Kecurigaan Agnes kepada suaminya di hari ulangtahun pernikahannya yang ke enam, membuatnya bertemu dengan pemuda tampan berbadan atletis di ranjang yang sama. Siapakah pemuda itu? Lalu apa kesalahan yang sudah diperbuat oleh suaminya Agnes sehingga Agnes menaruh kecurigaan? Di kala kita menemukan pasangan yang ideal dan pernikahan yang sempurna hanyalah fatamorgana belaka, apa yang akan kita lakukan? Apakah cinta mampu membuat fatamorgana itu menjadi nyata? Ataukah cinta justru membuka mata selebar-lebarnya dan mengikhlaskan fatamorgana itu pelan-pelan menguap bersamaan dengan helaan napas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lizbethsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencium
"Wah! Gambarnya Om Amos bagus banget. Ajari Archie dong, Om" Archie menatap Amos dengan sorot mata penuh semangat.
"Emm, Archie, maafkan Om, ya, Om Amos nggak bisa nemenin Archie menggambar lama-lama"
Archie menoleh ke Amos dengan sorot mata kecewa, "Kenapa Om?"
Amos mengusap lembut kepala Archie, "Om masih ada kerjaan. Om nitip sampaikan ke Mama kamu aja, ya, paper bag di meja"
"Baik, Om. Terima kasih untuk permen lolipop dan terima kasih sudah menemani Archie, Om" Archie menyusul Amos berdiri.
Amos mengusap pucuk kepala Archie, "Lain kali Om temani Archie menggambar lagi, ya"
"Janji?" Archie mengangkat jari kelingking mungilnya.
"Janji dong" Amos membungkuk lalu menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingkingnya Archie.
"Tapi, Archie harus jadi anak baik, ya, jagain Mama terus, oke"
"Oke" Archie mengangguk dengan senyum lebar.
Archie mengantarkan Amos sampai ke depan dan melambaikan tangan. Amos membalas lambaian tangan Archie dengan senyum lebar.
Amos masuk ke dalam mobilnya dengan hati campur aduk. Dia ingin sekali menerobos masuk ke kamarnya Ronald dan memukuli Ronald karena pria itu sudah bercinta dengan perempuan yang Amos cinta, tapi siapa Amos, dia bukan siapa-siapanya Agnes dan dia tidak berhak melakukan itu. Amos mencengkeram kemudi mobilnya sampai buku-buku jarinya memutih dengan geraham mengeras. Laki-laki tampan itu lalu memukul kemudi dan berteriak kencang, "F*CK*NG RONALD!"
Sesampainya di rumah, Amos mandi dan memilih untuk kembali menekuri berkas-berkas lama kasus besar yang membuatnya kehilangan sosok Papa. Waktu papanya dipenjara lalu ditemukan meninggal di dalam sel dengan tudingan bunuh diri, Amos masih kelas satu SMA dan Aurora masih kelas tiga SD. Amos menumpuk berkas-berkas itu di atas meja dan berkas-berkas itu hampir menutupi wajahnya. Amos kembali menekuri berkas-berkas itu. "Aku harus mengalihkan pikiranku dari Agnes"
Ratna menyuruh Aurora untuk memanggil kakaknya di jam makan malam karena sejak jam lima sore sampai jam tujuh malam, Amos mendekam di kamar. Aurora melangkah ke kamar kakaknya. Gadis cantik itu masuk karena pintu terbuka lalu Aurora duduk di depan meja kerjanya kakaknya. Gadis remaja berumur delapan belas tahun itu menatap wajah tampan kakaknya dengan raut wajah sedih. Kakaknya selalu saja menekuri berkas-berkas mendiang papa mereka padahal mama mereka sudah berkali-kali menyuruh kakaknya untuk melupakan kasus mendiang papanya karena lawan mereka adalah Grup Darmawan. Ananta Darmawan, pemilik grup Darmawan adalah seorang gubernur dan konglomerat terkemuka. Amos itu ibaratnya mentimun yang berhadapan dengan durian. Amos akan remuk kalau nekat bersinggungan dengan durian. Namun, Amos tidak ingin menyerah. Ia harus mendapatkan semua kebenarannya karena penangkapan dan kematian papanya dinilai janggal oleh Amos. Dahulu ia masih bocah ingusan berseragam putih abu-abu dan sekarang ia sudah menjadi komandan tim pasukan khusus. Ia tidak boleh menyerah sampai semuanya jelas dan kejelasan itu akan Amos bawa ke pengadilan agar nama mendiang papanya menjadi bersih dan papanya bisa tenang di surga sana.
"Kak, Mama minta Kakak makan malam dulu"
Suara Aurora membuat Amos mengangkat wajah. Pria tampan itu mengusap wajah tampannya yang terlihat lelah lalu ia mengangguk dan berdiri. Aurora berdiri dan menunggu kakaknya. Gadis cantik itu lalu menggandeng tangan kakaknya keluar dari dalam kamar dengan senyum riang, "Kak, makasih ya kemarin udah mengambilkan paket bukunya Rora"
Amos mengusap kepala Adik yang sangat ia cintai dengan senyum lebar.
"Rora juga berterima kasih karena kemarin di toko buku G, Rora dapat semua wishlist Rora. Makasih udah traktir Rora banyak buku kemarin"
"Iya, tapi kamu bentar lagi ujian. Jangan baca novel mulu!"
"Iya, Kakakku yang bawel"
Amos hanya tersenyum karena benaknya masih syok setelah ia menemukan fakta yang tidak ingin ia terima sebagai fakta. Hatinya semakin campur aduk dan pikirannya semakin kacau.
Saat langkahnya berhenti di depan meja makan, Amos sontak menyemburkan, "Bu Agnes?"
Agnes berdiri dengan pelan dan Ratna menyusul berdiri sambil berkata, "Bu Agnes mencari kamu, tapi kita makan dulu saja" Ratna menoleh ke Agnes lalu menoleh ke Amos.
Amos menggelengkan kepala, "Amos bicara dulu sebentar dengan Bu Agnes, Ma"
Ratna menoleh canggung ke Agnes dan Agnes tersenyum, "Saya bicara dulu dengan Amos, Bu"
"Oh, emm, baiklah. Silakan" Ratna mengulurkan tangan kanannya ke depan.
Amos berbalik badan dan Agnes berlari kecil menyusul langkah lebarnya Agnes.
Amos berjalan di depan dan Agnes menata langkahnya agar tetap berada di belakangnya Agnes. Keduanya diam membisu.
Amos naik ke lantai atas dan Agnes mengikuti pria tampan itu tanpa mengeluarkan kata apapun.
Saat Amos menghadapkan dirinya ke Agnes, barulah Agnes mengulurkan secarik kertas ke Amos, "Kenapa kamu menulis pesan seperti ini dan kamu tinggalkan di dalam paper bag. Kalau suamiku membacanya bagaimana?"
"Aku hanya ingin berkata jujur. Malam itu malam yang sangat manis bagiku. Pengalaman pertama yang sangat manis bagiku"
"Umur kamu berapa?" Agnes meletakkan tasnya dan kertas yang dia pegang di atas meja.
"Dua lima" Amos menatap lurus perempuan cantik yang ia cintai.
Agnes menghela napas panjang. "Aku tiga puluh tiga"
"Aku tahu" Amos bersedekap.
"Aku lebih tua dari kamu dan aku dosen kamu" Agnes mendelik kesal.
"Aku tahu" Amos mengangguk.
Agnes menghela napas panjang. "Oke, baiklah. Kita sudah sama-sama dewasa dan kita lupakan saja apa yang sudah terjadi di antara kita. Itu kesalahan dan aku tidak mau mengulanginya lagi. Aku minta maaf. Aku mabuk berat dan sudah merepotkan kamu malam itu. Terima kasih sudah menyelamatkan aku dari kerumunan laki-laki hidung belang yang hendak berniat jahat padaku. Lupakan semuanya. Jangan temui aku lagi setelah ini kecuali di kelas" Agnes berbalik badan dan dengan cepat Amos mencekal lengan Agnes lalu menariknya.
Tubuh Agnes memutar dan terjatuh di pelukannya Amos.
Agnes menggeram saat Amos memeluk erat dirinya. "Lepaskan!"
"Aku akan lepaskan kalau kamu menjawab pertanyaanku"
"Apa, hah?!" Agnes mendongakkan wajahnya.
"Apa benar kamu putrinya Broto Gunawan? Hakim nomer satu di Indonesia dan pemilik Grup Gunawan itu?"
"Iya. Aku putri tunggalnya" Agnes berucap dengan menatap kagum bola mata Amos yang sangat indah.
Amos langsung melepaskan pelukannya dan melangkah mundur dengan wajah pias.
Papa, aku sudah menemukan fakta bahwa Broto Gunawan waktu itu disogok sehingga Papa masuk penjara lalu Papa dibunuh di penjara. Broto yang memerintahkan salah satu sipir untuk memasukkan racun mematikan di makanan Papa dan Papa difitnah bunuh diri. Broto sudah bekerja sama dengan partner kerjanya Papa, si Ananta untuk menjebloskan Papa ke penjara lalu membunuh Papa dan masih tega memfitnah Papa bunuh diri. Lalu, apa yang aku lakukan? Aku jatuh cinta pada putri tunggalnya Broto Gunawan. Bodoh! Bodoh!
Agnes tertegun melihat laki-laki tampan di depannya menatapnya nyalang sambil terus menggelengkan kepala dan melangkah mundur. Saat Agnes melihat Amos menjambak rambut, Agnes mendekat pelan sambil bertanya, "Kamu kenapa?"
Amos melesat maju dan bahunya menyenggol bahu Agnes. Pemuda tampan itu lalu berlari keluar dari ruangan pribadinya yang ada di lantai dua ruangan kasir. Saat Amos menuruni anak tangga dengan berlari, Agnes bergegas berbalik badan lalu menyusul Amos sambil berteriak, "Amos tunggu!"
Amos menghentikan langkahnya lalu berbalik badan dengan perlahan.
"Kenapa kau bodoh sekali?"
"Apa mak-sud ka-mu?" Kening Agnes berkerut.
Amos melangkah maju, "Karena aku tadi bersumpah kepada diriku sendiri kalau kamu mengejarku maka aku akan mencium kamu dan melupakan semua fakta yang ada"
Fak-ta apa yang kamu maksud dan kenapa kamu bertanya soal Papaku......hmmmppthh!" Agnes tidak bisa melanjutkan ucapannya karena bibirnya dipagut Amos.