Shaqila Ardhani Vriskha, mahasiswi tingkat akhir yang sedang berada di ujung kewarasan.
Enam belas kali skripsinya ditolak oleh satu-satunya makhluk di kampus yang menurutnya tidak punya hati yaitu Reyhan Adiyasa, M.M.
Dosen killer berumur 34 tahun yang selalu tampil dingin, tegas, dan… menyebalkan.
Di saat Shaqila nyaris menyerah dan orang tuanya terus menekan agar ia lulus tahun ini,
pria dingin itu justru mengajukan sebuah ide gila yang tak pernah Shaqila bayangkan sebelumnya.
Kontrak pernikahan selama satu tahun.
Antara skripsi yang tak kunjung selesai, tekanan keluarga, dan ide gila yang bisa mengubah hidupnya…
Mampukah Shaqila menolak? Atau justru terjebak semakin dalam pada sosok dosen yang paling ingin ia hindari?
Semuanya akan dijawab dalam cerita ini.
Jangan lupa like, vote, komen dan bintang limanya ya guys.
Agar author semakin semangat berkarya 🤗🤗💐
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rezqhi Amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bau mulut
Alarm ponsel berbunyi jam 05.00 pagi. Shaqila membuka mata perlahan, mengucek wajahnya.
Masih mengantuk.
Masih lelah.
Tapi begitu mengingat kalimat Arga semalam... jantungnya langsung hidup seperti mesin motor baru.
Ia bangun, duduk, merapikan rambut, lalu berjalan pelan ke kamar mandi.
Wudhu.
Sholat subuh.
Doa panjang.
Dan lagi-lagi senyum ikut menyelinap di sela-sela sujudnya.
Setelah itu, ia berniat ke dapur membuat sarapan di karenakan bi Asti sedang libur.
Saat perjalanan menuju dapur, matanya tidak sengaja menangkap seseorang sedang tertidur di sofa ruang tamu dengan keadaan laptop di peluk.
Shaqila refleks memperlambat langkahnya.
Sosok itu…
Reyhan.
Ia tergeletak di sofa panjang warna abu-abu, posisi kepalanya sedikit miring, kacamata masih menempel di wajah namun turun ke hidung. Di atas tubuhnya terdapat laptop yang ia pegang dengan tangan sebelah dan sebelah tangannya lagi turun menjuntai keluar sofa.
"Ngapain tidur di sini sih,," gumam Shaqila pelan, hampir seperti bisikan yang ditelan sunyi pagi.
Lampu ruang tamu tidak dimatikan, mungkin. Dada naik turun perlahan, memperlihatkan betapa lelahnya dia.
Shaqila menggigit bibir.
Ini pertama kalinya ia melihat Reyhan seperti ini.
Bukan sebagai dosen killer.
Bukan sebagai lelaki yang selalu menahan jarak.
Tapi sebagai seseorang yang… capek.
Shaqila melangkah makin dekat. Niat awalnya cuma ingin naik ke dapur, tapi entah kenapa kakinya malah berhenti di depan sofa.
Ia berjongkok perlahan.
Dari jarak satu meter, ia bisa melihat lingkar hitam di bawah mata Reyhan. Mungkin karena lembur, atau mungkin karena hal lain.
Gadis itu memindahkan pandangannya ke laptop Reyhan kemudian mengambil benda itu pelan-pelan dan meletakkannya di atas meja.
Lalu mengambil selimut dikamarnya. Awalnya ia sempat ragu beberapa detik, tapi akhirnya pelan-pelan membuka lipatan selimut itu dan menutupkan ke tubuh Reyhan.
Setelahnya gadis itu berjalan pelan menuju dapur, berusaha tidak menimbulkan suara apa pun. Langkahnya ringan, tapi hatinya justru terasa ramai...penuh sesuatu yang ia sendiri tidak tahu.
Begitu sampai di dapur, Ia membuka kulkas dan mengambil bahan-bahan satu per satu seperti mayones, mozarella, daun selada, tomat, mentimun, dan sepotong salmon yang tampak sedingin tatapan dosen pembimbingnya.
Ia mengangkat sepotong salmon mentah dari wadah kaca. Warnanya oranye cerah, dingin, dan licin.
"Ya ampun, lo dinginnya kayak sikap si dospem galak itu," gumamnya sambil mencuci salmon itu di bawah air mengalir. Ia membilas setiap sisi, lalu menepuk-nepuknya dengan tisu dapur sampai kering.
Setelah itu, Shaqila mengambil sepotong lemon, memotongnya dua, dan memerasnya perlahan di atas ikan.
Tetesan lemon jatuh satu per satu, mengeluarkan aroma segar yang langsung memenuhi dapur.
"Biar nggak amis, beda sama bau mulut si dospem itu. Mungkin karma kebanyakan ngomel," keluhnya sambil mengoles sisa perasan lemon di tangannya.
Kini saatnya marinasi. Ia menaburkan garam, lada hitam, dan sedikit bawang putih cincang.
Tangannya mengusap lembut permukaan salmon, membiarkan bumbu meresap.
"Diam dulu sini ya, sepuluh menit. Sama kayak nunggu chat mantan yang gak dibales-bales," katanya sambil menyilangkan tangan, tapi sudut bibirnya tersenyum kecil.
Menunggu marinasi meresap, gadis itu mulai menyiapkan bahan lain. Roti ia panggang ringan... selada, tomat, dan mentimun ia cuci lalu iris rapi... mozarella ia keluarkan dari kulkas.
Begitu waktunya tiba, ia memanaskan teflon dan menuang sedikit minyak.
Saat salmon menyentuh panas, suara khasnya mengisi ruangan. Aroma gurih dan lemon berpadu, membuat perut Shaqila langsung bersuara.
Ia membalik salmon sekali, dua kali, hingga warnanya berubah keemasan dan bagian pinggirnya tampak mekar cantik.
Setelah matang, ia memindahkannya ke talenan, mencabiknya sedikit dengan garpu.
Dengan tempo pelan tapi mantap, ia menyusun sandwichnya.
Roti dengan olesan mayones, selada segar, irisan tomat dan mentimun, potongan salmon hangat berbumbu lemon, mozarella yang meleleh perlahan di atasnya, dan terakhir, garis saus pedas sebagai sentuhan final.
Sandwich itu akhirnya ia tutup dengan roti kedua. Penuh, tinggi, dan tampak seperti mau tumpah...tapi justru terlihat semakin menggoda.
Shaqila tersenyum puas.
Ia menatap sandwich ciptaannya, lalu mengangguk kecil.
Kemudian gadis itu berniat mengambil piring dan meletakkan sandwich buatannya. Namun saat ia berbalik matanya melototkan, tubuhnya menjadi tegang.
Shaqila membeku.
Jantungnya seperti baru dilempar ke ubun-ubun dan jatuh lagi ke perut.
Reyhan berdiri hanya berjarak dua meter darinya, bersandar di samping kulkas, dengan kedua tangan terlipat di dada...pose yang entah kenapa terlihat lebih menekan daripada kata-kata.
Tatapannya datar.
Dingin.
Seolah ia sudah berdiri di sana sejak dunia dimulai.
"Pak Reyhan? Heheh… sejak kapan bapak… di situ?" suara Shaqila keluar dengan getaran kecil yang sangat berusaha ia sembunyikan.
Reyhan menaikkan satu alis.
"Semenjak seseorang membandingkan tatapan saya dengan salmon…" ucapnya perlahan, suaranya serak karena baru bangun tapi tetap tajam seperti kaca.
Shaqila menelan ludah.
Oh tidak.
OH TIDAK!
Reyhan melanjutkan, "Dan juga… mengatakan mulut saya bau."
Detik itu juga seluruh napas Shaqila berhenti.
Ia ingin mati atau menghilang atau berubah jadi lumut yang menempel di kulkas.
"Itu… uhm… bercanda, pak…" katanya memaksakan senyum dan hampir tersedak kata-kata sendiri.
Reyhan membawa tubuhnya dari kulkas denagn perlahan ke arah gadis itu.
Perlahan.
Tenang.
Tapi efeknya seperti harimau yang mendekati mangsa.
Shaqila otomatis mundur satu langkah.
Wajah Reyhan tetap datar, namun langkahnya terus maju. Ia tidak berbicara, hanya menatap lurus pada Shaqila. Tatapan yang membuat udara di dapur mendadak menipis.
"Pak… pak Reyhan… bapak mau ngapain?" Shaqila mengangkat tangan, ingin melindungi diri padahal ia sendiri tidak tahu dari apa.
Reyhan tidak menjawab.
Ia hanya terus mendekat.
Shaqila menabrak meja dapur. Tidak ada ruang lagi untuk mundur.
Sekarang Reyhan berdiri tepat di depannya. Begitu dekat sampai Shaqila bisa melihat bekas tanda kacamata di sisi hidungnya dan bisa mencium aroma tubuh dosen itu.
Reyhan membungkukkan badan sedikit, menyamakan tinggi wajah mereka.
Jarak mereka hanya… beberapa sentimeter.
Shaqila mencengkeram sisi meja saking gugupnya.
Wajah Reyhan semakin dekat.
Dekat.
Dekat.
Dan sangat dekat!
Bibir mereka hanya tinggal seujung kuku jaraknya. Shaqila bahkan memejamkan mata refleks, pasrah terhadap apa pun yang terjadi.
Kemudian dosen itu membuka bibirnya dan menghembuskan nafasnya.
Tepat mengenai lubang hidung Shaqila.
Gadis itu terperanjat, matanya langsung terbuka lebar. Merinding setengah mati. Wajahnya panas sekaligus dingin bersamaan, otaknya korslet seperti modem murahan.
Reyhan kemudian berdiri tegak kembali dan memperbaiki posisinya dengan santai, seolah tidak terjadi apa-apa.
"Bagaimana?" tanyanya datar.
"Apa mulut saya bau?"
Shaqila membuka mulut, tapi tidak ada suara yang keluar.
Tidak ada kata-kata.
Tidak ada keberanian.
Tidak ada harga diri.
Yang ada cuma wajah merah padam dan tatapan kosong.
'Anjir… nafasnya… bau maskulin gitu loh… padahal baru bangun…' ucapnya dalam hati.
Reyhan menatapnya lagi, masih dengan pose tangan terlipat, namun kini ada senyuman tipis yang sulit diterjemahkan.
Senyuman yang entah mengejek… atau menikmati kekacauan Shaqila.
Shaqila langsung menggeleng secepat kipas angin level tiga.
Suasana di dapur kini sunyi, tapi tegangnya seperti perang dunia.
Shaqila cuma bisa berdiri kaku, sandwich masih tertata di atas talenan, sementara Reyhan menatapnya dengan tatapan campuran...tajam, tenang...
Halo guys, author balik lagi nih.
Semoga kalian tetap betah ya sama karya author,
Jangan lupa tinggalkan jejak ya 😉😉
See you next part 😉😍
tapi bener juga sih instruksi dan kata-kata tajamnya itu.. skripsi itu mengerti apa yang dikerjakan😌