Kirana, dalam hembusan terakhir sang Kakek dia menikah dengan sosok pria yang diyakini Kakeknya akan menjaganya dan membahagiakannya. Namun, siapa sangka kalau Arjuna adalah sosok suami yang menganggap Kirana sebagai musuh, bukan istri.
"Aku akan terus melafalkan namamu dalam doaku, karena aku mencintaimu." -Kirana Anindy.
"Menghilanglah dan pergi. Jika harta yang kamu inginkan, bawa itu bersamamu." -Arjuna Braja Satya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketakutan yang tidak pernah ada
🌹JANGAN LUPA KASIH EMAK VOTE YA ANAK ANAK KESAYANGAN EMAK, EMAK SAYANG BANGET SAMA KALIAN.🌹
🌹IGEH EMAK JUGA DIFOLLOW DI : @REDLILY123.🌹
🌹SELAMAT MEMBACA, EMAK SAYANG KALIAN.🌹
Setelah matahari mulai naik, Arjuna membawa Kirana pulang ke rumahnya di Jakarta. Di dalam perjalanan, Kirana terlihat sangat pucat, dia juga lebih banyak tidur. Dan itu membuat Arjuna khawatir.
Seperti sekarang, Arjuna memilih untuk berhenti di salah satu rest area untuk mengembalikan energi istrinya.
Karena Kirana terlelap, Arjuna mencoba untuk membangunkannya perlahan dengan mengguncang pelan tubuhnya.
"Ran,.... Hei,.... Bangun… istirahat dulu yuk di sini."
Kirana membuka matanya, dia mengerutkan kening dan baru sadar kalau sekarang berada di salah satu rest area.
"Makan dulu, sembari sholat."
Kirana mengangguk.
"Pusing?"
"Dikit."
"Mau ke dokter?" Tanya Arjuna polos, yang mana membuat Kirana tertawa karenanya. Dokter hanya karena mengantuk? Lucu sekali.
Sementara Arjuna tertegun di sana, melihat tawa Kirana yang jarang sekali dia lihat selama ini.
"Gak usah, cuma ngantuk biasa."
"Mau makan dulu atau sholat dulu?" Tanya Kirana.
"Makan dulu deh, biar ada tenaga buat sholat."
Kirana mengangguk. "Aku mau ke toilet dulu," ucapnya saat turun dari mobil.
Arjuna bergegas ke sisi sang istri, memberi isyarat untuk memberinya genggaman dengan mengulurkan tangan. Dan karenanya, Kirana terdiam melihat uluran tangan Arjuna. Membuat pria itu malah kikuk. "Saya antar ayo."
"Gak usah."
"Gak nerima penolakan," ucap Arjuna meraih tangan Kirana dan membawanya ke toilet, Arjuna menunggu di luar. "Kalau ada apa apa bilang."
Kirana kembali tertawa dibuat suaminya. "Emangnya ada apa di toilet?" Gumamnya sembari masuk.
Sementara Arjuna terdiam di sana, melihat seyuman Kirana yang begitu langka membuat sisi dalam dirinya ketagihan. Jantungnya berpacu dengan cepat, seolah ada ribuan kupu-kupu di perutnya.
Tuhan memang maha membolak-balikan hati. Yang mana membuat Arjuna kini merubah doanya, dia tidak ingin kaya, tidak ingin harta yang melimpah, dia hanya ingin hatinya kuat, menghadapi apapun di masa mendatang.
Satu yang disyukuri Arjuna, perempuan itu mau menerimanya kembali setelah banyak luka dia torehkan begitu dalam dan menyakitkan. Mungkin sekarang ini Arjuna yakin, jika Kirana bukanlah manusia, melainkan malaikat yang menjelma menjadi manusia.
"Udah?"
"Kakak mau ke toilet?"
"Enggak, mau makan lapar. Yuk," ucapnya kembali menggenggam tangan sang istri dan membawanya menuju ke tempat lesehan di sana. "Mau pesan apa, Ran?"
"Sop aja deh."
"Ayam?"
Kirana mengangguk.
"Sapi aja ya, jangan makan ayam sayur."
Kirana kembali mengangguk.
"Minumnya apa?"
"Air teh."
"Teh hangat?"
Anggukan kembali menjadi jawaban.
Sampai Arjuna kembali mengatakan, "Jangan air teh ya, air putih saja. Jangan minum air teh."
Kirana? Kembali mengangguk.
🌹🌹🌹
Mereka sholat di mesjid yang ada di rest area di sana. Mesjid yang luas dan memiliki udara yang sejuk. Karena ini sudah lewat waktu sholat, mesjid menjadi sepi.
Memimpin menjadi imam, Arjuna merasa bangga dengan dirinya sendiri. Setelah selesai sholat, dia melangkah menuju istrinya yang berada di pojok mesjid.
Dalam langkahnya, Arjuna mendapat telpon. Itu dari bundanya.
"Hallo assalamualaikum, Bun?"
"Waalaikum salam, Abang dimana?"
"Lagi di rest area. Nyampe malem deh, Bun. Kasihan Kirana gak vit. Jadi berhenti-berhenti di jalan."
"Mana Kirana coba? Bunda mau ngomong?"
Arjuna kembali melanjutkan langkah, menuju sang istri. Namun langkahnya terhenti saat melihat istrinya tengah terlelap dengan posisi miring, dengan mukena yang dia jadikan bantalan.
"Tidur, Bun. Nanti aja ya. Kasihan itu lehernya gak enak," ucap Arjuna.
"Yaudah deh, jaga dia ya. Turuti apa yang dia mau."
"Iya, Bun. Siapin aja di sana, bersih-bersih ya, Bun."
"Heh, awas kamu kalau gak transfer sama Bunda, Bang."
"Gampang itumah. Wis, Assalamualaikum."
"Waalaikum salam."
Arjuna beregas mendekati sang istri yang terlelap di pojokan mesjid. "Kok ***** banget sih kamu, Ran?" Gumam Arjuna mencoba memindahkan kepala Kirana ke pangkuannya.
Dan merasa tubuhnya digerakan, Kirana membuka matanya sambil bergumam tidak jelas.
"Tidur lagi gak papa."
"Hmmm? Berangkat, Kak."
"Enggak, tidur aja biar vit," ucap Arjuna yang kini sudah duduk dengan kaki selonjor, dan Kirana yang tidur di pahanya.
Merasakan usapan di punggungnya, Kirana kembali memejamkan matanya.
"Tempatnya enak, adem," gumam Kirana yang sebenarnya tidak bisa lagi terlelap, tapi matanya tetap terpejam.
"Tempat kita juga enak, adem. Dipasang Ac baru."
Kirana tersenyum, merasakan Arjuna mengusap punggungnya di belakang sana. Tangannya menyentuh perutnya, kemudian hati perempuan itu berkata, 'Aku akan kembali ke tempat Allah, tapi kenapa aku merasa takut? Meninggalkan mereka berdua.'
Apalagi saat Kirana merasakan usapan itu beralih pada kepalanya, disusul dengan kecupan singkat di puncak kepalanya. "Energi buat mamanya, biar dedek bayinya sehat di sana."
🌹🌹🌹🌹
TBC
