Putri Changle—seorang gadis modern—terjebak di tubuh putri kuno yang memiliki masa lalu kelam. Setelah menikah dengan kekasih masa kecilnya, dia dikhianati dan disiksa hingga mati. Namun, dengan bantuan sistem poin dan ruang ajaib, Putri Changle mendapatkan kesempatan kedua untuk balas dendam.
Dengan menggunakan Sistem, Putri Changle memulai perjalanan balas dendam yang penuh tantangan dengan mengumpulkan poin, meningkatkan level, dan membuka kemampuan baru untuk mengalahkan musuh-musuhnya.
Namun, semakin dia mendekati tujuannya, semakin banyak rahasia yang terungkap tentang masa lalunya dan sistem yang digunakannya. Apakah Putri Changle dapat mencapai balas dendamnya, ataukah dia akan terjebak dalam permainan yang lebih besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itsme AnH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang Membawa Putri Changle
Di depan pintu gerbang megah Kediaman Changyuan, Nyonya Ketiga—ibu dari Tuan Muda Xie Zhan—berdiri tegap dengan wajah berseri-seri, dikelilingi oleh kedua iparnya yang berusaha menutupi cemas di wajah mereka.
Di tengah kerumunan rakyat yang memadati halaman, derap langkah tandu pengantin terdengar semakin dekat, mengusik udara penuh harap dan gelisah.
"Hari ini adalah hari bersejarah Tuan Muda Xie, resmi menikahi Putri Changle! Selamat dan semoga mereka berdua bahagia selamanya," sorak seorang wanita dari massa, suaranya penuh semangat dan harapan.
“Selamat... selamat!” seru lainnya, menggema beriringan, wajah-wajah penuh haru dan bahagia menyambut detik-detik yang mengubah masa depan dua keluarga besar.
Nyonya Ketiga tersenyum lebar, matanya berbinar bangga.
“Tuan Muda Xie sungguh luar biasa! Di usianya yang masih muda, dia berhasil menaklukkan ujian istana dan meraih juara pertama!” seru seorang pria di tengah kerumunan, suaranya penuh kebanggaan dan keyakinan yang membara. “Dan sekarang, dia bahkan bisa mempersunting Putri Changle yang jelita—benar-benar takdir yang gemilang!”
Salah satu wanita mengangguk setuju dan melirik ke arah Nyonya Ketiga, lalu mengeluarkan suara lembut dan penuh penantian. “Benar! Nyonya Ketiga, tolong beri beberapa patah kata di hadapan Tuan Muda Xie dan Putri Changle, untuk anak-anak kita.”
Suasana jadi hening sesaat, tapi semua orang jelas menaruh harap besar agar pernikahan megah itu membawa berkah berlimpah bagi keturunan mereka di rumah.
Nyonya Ketiga menghela napas dalam-dalam, senyum bangga tetap terlukis di bibirnya. Hanya saja, matanya menyiratkan rahasia yang tak terucapkan. “Ah, tentu mudah saja ...,” jawabnya dengan nada penuh kepura-puraan yang hampir saja mengoyak kesunyian.
Di kiri-kanannya, kedua saudara iparnya tersenyum manis, berpura-pura bahagia bersama, padahal asam getir mulai merayapi setiap sudut hati mereka, seperti racun halus yang perlahan menggerogoti.
Nyonya Kedua dengan cepat merangkul lengan Nyonya Ketiga, suaranya memuji dengan nada berlebihan dan penuh perhitungan. “Kamu sungguh beruntung. Bila A—Zhan jadi makmur, jangan lupakan kami, ya.”
“Hmm,” Nyonya Ketiga mengangguk pelan, senyum tipis itu melebar—bukan senyum tulus, melainkan topeng dingin yang berusaha menahan bara amarah dan racun dendam yang menggelegak dalam dada.
Matanya tajam menyipit, seolah menantang siapa saja yang berani meremehkannya lagi.
Tak mau kalah, Nyonya Pertama menyisipkan suaranya dengan manis penuh siasat, nada yang dibungkus lipatan tipu daya. “Dari Wilayah Barat, aku sudah kirim seseorang membawakan jepit rambut kaca ini, sebagai tanda hormatku untukmu.”
Tangannya anggun mengambil jepit rambut dari dalam kotak, lalu dengan santai meletakkannya di kepala Nyonya Ketiga. “Semoga di masa depan, kita bisa saling menguntungkan.”
Tawa lirih keluar dari bibir Nyonya Ketiga, suaranya bergetar tipis saat ia menyentuh jepit rambut itu. “A—Zhan adalah putraku. Bukankah dia sudah memanggil kalian Bibi Pertama dan Bibi Kedua? Jadi, tentu saja, aku juga berharap ada ‘manfaat’ yang kalian peroleh di masa depan.”
Tawa mereka bergema, tapi diselimuti kabut kepalsuan yang pekat, setiap bunyinya seperti duri yang menusuk hati.
Dalam diam, Nyonya Ketiga menelan ludah, mengepalkan tangan, dan membatin dengan dingin. ‘Dulu kalian merendahkanku hanya karena aku seorang penyanyi. Sekarang, lihatlah ... kalian malah datang dan memohon padaku.’
“Nyonya Ketiga! Kereta pengantin sudah tiba!” teriak seorang pelayan dari kejauhan, suaranya menggema di depan gerbang Kediaman Changyuan.
Senyum Nyonya Ketiga melebar, membentang penuh keangkuhan dan kebanggaan yang menggelegak di dada.
Dari ujung karpet merah, tampak sosok Xie Zhan menunggang kuda dengan langkah pasti, bak pangeran yang kembali merebut mahkotanya.
Nyonya Ketiga cepat turun dari tangga gerbang, diikuti kedua iparnya yang memancarkan rasa iri tersembunyi.
Xie Zhan turun dari kuda, melangkah mantap menghampiri tandu pengantin wanita. Tangannya menjulur lembut, membantu sang istri turun dengan keanggunan yang hampir terasa sakral.
Mereka berjalan beriringan dengan tangan saling menggenggam erat, membentuk janji yang tak tersuarakan.
Nyonya Ketiga melangkah mendekat, senyumnya merekah di bibir seperti retakan kaca yang memantulkan sinar penuh arti.
Dia meraih tangan pengantin wanita berhias kerudung merah, matanya membara dengan kebanggaan yang membuncah sampai ke dasar jiwa.
“A—Zhan, akhirnya kamu pulang membawa Putri Changle,” suaranya bergetar, tertahan oleh lautan haru yang sulit dilukiskan. Xie Zhan menatap ibunya, dadanya sesak, matanya bergetar penuh kegelisahan. “Ibu ... dia bukan ....”
Namun, sebelum kata-kata itu sempat keluar, sosok Putri Changle yang sebenarnya muncul dengan anggun di hadapan semua tamu.
"Selamat kepada Tuan Muda Xie karena telah menikahi kekasihnya," kata Song Zhiwan mengalun lembut, tapi penuh makna.
Keheningan pun pecah—kejut yang mendalam menghancurkan harapan Nyonya Ketiga—dia kehilangan senyumannya.
Mereka sudah yakin Xie Zhan akan menikahi Song Zhiwan, sang Putri Changle. Tapi nyatanya, Song Zhiwan bukan pengantin wanita, melainkan tamu yang berdiri anggun memberi ucapan selamat.
Lalu ... siapa sesungguhnya wanita dalam gaun dan selendang merah itu?
Tatapan penuh pertanyaan menusuk ke dalam, menyisakan ruang kosong yang menggantung penuh teka-teki.
"Aku datang untuk mengucapkan selamat kepada kalian berdua," kata Song Zhiwan dengan senyum manis yang dipenuh tipu daya. "Semoga kebahagiaan abadi menyertai, dan cepat dikaruniai keturunan."
Begitu kata-katanya mengalun, denting musik merobek keheningan, mengisi udara dengan ketegangan yang tak terucapkan.
"Putri ...?" Suara Nyonya Ketiga pecah, bergetar sampai menembus tulang. Tatapannya tajam menyorot ke arah pengantin wanita yang ditunjuknya dengan jari gemetar. "Lalu siapa dia?!"
Tanpa diduga, dia merobek selendang merah yang menutupi kepala pengantin dengan gerakan kasar.
Wajah Guan Shiqing terbuka nyata, memancarkan ketakutan yang mencekam.
Napas Nyonya Ketiga tersengal, dadanya seolah diremas dalam genggaman tangan tak terlihat.
Di sekelilingnya, tawa sinis mulai merebak, bahkan senyum-senyum penuh ejekan terpatri di wajah Nyonya Pertama dan Kedua.
Suara wanita yang tadinya bicara di antara kerumunan, kembali membelah tajam seperti pisau yang menyayat suasana. "Bukankah dia pelayan pribadi Putri Changle, Guan Shiqing?"
Seluruh mata langsung tertuju pada pengantin yang seharusnya bersinar di hari bahagianya, tapi alih-alih cahaya, yang terpancar justru bayang-bayang pengkhianatan—seolah rahasia kelam terbuka lebar di hadapan semua orang.
Song Zhiwan menghela napas, suaranya berat ketika menjawab, "Benar. Dia pelayan pribadiku, Guan Shiqing."
Wajah Song Zhiwan tampak sendu, matanya pun menyiratkan luka seakan dia benar-benar terluka oleh pengkhianatan Xie Zhan dan Guan Shiqing.
"Dia dan Tuan Muda Xie saling mencintai dengan tulus. Aku tak tega untuk memisahkan mereka, jadi aku secara khusus mengizinkan pernikahan ini terjadi."
Tubuh Song Zhiwan berputar perlahan, mengarah kepada Nyonya Ketiga dengan tatapan penuh makna. "Nyonya, aku dan Guan Shiqing bagai saudara. Kuharap nyonya sudi memperlakukannya dengan baik."
Nyonya Ketiga terpaku dalam keterkejutan, seolah seluruh dunia di sekelilingnya runtuh menjadi debu. Matanya terpaku pada sosok Xie Zhan, yang hanya diam membisu, beku dalam keheningan mencengkam.
Dengan suara serak dan tak percaya, Nyonya Ketiga bertanya, "A—Zhan, apakah benar apa yang Putri Changle katakan?"
fighting.....semesta pasti akan membantu dan merestui mu....
usaha tak kan menghianati hasil.....🔥🔥🔥🔥🔥
semoga lancar lahirannya