NovelToon NovelToon
A Promise Between Us

A Promise Between Us

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:785
Nilai: 5
Nama Author: Faustina Maretta

Seorang wanita muda dengan ambisinya menjadi seorang manager marketing di perusahaan besar. Tasya harus bersaing dengan Revan Aditya, seorang pemuda tampan dan cerdas. Saat mereka sedang mempresentasikan strategi marketing tiba-tiba data Tasya ada yang menyabotase. Tasya menuduh Revan yang sudah merusak datanya karena mengingat mereka adalah rivalitas. Apakah Revan yang merusak semua data milik Tasya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

First kiss?

Perut Tasya tiba-tiba berbunyi pelan, membuatnya refleks meremas ujung cardigan. Revan yang sedang fokus ke jalan melirik sekilas, lalu tersenyum tipis.

"Kamu tadi nggak sarapan, kan?" tanyanya pelan.

Tasya menggeleng pelan, wajahnya agak malu. "Belum … nggak ada selera."

Revan langsung menepikan mobilnya ke sebuah warung tenda sederhana di pinggir jalan yang ramai. Aroma kaldu ayam hangat tercium begitu kaca jendela diturunkan.

"Bubur ayam, Sya. Pas banget buat yang lagi nggak enak hati," ucap Revan sambil keluar dari mobil.

Tasya sempat ragu, tapi akhirnya ikut juga. Mereka duduk di bangku plastik, suasana sederhana itu justru terasa menenangkan. Tak lama, dua mangkuk bubur hangat terhidang di depan mereka.

Revan mendorong mangkuk ke arah Tasya. "Makan. Aku nggak mau kamu sakit gara-gara lupa isi perut."

Tasya menatap bubur itu sejenak, lalu perlahan menyuapkan sendok pertamanya. Hangatnya kuah berpadu dengan gurihnya ayam membuat tubuhnya terasa lebih ringan. Tanpa sadar, ia menghabiskan setengah mangkuk dengan cepat.

Revan terkekeh melihatnya. "Tuh kan. Katanya nggak ada selera?"

Tasya meliriknya sambil tersenyum malu. "Ya … enak ternyata."

"Kalau kamu bahagia setelah makan, berarti mulai sekarang aku wajib pastiin perut kamu nggak pernah kosong," ujar Revan santai, tapi dengan nada seakan itu janji yang serius.

Tasya menunduk, pipinya sedikit merona.

Setelah kenyang, Tasya kembali terlihat lebih hidup. Saat mereka melanjutkan perjalanan, ia menoleh ke arah Revan. "Aku tahu satu kafe di atas bukit. Pemandangannya bagus banget. Mau ke sana?"

"Kalau kamu yang ajak, pasti aku mau," jawab Revan tanpa ragu.

Beberapa menit kemudian, mobil mereka berhenti di depan sebuah kafe bernuansa kayu dengan teras luas menghadap ke lembah hijau. Angin sejuk berhembus, membawa aroma kopi dan tanah basah.

Mereka duduk di sudut teras, bersebelahan tapi dengan jarak aman. Tasya memesan cokelat panas, sementara Revan memesan kopi hitam.

Sekilas, suasana hening hanya diisi suara burung dan gemericik air dari kejauhan. Lalu Tasya membuka suara.

"Revan … aku kadang ngerasa aneh. Kayak … semua orang selalu salah paham sama aku. Padahal aku cuma pengen dianggap biasa aja."

Revan menoleh serius, matanya menatap Tasya dalam-dalam. "Nggak ada yang salah sama kamu, Sya. Kalau ada yang bikin kamu keliatan berlebihan, itu karena mereka nggak ngerti kamu."

Tasya terdiam, menahan napas. Kata-kata itu sederhana, tapi rasanya seperti beban yang sedikit terangkat.

Revan tersenyum tipis, lalu bersandar santai, tapi nadanya berubah lebih dalam. "Lagipula … aku nggak peduli mereka mau bilang apa. Buat aku, kamu udah milik aku."

Tasya spontan menoleh cepat, matanya membesar. "Hah? Apa maksudmu?"

Revan hanya mengangkat alis, matanya penuh keyakinan. "Ya, kamu. Anastasya. Aku nggak akan biarin orang lain seenaknya sama kamu. Jadi mulai sekarang … anggap aja kamu ada di bawah perlindungan aku, oke?"

Tasya tercekat, jantungnya berdetak tak karuan. Ia ingin membalas dengan kalimat yang tegas, tapi yang keluar hanya gumaman lirih.

"Revan … kamu ini seenaknya aja kalau bikin keputusan."

Revan menyeringai kecil, mengaduk kopinya pelan. "Aku ini? Orang yang kamu butuhin."

Tasya hanya bisa menunduk, wajahnya hangat, sementara senyum samar tak bisa ia sembunyikan. Untuk pertama kalinya sejak lama, hatinya terasa sedikit lebih aman.

Tatapan Revan masih terkunci pada Tasya. Senyum tipisnya memudar, berganti dengan ekspresi serius yang membuat suasana mendadak sunyi.

Tasya merasakan pipinya makin panas. Ia menunduk, tapi Revan bergeser mendekat, membuat jarak di antara mereka semakin tipis.

"Tasya …" suaranya rendah, berat, seakan ada yang ditahan.

Jantung Tasya berdegup kencang. Ia ingin mundur, tapi tubuhnya justru terpaku. Saat ia menoleh, wajah Revan sudah begitu dekat, mata mereka saling mengunci, napasnya terasa di kulitnya.

Dalam sekejap, Revan mencondongkan tubuhnya lebih jauh. Hidung mereka hampir bersentuhan, bibirnya hanya tinggal sejengkal dari bibir Tasya. Tanpa sadar, Tasya memejamkan mata.

Namun tepat sebelum momen itu benar-benar terjadi, suara pelayan memecah keheningan.

"Permisi, kak. Minumannya mau ditambah?"

Tasya sontak membuka mata, wajahnya merah padam. Ia buru-buru menjauh, pura-pura sibuk merapikan gelasnya. Sementara Revan menahan diri, menghela napas kecil, lalu melirik pelayan sambil tersenyum tipis.

"Sudah cukup, makasih," jawabnya singkat.

Begitu pelayan pergi, hening kembali menyelimuti. Tasya masih menunduk, menahan malu. Revan justru bersandar santai sambil menatapnya dengan tatapan penuh arti.

"Kalau tadi nggak ada yang ganggu …" gumamnya lirih.

"Revan!" Tasya cepat-cepat memotong, wajahnya makin panas. Untuk mengalihkan suasana, ia melirik sekilas lalu tersenyum menggoda. "Eh, ngomong-ngomong … aku perhatiin, Vera kayaknya emang suka banget sama kamu, deh."

Alis Revan terangkat, ia menatap Tasya lekat-lekat. "Oh ya?"

Tasya pura-pura menyesap cokelat panasnya sambil mengangguk. "Iya. Dari caranya ngeliatin kamu aja udah kelihatan jelas. Kamu gimana, sih? Katanya peka hal beginian."

Revan menyandarkan dagu di tangannya, senyumnya muncul lagi, kali ini nakal. "Hmm … kamu lagi coba godain aku, atau lagi cemburu, Sya?"

Tasya langsung tersedak kecil. "Siapa juga yang cemburu?!"

Revan tertawa pelan, matanya tak lepas dari wajah Tasya yang jelas merona. "Kalau kamu nggak cemburu, kenapa mukamu semerah itu?"

Tasya buru-buru menutupi wajahnya dengan kedua tangan, gemas sekaligus malu. Revan hanya terkekeh, lalu menyandarkan tubuh sambil berkata pelan namun mantap:

"Tenang aja. Kalau soal Vera atau siapa pun… mataku cuma tertuju ke satu orang. Kamu."

Tasya menurunkan tangannya perlahan, menatap Revan dengan jantung berdegup tak terkendali.

Mereka akhirnya memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Saat berjalan menuju mobil, Revan dengan santai melingkarkan tangannya ke pinggang Tasya. Berbeda dari biasanya, kali ini Tasya tidak menepis atau salah tingkah, malah tersenyum kecil sambil menatapnya.

"Kenapa senyum-senyum gitu?" tanya Revan penasaran, suaranya penuh kehangatan.

Tasya menunduk, menutup mulutnya agar tawanya tidak terlalu jelas. "Nggak apa-apa … aku cuma kepikiran aja, ternyata kamu bisa juga ya bikin orang nyaman."

Revan tertegun sejenak, lalu terkekeh sambil menggeleng. "Astaga, itu pujian apa sindiran sih?"

Tasya akhirnya tertawa lepas, tawa yang lama tak pernah ditunjukkannya di depan Revan. Dan di momen itu, Revan merasa dadanya menghangat. Baginya, tak ada yang lebih indah selain melihat Tasya bisa tersenyum, bahkan tertawa karena dirinya.

"Apapun itu, aku seneng kamu bisa ketawa," ucap Revan tulus, menatap Tasya dengan mata berbinar.

---

Mobil Revan berhenti perlahan di depan rumah Tasya. Malam itu terasa sunyi, hanya suara jangkrik yang terdengar samar. Tasya membuka sabuk pengamannya, namun belum sempat turun, Revan menahan pergelangan tangannya lembut.

Tatapan mereka bertemu dalam diam. Jarak wajah yang semakin dekat membuat napas Tasya tercekat. Jantungnya berdetak begitu kencang, sementara Revan semakin mendekat, matanya terpaku pada bibir Tasya.

Hanya beberapa senti lagi …

Klek klek!

Suara ketukan di kaca mobil membuat mereka berdua tersentak kaget.

Revan buru-buru menjauh, sementara Tasya langsung menunduk menutupi wajah memerahnya. Di luar, Papa Tasya berdiri dengan ekspresi datar, mengetuk kaca sekali lagi.

"Gagal lagi deh," canda Revan sambil menahan malu.

TO BE CONTINUED

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!