Di tindas dan di hujat dengan tuduhan yang tidak nyata, membuat Errina Devina, sosok istri yang penurut berubah menjadi istri yang pemberontak.
Pernikahan yang mereka bina selama enam tahun harus kandas karena pihak ketiga. Azka Rayanza awalnya sosok suami yang bertanggung jawab, tetapi semua kandas setelah kematian sang papa.
Tidak terima dengan tuduhan keluarga suami yang mengatakan jika dia telah berselingkuh, maka Erinna memutuskan untuk menjadikan tuduhan keluarga suaminya menjadi nyata.
"Ibu tuduh aku selingkuh di balik penghianatan putra ibu. Maka! jangan salahkan aku menjadikan tuduhan itu menjadi nyata."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elprida Wati Tarigan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TKS 14
Erinna terdiam menatap Denis yang masih terbaring lemah di ruang ICU dengan beberapa alat medis yang menempel di tubuhnya. Dia menyeka air matanya yang terus mengalir mengkhawatirkan keadaan putranya itu. Dia tidak tau harus melakukan apa, dunianya serasa runtuh dan hancur berkeping-keping. Andai saja malam itu Azka langsung datang, mungkin Denis tidak akan berada di ruangan itu. Namun, pria itu sama sekali tidak perduli dengan keadaan putra mereka, dia hanya mementingkan Bella dan anak yang ada di kandungannya saja.
"Tidak ada artinya aku menghargai pernikahan ini lagi. Kamu harus merasakan apa yang aku rasakan. Sakitnya sebuah penghianatan."
Erinna seakan dikuasai oleh dendam dan juga amarah yang begitu besar. Sudah cukup dia bersabar dan menjaga kesucian pernikahan mereka. Namun, bagaikan menggenggam duri yang tajam, semakin memperkuat genggamannya maka semakin melukai dirinya sendiri. Jika di lepas begitu saja, luka di tangannya juga sudah membekas dan sulit untuk pulih kembali.
Lalu apa yang harus dia lakukan? Melukai duri itu tidak akan mungkin dia lakukan, tetapi dia bisa bermain dan mematahkan sedikit demi ksedikit ketajaman duri itu. Dia tidak perduli seberapa banyak luka yang akan bertambah, tetapi setidaknya rasa sakit itu bisa menghilangkan sedikit demi sedikit dan terganti dengan senyuman kemenangan.
"Nyonya, tuan sudah menunggu anda." Seorang pria berpakaian rapi menghampiri Erinna sambil memberikan sebuah paper bag.
"Terima kasih." Erinna menerima paper bag itu lalu bergegas untuk membersihkan dirinya dan bersiap untuk memulai pertarungan ini. "Penghianatan dibayar dengan penghianatan. Kita impas, Mas. Tapi lihat saja, aku tidak akan pergi dengan mudah demi putraku. Kamu harus merasakan apa yang aku rasakan."
*
*
*
Yoga duduk santai di tepi kolam renang sambil menikmati anggur merah. Dia menatap suasana di tempat itu terlihat begitu romantis dengan pemandangan cahaya rembulan yang begitu indah. Dia tersenyum sendiri membayangkan apa yang telah terjadi, seorang wanita dengan suka rela menawarkan diri kepadanya. Walau penampilan wanita itu terlihat biasa saja, tetapi entah mengapa Yoga merasakan sesuatu yang berbeda saat berada di dekat wanita itu. Dia juga dapat melihat kesedihan yang begitu mendalam terpancar dari mata wanita itu, sehingga membuat hati kecilnya seakan menuntutnya untuk lebih dekat dengan wanita itu..
Dia menatap arloji yang melekat di tangannya, sudah lima belas menit dia menunggu, tetapi wanita itu tidak kunjung datang juga. Doa mencoba menghidupkan sepuntung rokok dan berdiri di tepi kolam, dia tersenyum sendiri menertawakan dirinya sendiri. Dia merasa begitu bodoh karena percaya dengan wanita itu, mungkin saat itu wanita itu sedang ngelantur karena putus asa. Tapi Yoga sudah sangat berharap.
"Tuan! Maaf saya terlambat."
Yoga langsung terdiam mendengar suara itu, dia membalikkan tubuhnya dan melihat wanita yang dia tunggu berdiri dengan gugup di hadapannya. Dia perlahan menatap Erinna dari ujung kaki sampai ujung kepala, sangat cantik. Yoga menelan ludahnya kasar lalu membuang puntung rokok yang ada di tangannya secara asal.
Dia melangkahkan kaki mendekati Erinna dengan napas tidak karuan, dress mini berwarna hitam yang melekat pada tubuh wanita itu membuat lekuk tubuhnya terlihat dengan jelas, Tubuh kurus dan juga body yang bagus, seperti bukan tubuh seorang wanita yang pernah melahirkan seorang anak.
"Tubuhmu sangat bagus, kenapa kamu mau menawarkannya kepada orang yang baru kamu kenal?" Yoga melingkarkan tangannya di pinggang Erinna sambil menghirup aroma tubuh wanita itu yang begitu menenangkan pikirannya.
"Aku butuh uang!"
Yoga terkekeh kecil mendengar ucapan wanita itu, ternyata semua wanita sama saja. Mereka akan mengorbankan apapun demi uang. Yoga menatap kedua mata Erinna dengan lekat, seperti sedang mencari sesuatu di dalam sana. "Ternyata kamu berbeda."
Erinna terdiam mendengar ucapan pria itu, dia mencoba mengatur detak jantungnya yang hampir copot. Dia menatap wajah tampan pria yang ada di depannya itu dengan gugup. Yoga yang melihat kegugupan Erinna mencoba untuk mencairkan suasana, dia menuntun kedua tangan wanita untuk melingkar di lehernya, lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Erinna.
"Kalau boleh tahu siapa namamu?" tanya Yoga tersenyum kecil.
"Erinna! Erinna Delvira. Bolehkah kita langsung ke intinya saja, putraku berada di rumah sakit."
Senyuman Yoga langsung menghilang mendengar ucapan Erinna. Putra, ya putranya berada di rumah sakit. Tanpa bertanya Yoga langsung bisa mengerti apa yang membuat wanita itu melakukan ini. "Baiklah! Aku harap kamu tidak mengecewakanku malam ini."
Yoga dengan sigap membawa tubuh mungil Erinna kedalam gendongannya. Tapa basa basi, dia membawa Erinna ke kamar utama Villa miliknya itu. Erinna hanya terdiam sambil menatap rahang tegas pria itu, ternyata pria yang di depannya tidak semenyeramkan yang dia bayangkan. Pria itu memperlakukannya dengan begitu lembut, setiap sentuhan yang dia berikan menciptakan kehangatan yang tidak pernah Erinna rasakan selama ini. Bahkan dia tidak mendapatkan itu saat berhubungan dengan Azka.
Yoga melepaskan setiap pakaian yang menutupi tubuh Erinna dengan begitu lembut, hingga akhirnya tubuh polos tanpa selembar benangpun terpang-pang dengan jelas di hadapannya. Yoga menatap tubuh kurus Erinna dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Dia menyentuh tubuh Erinna dengan begitu lembut, hingga akhirnya mereka berdua bergulat manja di atas ranjang itu.
Suara Erinna yang begitu merdu mulai memenuhi ruangan itu, sehingga membuat semangat Yoga semakin bertambah. Deru napas keduanya saling bersautan, seakan masuk kedalam kenikmatan yang tidak terduga. Erinna meneteskan air mata setelah melewati puncak kenikmatan mereka. Menyesal, tentu saja, dia telah mengotori tubuhnya kedalam lumpur yang begitu dalam. Namun, dia juga tidak punya pilihan lain, mencari uang yang begitu besar bukan hal yang mudah untuknya. Lebih baik dia menjual tubuhnya dari pada harus mengemis kepada suami dan juga madunya yang tidak punya hati itu.
Yoga menyandarkan tubuhnya sambil menatap Erinna yang sedang berbaring memunggunginya. Dia tau apa yang di rasakan wanita itu, tetapi dia juga tidak bisa melakukan apapun, lagipula dia adalah pria normal, jadi wajar saja jika dia menerima tawaran Erinna tanpa berpikir panjang. Yoga mencoba menghidupkan sepuntung rokok sambil menatap langit-langit kamar itu sambil tersenyum.
Sudah lama dia tidak merasakan kenikmatan ini, bahkan dulu dia melakukannya hanya untuk tempat pelampiasan, tanpa ada rasa cinta. Namun, saat melakukannya dengan Erinna, dia seperti merasakan kenikmatan yang berbeda. Apa tubuh wanita itu yang nikmat, atau ada perasaan di dalam hatinya yang tersimpan untuk wanita itu?
Bersambung......
si Azka serakah kamu sakit hati merasa dikhianati terus gimana dengan Erina sendiri saat kamu bilang mau nikah lagi perasaanmu sekarang gak bedanya dengan apa yang Erina rasakan cowok begooooo ... gemes 😬😬
tapi ternyata semua di luar ekspektasi 😜😜