Update tiap hari ~
Follow Instagram: eido_481
untuk melihat visual dari karakter novel.
Setelah begadang selama tujuh hari demi mengejar deadline kerja, seorang pria dewasa akhirnya meregang nyawa bukan karena monster, bukan karena perang, tapi karena… kelelahan. Saat matanya terbuka kembali, ia terbangun di tubuh pemuda 18 tahun yang kurus, lemah, dan berlumur lumpur di dunia asing penuh energi spiritual.
Tak ada keluarga. Tak ada sekutu. Yang ada hanyalah tubuh cacat, meridian yang hancur, akibat pengkhianatan tunangan yang dulu ia percayai.
Dibuang. Dihina. Dianggap sampah yang tak bisa berkultivasi.
Namun, saat keputusasaan mencapai puncaknya...
[Sistem Tak Terukur telah diaktifkan.]
Dengan sistem misterius yang memungkinkannya menciptakan, memperluas, dan mengendalikan wilayah absolut, ruang pribadi tempat hukum dunia bisa dibengkokkan, pemuda ini akan bangkit.
Bukan hanya untuk membalas dendam, tapi untuk mendominasi semua.
Dan menjadi eksistensi tertinggi di antara lang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eido, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Musim Semi
Langit malam semakin gelap, namun hati Feng Jian justru dipenuhi cahaya hangat yang tak bisa ia padamkan. Langkahnya membawa dirinya kembali ke Penginapan Anggrek Merah, namun pikirannya tak pernah benar-benar kembali. Wajah Qin Aihan… senyum lembutnya, tatapan mata penuh perasaan itu… semua berputar-putar di dalam kepalanya, seperti nyanyian lirih yang tak mau berhenti.
Saat akhirnya Feng Jian memasuki kamar nomor 25 dan menutup pintu perlahan, napasnya terhela panjang. Ruangan itu masih sama mewah dan tenangnya seperti sebelumnya, namun kini terasa berbeda. Ada sesuatu yang mengisi ruang hampa dalam hatinya sosok gadis itu.
Feng Jian duduk di tepi ranjang, tangannya menyentuh bagian dadanya sendiri, merasakan degup yang tak biasa. “Apakah ini cinta…?” gumamnya pelan. Senyum samar muncul di wajahnya. Ia merebahkan tubuhnya perlahan, masih dengan bayangan Qin Aihan menari dalam benaknya. Tatapan mata gadis itu, suara lembutnya, bahkan wangi samar dari rambut panjangnya semua terekam jelas, membuat tidur terasa terlalu lama untuk dijalani sebelum bertemu lagi.
Di sisi lain kota, di penginapan khusus yang disediakan untuk keluarga Qin, suasana tampak hening. Namun keheningan itu tak berlaku bagi seorang gadis yang baru saja masuk dengan wajah memerah dan langkah terburu. Qin Aihan menunduk, menyembunyikan wajahnya yang tampak bersinar seperti bunga musim semi.
Begitu sampai di kamar pribadinya, ia langsung melemparkan dirinya ke tempat tidur, menarik bantal dan menutup wajahnya dengan gemas. “Aaaahh…” gumamnya tertahan, pipinya membara. "Feng Jian… kenapa kamu bisa membuatku seperti ini?"
Di luar kamar, para penjaga keluarga Qin hanya bisa saling pandang kebingungan. Salah satu dari mereka berbisik pelan, “Sejak kapan nona kita… tersenyum seperti itu?”
“Apakah… dia sedang jatuh cinta?” tanya yang lain, heran namun ikut tersenyum geli.
Namun mereka tak tahu, bahwa malam ini, dua hati sedang berdetak dalam irama yang sama. Feng Jian dan Qin Aihan, di tempat terpisah namun dalam perasaan yang serupa, sama-sama berbaring sambil menatap langit-langit kamar masing-masing, berharap agar malam ini berlalu cepat, dan esok pagi mempertemukan mereka kembali.
.....
Pagi menjelang di Kota Nine Treasures Paviliun, sinar mentari yang hangat menyelinap masuk melalui celah jendela, menyapu lembut seluruh kota dengan warna keemasan. Di kediaman keluarga Qin, suasana tampak lebih sibuk dari biasanya. Namun, di salah satu kamar pribadi paling megah di penginapan khusus itu, seorang gadis tengah berdiri di depan cermin besar, mengenakan jubah merah cerah yang tampak berkilau di bawah cahaya pagi.
Qin Aihan menatap bayangannya dengan senyum kecil. Jubah itu dipilihnya sendiri bukan hanya karena warnanya yang menyala, tapi karena hari ini, ia akan bertemu dengan seseorang yang mulai mengisi hatinya. Rambut panjangnya diikat rapi dengan pita keemasan, dan raut wajahnya berseri, seolah bunga musim semi tengah mekar di pipinya.
Saat keluar dari kamarnya, para penjaga yang sedang bersiap menjual Pill peningkat kultivasi Pembuka Qi menatap takjub. Mereka belum pernah melihat nona mereka tampak secantik dan seceria ini.
“Apakah nona ingin ikut ke pelelangan?” tanya salah satu penjaga, bingung.
Qin Aihan menggeleng pelan, suaranya lembut namun tegas. “Aku ada urusan pribadi… Titipkan Pill-nya pada Nyonya Mei, biar dia yang urus semuanya.”
Seorang wanita tua berbadan gemuk yang duduk di kursi santai di dekat pintu mengangguk perlahan. Dialah Nyonya Mei, seorang kultivator tingkat Pembangunan Fondasi dan wakil keluarga Qin dalam urusan dagang. Matanya menyipit penuh selidik, namun bibirnya melengkung dalam senyum hangat.
“Nona… tampaknya hari ini akan bertemu pria itu, ya?” katanya pelan, penuh arti. “Feng Jian, bukan?”
Qin Aihan menunduk sejenak, pipinya merona. “Hanya ingin berbicara sebentar…”
Nyonya Mei terkekeh, angin lembut meniup ujung jubah merah Qin Aihan yang melangkah pergi. “Ah, masa muda… begitu indah…” gumamnya, matanya penuh nostalgia dan kebahagiaan melihat nona kesayangannya akhirnya menemukan sesuatu yang membuat jantungnya berdebar.
Sementara itu, di sisi lain kota, Feng Jian telah lebih dulu bersiap. Ia mengenakan jubah yang ia dapatkan dari sistem, rambutnya diikat rapi ke belakang. Wajah tampannya tampak sedikit tegang bukan karena gugup, tapi karena tekad yang begitu besar.
Pagi itu, ia sudah singgah di sebuah toko perhiasan kuno yang hanya melayani tamu tertentu. Di balik etalase kaca, cincin-cincin indah berkilau dengan aura spiritual. Feng Jian memilih satu cincin tipis berwarna perak merah muda, dengan batu roh kecil yang tertanam di tengahnya, berkilau halus dan memancarkan aura ketenangan.
“Lima Batu Roh Tingkat Tinggi." kata penjaga toko.
Tanpa ragu, Feng Jian menyerahkannya. Ia tahu, harga itu sepadan untuk menunjukkan kesungguhannya. Karena cincin itu bukan hanya perhiasan… tapi simbol dari niatnya.
Dengan cincin disimpan rapi dalam kotak hitam kecil, Feng Jian keluar dari toko dan segera melesat ringan di jalanan kota. Hatinya berdegup cepat, langkahnya tegap dan pasti. Ia menuju tempat rahasia yang hanya diketahui oleh dua orang di seluruh kota itu ia dan Qin Aihan.
Tempat itu bukan hanya lokasi… tapi awal dari takdir mereka yang sedang tertulis perlahan.
Sepuluh menit berlalu dengan angin sepoi yang menari-nari di sela dedaunan. Di tengah taman kecil tersembunyi yang dikelilingi rerimbunan bambu dan bunga liar yang bermekaran, Feng Jian dan Qin Aihan akhirnya tiba di tempat yang kini menjadi rahasia milik mereka berdua.
Langkah mereka terhenti. Sejenak dunia seolah membeku.
Mereka saling memandang tanpa berkata-kata, hanya tatapan mata yang penuh kehangatan dan rasa yang tak bisa dijelaskan. Angin membawa aroma bunga liar, dedaunan berdesir lembut seperti ikut bersenandung akan hadirnya dua insan yang jatuh cinta.
Feng Jian tersenyum, lembut dan penuh pesona. Ia menatap Qin Aihan dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Jubah merah cerah itu membuat wajah gadis itu bersinar seperti cahaya fajar, dan mata jernihnya memantulkan harapan, keyakinan, dan cinta yang tulus.
“Kamu…” ucap Feng Jian perlahan, suaranya berat namun begitu lembut, “terlihat sangat cantik hari ini. Tidak, kamu memang selalu cantik, Aihan.”
Qin Aihan tak bisa menyembunyikan rona merah di pipinya. Jantungnya berdetak cepat, seperti genderang yang tak bisa dihentikan.
“Feng Jian…” bisiknya sambil tersenyum malu, matanya berkilau. “Kamu juga sangat tampan… aku tak bisa mengalihkan pandanganku darimu, bahkan sejak pertama kali kita bertemu.”
Mereka saling tersenyum, senyuman yang lahir dari hati. Suasana di antara mereka berdua begitu hangat dan berbunga-bunga, seolah dunia di sekeliling hanya latar belakang dari kisah cinta yang mulai tumbuh di taman rahasia ini.
Dan pada momen itu, tak perlu kata-kata berlebihan karena pandangan dan senyum mereka sudah mengucapkan segalanya.