Ketua OSIS yang baik hati, lemah lembut, anggun, dan selalu patuh dengan peraturan (X)
Ketua OSIS yang cantik, seksi, liar, gemar dugem, suka mabuk, hingga main cowok (✓)
Itulah Naresha Ardhani Renaya. Di balik reputasi baiknya sebagai seorang ketua OSIS, dirinya memiliki kehidupan yang sangat tidak biasa. Dunia malam, aroma alkohol, hingga genggaman serta pelukan para cowok menjadi kesenangan tersendiri bagi dirinya.
Akan tetapi, semuanya berubah seratus delapan puluh derajat saat dirinya harus dipaksa menikah dengan Kaizen Wiratma Atmaja—ketua geng motor dan juga musuh terbesarnya saat sedang berada di lingkungan sekolah.
Akankah pernikahan itu menjadi jalan kehancuran untuk keduanya ... Atau justru penyelamat bagi hidup Naresha yang sudah terlalu liar dan sangat sulit untuk dikendalikan? Dan juga, apakah keduanya akan bisa saling mencintai ke depannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masalah Seragam Olahraga
Happy reading guys :)
•••
“Sialan … aku harus apa sekarang? Nggak mungkin aku minjam seragam olahraga di kelas Kaizen … Yang ada … yang ada aku habis dikata-katain sama dia.”
Naresha menggigit kuku ibu jari tangan kanannya sambil berkacak pinggang, lantaran sedari tadi belumlah mendapatkan cara untuk terbebas dari hukuman pak Bandi selain meminjam seragam olahraga salah satu siswi dari kelas sang suami—lantaran pada hari ini kelas Kaizen juga memiliki jadwal olahraga.
Decakan pelan terdengar dari bibir mungil milik Naresha, sebelum pada akhirnya gadis berparas cantik itu keluar dari dalam toilet untuk menghadapi sebuah realita yang sangat berat untuk diterima.
Naresha melangkahkan kaki menuju ruangan kelasnya berada, seraya sesekali memperhatikan para teman-teman sekelasnya yang sudah mulai melakukan pemanasan di lapangan tengah sekolah.
Tangan ramping nan lentik milik Naresha pelan-pelan mulai mengepal sempurna, kala berbagai macam delusi negatif tentang reaksi para musuh serta pembencinya mulai masuk ke dalam kepalanya, saat dirinya kemungkinan besar akan mendapatkan hukuman dari sang guru olahraga.
“Apa ini karma buat aku karena udah bikin Kaizen tidur di luar kamar? Nggak, nggak … nggak ada karma, karma … karma itu kalau cuma aku yang berbuat jahat, tapi ini dia juga ngelakuin hal yang sama … Jadi, nggak ada karma sama sekali,” batin Naresha, lantas mulai mempercepat langkah kakinya.
Beberapa menit berlalu, setelah tiba di dalam ruangan kelas, Naresha bergegas mendekati tempat duduknya berada, kemudian membuka tas untuk mengambil botol minuman—guna bersiap menerima hukuman.
Akan tetapi, mata Naresha spontan melebar sempurna, saat tiba-tiba saja melihat satu setel seragam olahraga berada di dalam tas sekolahnya.
Tanpa menunggu waktu lama, Naresha buru-buru mengambil seragam olahraga itu, lantas memperhatikannya dengan sangat saksama.
“Hah, kok … bisa ada? Perasaan tadi nggak ada, dan seingetku memang aku lupa masukin seragam olahraga ke tas sekolah … tapi ini ….” Naresha segera menggeleng-gelengkan kepala dengan sangat cepat. “Bodo amat ini dari mana … yang penting aku nggak dihukum sama pak Bandi dan nggak bikin reputasiku di sekolah ini jadi jelek.”
Setelah mengatakan hal itu, tanpa memikirkan apa-apa lagi, Naresha bergegas membawa seragam sekolah tersebut keluar dari dalam kelas—kembali menuju toilet untuk mengganti pakaiannya.
Beberapa menit berlalu, Naresha keluar dari dalam toilet seraya sedikit mengerutkan keningnya, lantaran seragam olahraga yang sedang dirinya kenakan sekarang benar-benar sangat-teramat besar, hingga membuat tubuhnya yang begitu sangat indah tidak menampilkan lekuk apa pun.
“Gede banget …,” gumam Naresha, mengangkat kedua tangannya untuk melihat betapa besar seragam olahraga itu, tetapi tidak berselang lama, karena dirinya bergegas menggeleng-gelengkan kepala dan mulai mengukir senyuman manis khasnya—menunjukkan lesung pipi yang membuat setiap mata terpesona, “Itu nggak penting … yang penting sekarang aku bisa ikut olahraga dan nggak dihukum sama pak Bandi.”
Naresha sedikit merapikan rambut panjangnya, sebelum pada akhirnya memutuskan untuk melangkahkan kaki dengan sangat ringan menuju lapangan tengah sekolah.
•••
“Untung aja ada ini seragam olahraga, kalau nggak ada … udah habis aku kena hukum pak Bandi tadi. Siapapun yang naruh seragam olahraga ini di dalam tasku, aku benar-benar berterima kasih banget.”
Naresha menghela napas panjang penuh akan kelegaan, seraya mendudukkan tubuh di salah satu kursi yang berada di dalam ruangan kantin. Ia menyandarkan punggung ke sandaran kursi sambil menyingkirkan serta menyelipkan beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya ke belakang telinga.
Atensi Naresha seketika teralihkan, kala tiba-tiba saja mendengar sebuah pertanyaan keluar dari dalam bibir mungil milik Nayla.
“Untung banget lu nggak kena hukum sama pak Bandi tadi, Sa. By the way, itu seragam dapat dari mana? Bukannya tadi lu nggak mau, ya, kalau harus minjam ke kelasnya Kaizen,” tanya Nayla, menatap wajah Naresha dengan rasa penasaran sangat tinggi sambil mulai membuka buku menu yang berada di atas meja.
Naresha mengangkat kedua bahunya pelan. “Gue juga nggak tahu, tiba-tiba aja ini seragam olahraga ada di dalam tas gue … mungkin ada fans yang sadar kalau gue nggak bawa seragam, makanya dia diam-diam ngasih pinjam.”
Thalita spontan menatap Naresha dengan alis kanan sedikit terangkat. “Fans? Sa … lu yakin? Emangnya ada orang baik hati banget sampai segitunya? Meskipun itu seorang fans … tapi gue rasa mustahil, deh, soalnya anak-anak sekolah ini, kan, takut banget kalau sampai dapat hukuman dari pak Bandi.”
Naresha kembali mengangkat kedua bahunya, sebelum pada akhirnya ikut mengambil buku menu untuk memesan beberapa makanan serta minuman—dan tentu saja akan dibayar oleh Nayla dan Thalita sesuai janji mereka kemarin siang. “Ya, siapa tahu, kan? Gue, kan, memang populer … Jadi, siapa tahu emang ada orang yang rela dihukum hanya demi gue, Ta.”
Thalita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala pelan saat mendengar jawaban percaya diri dari sang sahabat, seraya mulai menaruh kembali buku menu ke atas meja setelah tahu apa yang akan dirinya pesan.
Suara dering handphone berbunyi terdengar, membuat Naresha yang masih sibuk mencari menu makanan seketika mengambil benda pipih itu dari dalam saku celana seragam olahraga, lantas membukanya untuk melihat nama seseorang yang telah mengirimkan pesan kepada dirinya.
Senyuman lebar penuh akan kebahagiaan serta kemenangan terukir di wajah cantik Naresha, saat layar handphone menampilkan nama ‘New Baby' telah mengirimkan beberapa pesan kepada dirinya.
Tanpa menunggu waktu lama, Naresha segera membuka kolom chat bersama Gavin dan muka membaca beberapa pesan yang telah dikirimkan oleh cowok itu.
Gavin:
“Hai, Baby … hari ini kamu sibuk nggak?”
“Aku kangen sama kamu.”
“Bisa nggak kita ketemu?”
Setelah membaca beberapa chat itu, Nayla mulai menggerakkan kedua ibu jarinya untuk menari-nari di atas keypad handphone, seraya terus-menerus mengukir senyuman penuh akan kemenangan.
Naresha:
“Aduh, maaf banget Baby … Aku masih belum bisa keluar rumah.”
“Aku masih dihukum mama sama papa.”
“Lagipula aku nggak pegang apa-apa sekarang … semua barang aku disita, termasuk mobil sama semua alat pembayaran.”
Tanpa perlu menunggu waktu lama, balasan yang baru saja dikirimkan oleh Naresha segera direspons oleh Gavin.
Gavin:
“Yah, padahal aku kangen banget.”
“By the way, berarti kamu nggak bisa jajan, dong, kalau semuanya disita?”
Senyuman Naresha merekah, kala Gavin pelan-pelan mulai masuk ke dalam umpan yang telah dirinya berikan. Ia dengan penuh semangat kembali mengetikkan sesuatu pada keypad handphone—mengabaikan kedua sahabatnya yang sedari tadi tengah memperhatikannya dengan memasang ekspresi penuh penasaran serta tanda tanya sangat mendalam.
Naresha:
“Iya, aku terakhir jajan pakai uang yang kamu kasih dua hari lalu.”
“Padahal, aku pengin banget beli makanan favoritku … soalnya bosen banget makan masakan mama sama bibi.”
Gavin:
“Aduh, kasihan banget kesayangannya aku.”
“Ya udah, aku transfer uang lagi, ya … e-wallet kamu yang dua hari lalu masih bisa dipakai, kan?”
“Jackpot … kemakan juga umpannya,” gumam Naresha, sebelum membalas chat dari Gavin, lantas mengangkat kepala dan menatap wajah kedua sahabatnya sambil terus-menerus mengukir senyuman di wajahnya dengan dada terasa begitu sangat ringan.
“Siapa, Sa?” tanya Thalita, sambil memberikan usapan lembut pada telinga kanannya yang terasa sedikit berdengung.
Naresha diam beberapa saat, sebelum pada akhirnya menunjukkan isi di dalam layar handphone-nya kepada Nayla dan Thalita, setelah mendengar notifikasi uang masuk di salah satu e-wallet-nya berbunyi.
“Gue berhasil ngerjain dia,” jawab Naresha penuh rasa bangga.
Nayla dan Thalita spontan menatap ke dalam layar handphone Naresha—melihat isi chat bersama Gavin serta jumlah uang yang telah cowok itu kirimkan kepada sahabat mereka.
“Ini orang beneran bodoh atau emang udah jatuh cinta banget sama lu, sih, Sa? Enak bener ngeluarin duit jutaan cuma gara-gara lu chat pengin beli jajan,” tanya Nayla, mengalihkan pandangan kembali menatap wajah cantik Naresha.
Naresha ingin menjawab pertanyaan yang telah Nayla berikan, tetapi sesegera mungkin mengurungkan niat saat tiba-tiba saja mendengar suara beberapa orang cowok yang cukup familiar untuknya—suara dari para anggota geng Valefor.
“Kai beneran nggak ikut olahraga nanti?” tanya salah satu cowok sambil melangkahkan kaki mendekati salah satu stan makanan.
“Ya, gitulah … katanya dia lagi males, terus juga lagi nggak bawa baju olahraga,” jawab cowok lainnya, merapikan beberapa helai rambut yang sedikit berantakan.
“Aneh banget … perasaan tadi pagi gue lihat dia bawa seragam olahraga, deh, tapi kenapa tiba-tiba bilang nggak bawa?”
“Entahlah, mungkin alasan, doang. Lu tahu sendiri ketua kita itu gimana kelakuannya.”
Mendengar obrolan itu, Naresha spontan mengerutkan kening sempurna, menggigit bibir bawah pelan dan menurunkan handphone miliknya yang masih menyala.
“Jangan-jangan seragam olahraga ini ….”
To be continued :)