Dunia Kultivator adalah dunia yang sangat Kejam dan Keras. Dimana yang kuat akan berkuasa dan yang lemah akan ditindas. Tidak ada belas kasihan, siapapun kamu jika kamu lemah maka hanya ada satu kata untukmu yaitu "Mati".
Dunia yang dipenuhi dengan Keserakahan dan Keputusasaan. Dewa, Iblis, Siluman, Monster, Manusia, dan ras-ras lainnya, semuanya bergantung pada kekuatan. Jika kamu tidak ingin mati maka jadilah yang "Terkuat".
Dunia yang dihuni oleh para Predator yang siap memangsa Buruannya. Tidak ada tempat untuk kabur, apalagi bersembunyi. Jika kamu mati, maka itu sudah menjadi takdirmu karena kamu "Lemah".
Rayzen, salah satu pangeran dari kekaisaran Awan putih, terlahir dengan kekosongan bakat. Hal itu tentunya membuat Ia tidak bisa berkultivasi. Ia dicap sebagai seorang sampah yang tidak layak untuk hidup. Banyak dari saudara-saudaranya yang ingin membunuhnya.
Tetapi tanpa diketahui oleh siapapun, Reyzen ternyata memiliki keberuntungan yang membawanya menuju puncak "Kekuatan".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RantauL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14. Hantu Berdarah
"Lari pangeran..," teriak Kan Na keras.
Karena Bai Hu sudah masuk kedalam Domain pria berzirah, ia sudah tidak bisa melindungi Ray Zen. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh para pembunuh bayaran berjubah untuk membunuhnya. Dua orang diantara mereka dengan cepat menghilang dari tempatnya, menyerang Ray Zen menggunakan sepasang belati. Ray Zen yang menyadari hal itu segera menghindar, membuat tebasan dari kedua pembunuh bayaran itu mengenai udara kosong.
Kan Na ingin melindungi Ray Zen, tetapi setiap kali ia melakukannya, keempat pembunuh bayaran yang lain selalu menghalanginya. Kan Na sendiri cukup kesulitan menghindari semua serangan yang dilakukan oleh keempat pembunuh bayaran itu.
Ray Zen yang telah berhasil menghindari serangan, berlari menjauh. Dengan sekuat tenaga ia terus berusaha menghindari setiap serangan berikutnya yang dilakukan oleh kedua pembunuh bayaran.
Ray Zen memang sengaja tidak menggunakan kekuatannya. Ia tidak ingin siapapun tahu tentang kekuatan yang ia miliki. Oleh sebab itu ia hanya terus menghindar dari serangan yang diberikan, sembari terus berlari lebih dalam memasuki hutan kabut.
Kedua pembunuh bayaran itu mulai kesal. Setiap serangan yang mereka lancarkan tidak ada satupun yang berhasil mengenai Ray Zen. Salah satu dari mereka kemudian mengeluarkan energinya, mengarahkannya pada Ray Zen.
" Dasar sampah, matilah.Tebasan Kelelawar..," ucapnya, yang disertai dengan siluet belati berwarna hitam kebiruan. Siluet belati itu mengarah tepat ke leher Ray Zen.
Beruntung Ray Zen segera menunduk, membiarkan siluet belati itu menebas pohon yang ada didepannya. Pohon yang terkena siluet belati itupun terpotong dengan sangat rapi.
"Hah.., hampir saja." ujar Ray Zen sambil tersenyum.
Bukannya takut, Ray Zen justru sedang mempermainkan kedua pembunuh bayaran itu. Ia terus berlari zig zag menghindari setiap serangan, terkadang ia tersenyum mengejek kearah kedua pembunuh bayaran itu, membuat mereka semakin geram terhadanya.
Setelah berlari cukup jauh dari tempat sebelumnya, Ray Zen kini berhasil terpojokan. Ia berada ditepi sebuah jurang yang cukup dalam. Langkahnya terhenti, dengan tenang ia berbalik menghadap kedua pembunuh bayaran yang tersenyum lebar kearahnya.
"Kau sudah tidak bisa kabur lagi bocah. Sampah seperti sudah ditakdirkan untuk mati." kata salah satu pembunuh bayaran itu.
"Hahaha.., sayang sekali. Bukan aku yang akan mati paman, tetapi kalianlah yang akan mati." ucap Ray Zen santai.
Ray Zen mengulurkan tangannya kesamping, disertai dengan munculnya belati berwarna biru langit. Cahaya biru langit dari belati itu memancar dengan sangat indah.
"Belati apa itu? mengapa auranya begitu kuat?"
"Mungkinkah itu senjata tingkat dewa?"
Batin mereka berdua. Kedua pembunuh bayaran itu membelalakkan matanya, melihat kearah belati yang ada ditangan Ray Zen.
"Bagaimana paman apakah kalian ingin bertarung?"
"Biadab.., kau pikir kami takut denganmu? Matilah sampah!" kata salah satu pembunuh bayaran marah.
Slasss...
Belum sempat pembunuh bayaran itu bereaksi, belati Ray Zen telah terlebih dahulu memenggal kepalanya. Cipratan darah keluar dari lehernya yang terpenggal.
Pembunuh bayaran yang tersisa terdiam tidak percaya. Sekujur tubuhnya bergetar, ia tidak menyangka rekannya yang sudah berada diranah Suci *4 mati dengan sangat mudah ditangan seorang bocah yang mereka anggap sampah. Keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhnya.
"A.. Apa.. Apa yang terjadi?" gumamnya dengan nada bergetar. "Ba.. Bagaimana mungkin?" lanjutnya menatap Ray Zen tidak percaya.
"Bagaimana paman, apakah kau masih ingin bertarung?" ucap Ray Zen dengan senyuman khasnya.
"Am.. Ampuni aku tuan. Ak.. Aku akan melakukan apapun yang kau mau. To.. Tolong jangan bunuh aku." pembunuh bayaran itu berlutut memohon.
"Hhhhhh.., Aku paling tidak suka dengan seorang penjilat." ucap Ray Zen dingin, seketika menghilang dari tempatnya.
Slasss...
Kurang dari satu tarikan nafas, Ray Zen sudah berada dibelakang pembunuh bayaran itu. Perlahan kepala pembunuh bayaran itu terjatuh, lepas dari badannya. Ia mati tanpa memberikan perlawanan.
Ray Zen mendekati kedua mayat pembunuh bayaran. Memeriksa hal-hal penting yang dapat ia gunakan sebagai petunjuk tentang orang yang membayar mereka. Setelah memeriksa secara detail, Ray Zen menemukan sebuah tanda aneh dileher kedua pembunuh bayaran itu.
Ray Zen kemudian mencoba mengingat tentang tanda itu, yang sebelumnya pernah ia lihat disalah satu buku di perpustakaan kekaisaran. Menurut buku tersebut, tanda aneh itu adalah simbol asosiasi pembunuh bayaran terbesar yang ada di kekaisaran Awan Oren. Asosiasi itu bernama 'Hantu Berdarah'.
"Hantu Berdarah.., suatu saat aku akan berkunjung ketempat kalian."
"Bangkitlah..!"
Kedua mayat pembunuh bayaran itu kemudian bangkit menjadi bayangan berwarna hitam kelam, lalu berlutut dihadapan Ray Zen.
"Luar biasa.., ternyata setelah menjadi prajurit bayanganku, tingkatan kultivasi mereka meningkat 2 tingkat." kata Ray Zen setelah melihat tingkatan kultivasi kedua prajurit bayangan barunya meningkat keranah Agung *1.
"Baiklah, waktunya menjelajahi hutan ini." sambungnya lalu menghilang dari tempat itu.
Beberapa menit setelah kepergian Ray Zen dari tempat itu, muncullah Fui Che, Pou Che, Kan Na, dan Keempat pembunuh bayaran yang tersisa.
"Bangsat.., Apa yang telah terjadi." gerutu Fui Che marah setelah melihat mayat kedua pembunuh bayaran yang telah kehilangan kepalanya. "Dimana sampah itu?" lanjutnya.
Pou Che, Kan Na, dan keempat pembunuh bayaran juga segera memeriksa keadaan ditempat itu.
"Sepertinya Ray Zen terjatuh kedalam jurang ini pangeran." jawab Pou Che menunjuk jurang yang ada didepannya. Fui Che dan yang lainnya ikut melihat kedalam jurang.
"Ini Aneh..," ucap Kan Na memegang dagunya. Salah satu pembunuh bayaran yang berada didekatnya mengangguk setuju.
"Hmm, sepertinya ada orang kuat yang menyelamatkan sampah itu, dan berhasil membunuh kedua rekanku." ucap pembunuh bayaran yang membawa busur, sembari melihat tubuh dari kedua rekan pembunuhnya yang sudah tidak bernyawa.
"Kurang ajar.., berani sekali orang itu. Dia belum tahu sedang berurusan dengan siapa." geram Fui Che marah. "Paman kita harus segera mencari sampah itu. Aku rasa dia belum jauh dari sini."
"Tidak perlu pangeran. Sebaiknya kita sekarang kembali. Serahkan saja sampah itu ditangan senior Gung Bou." balas Kan Na memberi saran. Pembunuh bayaran yang disebut namanya mengangguk setuju.
"Kan Na benar. Biar kami saja yang mencari sampah itu pangeran." lanjut Gung Bou.
"Hahh, baiklah. Kalau begitu ayo kita pergi dari sini." ucap Fui Che. Ia, Pou Che dan Kan Na kemudian meninggalkan tempat itu, meninggalkan keempat pembunuh bayaran yang tersisa.
"Temukan sampah itu dan orang yang telah menyelamatkannya. Mereka harus membayar lunas atas kematian rekan kita." perintah Gung Bou.
"Baik." jawab ketiga temannya serentak. Mereka lalu ikut menghilang dari tempat itu.
...****************...
Jauh di dalam hutan kabut, terlihat Ray Zen sedang duduk diatas dahan sebuah pohon yang sangat tinggi. Dari sana ia dapat menyaksikan pertarungan sengit antara seorang kakek yang sudah berada diranah Legend dengan seekor beruang besar yang sudah berusia ratusan ribu tahun.
Pertarungan itu berjalan seimbang. Kakek dan beruang besar itu saling jual beli serangan. Serangan demi serangan yang mereka lakukan, telah merubuhkan satu persatu pohon yang ada di area pertarungan mereka.
"Dasar beruang jelek, sebaiknya kau mati saja." kata sang kakek memprovokasi beruang besar yang ada didepannya.
"Kau saja yang mati kakek peot." balas beruang besar tak mau kalah.
Binatang buas yang sudah berusia ratusan ribu tahun memiliki kemampuan untuk bisa berbicara layaknya manusia. Bahkan dapat berubah wujud juga menjadi manusia.
Pertarungan mereka terus berlanjut. Ray Zen yang menyaksikan itu merasa bosan. Ia kemudian berdiri dari tempatnya, melompat—dan mendarat lurus diantara kakek tua dan beruang besar, yang sedang bersiap mengeluarkan serangan masing-masing.
Kakek dan beruang itu mundur beberapa langkah karena melihat kedatangan Ray Zen yang secara tiba-tiba. Mereka kemudian menarik kembali serangannya.
"Dasar bocah sialan.., apa kau mau mati juga ha!" ujar beruang marah. Setelah melihat orang yang menghentikan pertarungannya adalah seorang bocah, beruang besar itu mengeluarkan aura intimidasi yang semakin kuat.
"Siapa anak ini? Mengapa aku tidak bisa merasakan hawa keberadaannya?" batin kakek itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...