaan. “Kau yakin tidak mau mama antar?”

“Aku naik bus saja,” jawab James dengan anggukan tenang.

Sophie tersenyum dan menyentuh lengannya lembut. “Baiklah, semoga sukses hari ini. Dan jangan cari masalah.”

James menanggapinya dengan senyum tipis. “Tidak bisa janji.”

Dia melangkah keluar, menyelipkan earphone ke dalam saku, lalu berjalan.

Ketika bus kota berhenti mulus di depan Universitas Habsburg, James turun dan menghirup udara pagi yang segar. Gerbang kampus menjulang tinggi—lengkungan besi tempa yang dibalut tanaman ivy, dengan inisial kuningan yang berkilau di bawah sinar matahari.

Di baliknya terbentang jalan batu lebar menuju halaman indah dengan air mancur, dikelilingi pagar tanaman rapi dan bunga-bunga musiman. Mahasiswa datang dari berbagai arah—beberapa berjalan berkelompok, sebagian membawa kopi di tangan, earphone di telinga, tas tersampir di satu bahu.

Pagi di kampus berjalan seperti biasa. Tawa terdengar di antara hamparan rumput. Percakapan riuh dengan semangat. Beberapa mahasiswa bergegas, memeluk buku-buku karena hampir terlambat. Lainnya bersandar di bangku, menatap layar ponsel. Semuanya tampak memiliki tujuan masing-masing.

Saat dia masuk ke gedung akademik, lorong terbuka dengan langit-langit tinggi, lantai marmer mengkilap, dan koridor terang penuh kehidupan mahasiswa. Pengumuman terdengar samar melalui speaker dinding. Poster-poster kegiatan, dewan mahasiswa, dan acara mendatang memenuhi papan pengumuman.

Ketika berjalan menuju kelas yang ditugaskan, sesuatu di udara berubah. Dari arah berlawanan datang seorang pria tinggi berpakaian rapi dalam setelan biru tua yang disesuaikan dengan sempurna. Ketua Roger, kepala universitas yang dihormati, sedang melakukan inspeksi pagi. Para dosen dan mahasiswa menyapanya dengan hormat.

“Selamat pagi, Ketua,” ucap mereka serentak.

Namun mata Ketua tidak tertuju pada mereka.

Pandangan itu sejenak berhenti pada James.

Meski keramaian bergerak di sekitar mereka, jarak di antara dua pria itu terasa menyempit.

Ketua Roger sudah tahu siapa pemuda itu. Paula, telah memberitahunya segalanya. James Brooks bukan hanya mahasiswa baru—dia adalah pemilik diam-diam universitas ini.

Namun ada instruksi yang jelas dan tegas. Tidak ada pengumuman. Tidak ada perlakuan istimewa. Jangan ikut campur. Amati, bantu diam-diam jika perlu, tapi jangan melewati batas.

Ketika mereka berpapasan, mata mereka bertemu. Lalu, dengan gerakan halus, Ketua Roger sedikit menundukkan kepala sedikit.

Ekspresi James tidak berubah, namun dia membalas dengan anggukan kecil.

Tidak ada kata yang terucap.

Dan kemudian, keduanya melanjutkan langkah mereka.

James sampai di depan pintu kelas. James melangkah masuk ke ruang kelas.

Meskipun berpakaian santai, tidak ada yang bisa menyembunyikan siapa dirinya. Tubuhnya yang tegap, cara berjalan dengan penuh percaya diri, rahang tegas, dan tatapan tajam.

Kelas yang sebelumnya dipenuhi obrolan mendadak hening. Semua mata tertuju padanya.

Siapa dia...?

Untuk sesaat, keheningan lebih keras daripada suara apa pun. Kepala mereka menoleh, bisikan terdengar pelan. Beberapa gadis memandang dua kali, sebagian menepuk teman mereka pelan.

“Dia tampan sekali...”

“Pasti dia seorang model?”

“Apakah dia mahasiswa pindahan?”

“Aku belum pernah melihat dia sebelumnya...”

Namun tidak semua terkesan. Dari barisan belakang, terdengar suara sinis, nada khas anak-anak kaya kampus yang terbiasa hidup dengan gengsi.

“Mungkin anak beasiswa.”

“Muka boleh tampan, tapi lihat saja berapa lama dia bisa bertahan disini.”

“Biasalah, anak miskin sok keren.”

James sama sekali tidak menanggapi mereka. Ekspresinya tetap datar ketika dia berjalan ke kursi kosong yang sudah disiapkan.

Saat itu juga, pintu kelas kembali terbuka, dan masuklah Profesor Nathan, pria berusia awal lima puluhan dengan kacamata tipis.

“Selamat pagi, semuanya.” Suaranya memotong bisikan-bisikan yang masih tersisa. “Sebelum kita memulai pelajaran, hari ini kita kedatangan mahasiswa baru.”

Tatapannya beralih pada James dengan senyum hangat.

“Semuanya, kenalkan, ini James Brooks. Dia mahasiswa pindahan dan bergabung dengan beasiswa penuh. Aku harap kalian memperlakukannya dengan baik, seperti kalian memperlakukan satu sama lain. Bertemanlah, bantu dia kalau membutuhkan sesuatu.”

Beberapa mahasiswa saling pandang, ada yang sopan dan ada juga yang sinis.

Sebuah suara terdengar dari belakang, cukup keras untuk didengar, “Mahasiswa pindahan? Saat semester hampir berakhir?”

Yang lain berbisik heran, “Beasiswa penuh... bagaimana caranya?”

Dan satu lagi menambahkan, penuh rasa ingin tahu, “Dia di kelas kita? Wah...”

James hanya memberi anggukan singkat tanpa berkata apa pun. Wajahnya tetap tenang, tak terganggu oleh bisikan di sekitarnya.

Hari baru benar-benar dimulai.

Kebetulan, satu-satunya kursi kosong berada di samping Alicia Remington—gadis paling populer di kampus. Profesor Nathan menunjuk dengan santai.

“Duduklah di sebelah Alicia, James.”

Alicia menatap sekilas. Biasanya, dia tidak suka berbagi ruang dengan siapapun, terutama pada laki-laki. Tapi kali ini berbeda. Ini James. Temannya. Pengawalnya. Satu-satunya orang yang benar-benar dia percaya. Tanpa banyak bicara, dia sedikit menggeser bukunya, memberi ruang untuk James.

James duduk di sebelahnya dengan tenang.

Suasana di ruangan langsung berubah.

Beberapa laki-laki menegang, mereka yang selama ini gagal mendapatkan senyum dari Alicia.

“Tentu saja dia yang dapat tempat itu...”

Anak-anak kaya itu menatap tajam, meneliti pakaian James yang sederhana, mencari tanda-tanda kemewahan, logo desainer, jam mahal, atau apapun itu. Mereka tidak menemukannya.

“Hanya anak beasiswa bermuka ganteng,” bisik salah satu. “Lihat saja, seminggu juga hilang.”

Namun tak seorang pun bisa mengabaikan kenyataan bahwa Alicia tidak menolak.

James menelusuri ruangan dengan tatapan tenang, memperhatikan satu per satu wajah di sekelilingnya. Tentu saja, dia sudah tahu mereka semua, nama, latar belakang, status sosial, bahkan rumor pribadi. Paula telah mengirim berkas lengkap tadi malam. Dari pewaris perusahaan besar hingga mahasiswa pendiam di sudut ruangan, tak ada satupun yang asing baginya.

Bagi mereka, James hanyalah murid baru. Tapi bagi James, ruangan itu sudah seperti laporan misi.

Kelas dimulai, dan James sedikit mencondongkan tubuh, berusaha mengikuti pelajaran.

Ketika bel makan siang berbunyi, para mahasiswa keluar berkelompok dengan riuh. James berdiri pelan dan keluar. Dari jarak aman, dia mengikuti Alicia melewati koridor ramai, matanya memperhatikan setiap detail.

Di kafetaria, James melihat Alicia duduk di meja pojok. Dia tertawa lembut, sikapnya lebih santai daripada di kelas. Dia terlihat... berbeda. Lebih alami. Tidak seperti sosok dingin di ruang kuliah, di sini dia memancarkan kehangatan.

Dia tidak sendirian. Dua gadis duduk di sampingnya—Jenny dan Grace. Keduanya berasal dari keluarga terpandang, memiliki hubungan bisnis lama dengan keluarga Remington. Mereka bertiga tumbuh bersama, dan itu terlihat dari cara mereka saling berinteraksi.

James tidak mendekat. Dia hanya mengamati dari jauh.

~ ~ ~

Jenny bersandar dengan senyum nakal, dagunya bertumpu pada tangan. “Jadi, Alicia sayang... aku mendengar ada anak baru duduk di sebelahmu. Dan kau tidak protes? Ceritakan pada kami, ada apa ini?”

Grace menaikkan alisnya main-main. “Ya, benar! Aku ingin melihat cowok misterius itu. Siapa dia? Bagaimana bisa kau membiarkan dia duduk di sebelahmu?”

Alicia berusaha terlihat santai, tapi teman-temannya terlalu mengenalnya. Dia tidak bisa berbohong pada Jenny dan Grace.

“Kalian berdua... bukan seperti itu,” katanya sambil mengaduk sedotan di minumannya. “Itu satu-satunya kursi kosong. Dan... dia orang baik. Aku tidak merasa terganggu.”

Jenny menyipitkan mata curiga. “Hmm? Itu terdengar baik sekali darimu, Alicia. Sejak kapan kau sebaik itu? Kau pasti sudah mengenalnya sebelumnya.”

“Seorang putri kampus membawa cinta rahasianya ke sekolah seperti drama-drama di novel?” seru Grace pura-pura terkejut. “Ini persis seperti serial yang kita tonton semalam!”

Pipi Alicia memerah sedikit. “Bukan seperti itu! Kalian bisa mengatakan... kami teman. Hanya itu.”

Jenny menyeringai. “Oh-ho! Lalu siapa namanya, orang baikmu itu?”

“Namanya... James. James Brooks,” jawab Alicia. “Dia baru datang ke kota ini. Sekarang tinggal bersama keluarganya. Aku hanya bertemu dengannya saat jalan pagi di taman, itu saja.”

Grace dan Jenny saling berpandangan dengan senyum penuh arti. Alicia cepat-cepat menyesap jusnya, berusaha menyembunyikan wajah yang mulai memerah karena digoda.

James duduk sendirian di meja bundar, memperhatikan sekeliling dengan tatapan tenang.

Tiba-tiba, suasana berubah saat seorang pria dari kelasnya mendekat. Berpakaian rapi, penuh kesombongan, diikuti dua temannya, dia berhenti di depan James dengan senyum mengejek.

“Hei, anak miskin baru,” ucapnya lantang. “Lebih baik kau tahu diri. Jangan berani dekat-dekat dengannya lagi... kalau tidak—”

James perlahan mengangkat pandangannya, menatap tajam tanpa ekspresi. Dia meletakkan minumannya, lalu mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, dan berkata. “Kalau tidak apa yang akan kau lakukan?”

Kafetaria yang sebelumnya ramai mendadak sunyi. Suara sendok-garpu berhenti. Semua mata beralih kepada mereka.

1
Zandri Saekoko
author
kapan lanjutan sistem kekayaan itu author tiap hari saya liht tapi blm ada lanjutan
Rocky
Ternyata ini misi terakhir secara tersirat yang dimaksudkan Sang Komandan..
Zandri Saekoko
mantap author
lanjutkan
Zandri Saekoko
mantap author
king polo
up
king polo
update Thor
king polo
up
king polo
update
july
up
july
update
Afifah Ghaliyati
up
Afifah Ghaliyati
lanjutt thorr semakin penasaran nihh
eva
lanjut thor
eva
up
2IB02_Octavianus wisang widagdo
upp lagi broo💪
Zandri Saekoko
lanjut thor
Wulan Sari
lanjut Thor semangat 💪👍❤️🙂🙏
Coffemilk
up
Coffemilk
seruu
sarjanahukum
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!