Di sebuah kota di negara maju, hiduplah seorang play boy stadium akhir yang menikahi empat wanita dalam kurun waktu satu tahun. Dalam hidupnya hanya ada slogan hidup empat sehat lima sempurna dan wanita.
Kebiasaan buruk ini justru mendapatkan dukungan penuh dari kedua orang tuanya dan keluar besarnya, hingga suatu saat ia berencana untuk menikahi seorang gadis barbar dari kota tetangga, kebiasaan buruknya itu pun mendapatkan banyak cekaman dari gadis tersebut.
Akankah gadis itu berhasil dinikahi oleh play boy tingkat dewa ini? Ayo.... baca kelanjutan ceritanya.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Askararia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
Dibawah langit biru dan matahari yang bersinar begitu terang, Austin dan Laura berjalan menuju ruangan tempat mereka akan melakukan pernikahan hari ini, hanya beberapa orang terdekat saja yang datang menghadiri acara pernikahan sederhana itu sebab kedua orangtua Austin tak ingin kabar itu terdengar oleh orang-orang diluar sana. Laura dengan berbagi macam rencananya tersenyum menatap Austin yang akan mengenakan cincin pernikahan pada jari tangannya, tak sedikitpun ia merasa bersalah akan teman dekatnya yang selama ini banyak membantu dirinya.
Laura terus tersenyum bahkan setelah acara pernikahan mereka selesai, sambil berjalan memasuki mobil Hyundai keluaran terbaru itu ia memotret kebersamaan dirinya dengan Austin. Austin yang jengkel akan hal itu segera menurunkan tangan Laura.
"Jangan coba-coba memasukkannya kedalam akun media sosial mana pun, apa kau mengerti?"
"Ayolah sayang, aku tahu apa yang harus aku lakukan. Ini hanya untuk kenang-kenangan saja!" Jawab Laura mengedipkan matanya pada Austin.
"Yahhhh, aku tahu kau penurut!" Ucap Austin membalas senyuman Laura.
Mobil itu terus melaju membawa mereka kesebuah rumah yang mana akan menjadi tempat tinggal Laura mulai hari ini, seorang wanita dikepala tiga menyambut keduanya dengan ramah.
"Ini Bi Narsih, beliau ini akan mengurus rumah ini sekali seminggu sekaligus memperhatikan perkembangan kandunganmu, jangan terlalu senang karena kamu telah berhasil menjadi menantu di keluarga kami, karena Nadia masih jadi pemenang dalam hati saya!" Ucap Erlina pada menantu barunya itu.
"Ma, sudahlah, jangan membahas Nadia didepan Laura, atau membahas Laura didepan Nadia. Mama pulang saja duluan, nanti Austin datang menyusul!" Ucap Austin pada mamanya.
Erlina berjalan memasuki mobilnya, sejak tadi Agus telah menunggu di dalam mobil karena ia enggan untuk masuk kedalam rumah penganting baru itu. Laura hanya menundukkan kepalanya sekali saat mertuanya meninggalkan rumah barunya itu.
"Saya sudah membersihkan rumahnya, didalam ada mesin cuci yang bisa anda gunakan untuk mencuci, sementara rumah akan saya bersihkan setiap akhir minggu. Ini kuncinya, saya pamit pulang!" Ucap Bu Narsih memberikan kunci rumah itu pada Laura.
Begitu semua orang pergi, Austin dan Laura menutup pintu rumah itu, bergegas menuju kamar mereka yang sudah dihias sedemikian rupa selayaknya kamar pengantin baru. Keduanya segera berbaring diatas ranjang empuk itu, bersatu dibalik selimut putih itu.
Sementara saat ini Nadia dan Harry baru saja tiba di kampus, keduanya mengikuti pelajaran hari ini bersama, tak lupa melakukan rutinitas mereka saat jam istirahat tiba, sambil membaca buku, Harry duduk disamping Nadia yang sedang menghitung uang penjualannya hari ini.
"Aduhhhh!" Ucapnya penuh dengan keputusasaan.
"Kalau begini terus, gimana mau bayar kost? Mana peralatan kompor sama barang-barang dapur lainnya mahal lagi!" Batin Nadia memikirkan jumlah uang ditangannya yang tak seberapa itu.
"Nadia!"
"Heumm?" Nadia segera tersadar dari lamunannya, ia menatap Harry sesaat.
"Setelah kupikir-pikir, sebaiknya aku menyewa apartment ditengah kota!"
Nadia mengubah posisi duduknya, ia dan Harry kini duduk sejajar dan saling menatap satu sama lain.
"Kamu mau nerima apartment dari Mamamu?" Tanya Nadia pelan.
Harry tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, ia meraih buku tabungan miliknya dari dalam tasnya, menunjukkan saldo terakhirnya. Nominal uang enam puluh dua juta itu membuat Nadia membelalakkan matanya. Gadis itu menutup mulutnya, tak percaya dengan saldo yang dimiliki oleh Harry sebab selama ini Harry terlihat biasa-biasa saja, bahkan terlihat kurang mampu, dan uang pemberian Maya tak pernah ia sentuh sepeserpun.
"Harry, darimana kamu mendapatkan uang sebanyak ini, hah? Apa kamu mencuri?" Tanya Nadia panik, ia celingak-celinguk menatap sekitar sembari menyembunyikan buku tabungan milik lelaki itu kedalam buku.
Nadia masih menunggu jawaban dari lelaki didepannya kini dengan mata terbuka lebar, kesempatan itu Harry gunakan untuk duduk lebih dekat pada Nadia seolah ia akan memberitahukan sebuah rahasia bagaimana cara mendapatkan uang itu.
"Aku bekerja..... " bisik Harry.
"Owh ya? Apa gajinya besar?" Tanya Nadia yang ikut berisik.
Harry menganggukkan kepalanya, namun saat Nadia kembali menoleh sekitar, ia tak kuasa menahan senyumnya.
"Pekerjaan apa itu? Aku juga mau, Harry. Ayo ajak bekerja disana!"
"Jangan, pekerjaan ini beresiko, Nadia!"
"Tak ada pekerjaan yang tidak beresiko, Harry. Tolong ajak aku bekerja bersamamu, aku janji tidak akan menyulitkan mu dan aku akan bekerja dengan profesional"
"Kau yakin, Nadia?"
"Iya, aku yakin. Aku.... benar-benar yakin!"
Semakin lama Harry semakin tak kuasa menahan tawanya sebab ekspresi wajah Nadia sangat serius.
"Kalau aku punya banyak uang, aku akan membuat Austin menyesal karena telah menyia-nyiakan aku!" Batin Nadia yang sudah menghayal begitu jauh.
"Baiklah Nadia. Karena kamu bilang kamu yakin untuk bergabung denganku, aku akan mengajak mu menghasilkan uang!" Ucap Harry sementara Nadia terus mengangguk dengan antusias.
"Kalau begitu..... nanti malam..... aku menjaga lilin, kamu berkeliling!"
Krikkk krikkkk
Suara jangkrik disiang hari, Nadia menaikkan sudut bibir dan hidungnya sambil menatap Harry kesal, sementara Harry tertawa puas karena telah berhasil mengelabui Nadia.
"Hahahaha, ternyata kau polos juga. Hey, bagaimana mungkin kau percaya aku memiliki uang sebanyak ini karena bekerja? Ini uang yang kudapat dari hasil perceraian kedua orang tuaku belasan tahun lalu, tadinya uang ini dipegang sama Kakek dan Nenekku, tapi karena mereka sudah meninggal jadi uangnya dicairkan dan dikembalikan kepadaku dua tahun lalu!"
"Aissshhh, dasar Harry tolol, bisa-bisanya aku tertipu. Kau dihukum, hari ini kau harus membantuku membuat gelang dan tas dari semua manik-manik ini, apa kau mengerti?"
"Siap bos!" Balas Harry tersenyum dan mengangkat tangannya menghormat Nadia.
Harry menatap wajah cemberut Nadia, dimatanya gadis itu selalu saja tampak cantik dan menarik, kapan dan dimanapun itu. Sekian lama duduk di kursi taman, mereka akhirnya kembali masuk kedalam kampus. Ditengah lorong yang masih ramai itu, Harry kembali melanjutkan perkataannya yang tertunda beberapa jam lalu.
"Tapi, aku benar-benar ingin tinggal di sebuah apartment, Nadia!" Ucapnya pada Nadia.
"Eummm, tinggal saja kalau kau ingin. Banyak apartment dengan harga satu dua juta ditengah kota. Yahhhh meski tidak terlalu besar dan mewah, setidaknya tidak seburuk kost kumuh yang kau sewa digang sempit itu!" Balas Nadia sembari membaca buku ditangannya sementara Harry terus menuntun jalannya.
"Aku sudah mencarinya, katanya harga perbulannya satu juta delapan ratus!"
"Eummm, lumayan.... " balas Nadia kembali.
Harry menghentikan langkah kakinya, begitu juga dengan Nadia yang spontan berhenti, namun meski begitu ia tak berhenti menatap baris-baris kalimat diatas kertas itu.
"Untuk itu, aku kau ikut denganku tinggal disana!"
"Hah?"
Nadia terkejut, ia mendongakkan kepalanya menatap Harry yang jauh lebih tinggi darinya.
"Aku mau mengajakmu tinggal di apartment yang ku sewa itu, Nadia. Maksud ku kita bisa berbari apartment, kamarnya ada tiga, kau bisa menggunakan dua, satu untukmu tidur dan satu lagi untuk menyimpan persediaan dan peralatan kerjamu, aku akan membantumu mengerjakan gelang dan tas manik-manik itu. Aku akan.... "
"Ayo....., ayo tinggal di apartment!"
Jika tadi Nadia yang terkejut dan tiba-tiba mematung, maka kini giliran Harry yang terkejut. Matanya terus tertuju pada kedua mata Nadia yang tampak berkaca-kaca.
"Ayo tinggal di apartment dan menunjukkannya kepada Ibumu, katakan kalau kau bisa tinggal ditempat mewah tanpa bantuannya. Ayo bangkit bersama, bukan dari nol, tapi dari satu.... bukan...... dari lima puluh!" Ujar Nadia tegas.
Ekspresi wajah Harry kini berubah, wajahnya yang semula putih pucat kini memerah karena rasa bahagia dan terharu yang bersatu dalam satu waktu. Ia menganggukkan kepalanya beberapa kali lalu kembali menuntun Nadia berjalan sebab Nadia kembali fokus membaca bukunya.
"Tapi, apa kau melakukannya karena kasihan padaku?"
"Tidak, aku melakukannya karena aku ingin, rasa kasihan itu hanya untuk orang yang tidak mampu, bukan orang yang belum mampu!" Jawab Nadia tanpa mengalihkan perhatiannya.
Nadia benar-benar melupakan masalahnya dengan Austin setelah ia ikut campur kedalam masalah Harry dan Maya pagi ini. Bahkan Nadia tak menghiraukan ponselnya yang terus menerima pesan dari Laura yang menunjukkan kalau ia dan Austin kini resmi menjadi pasangan suami istri.
Beruntungnya saat itu Harry memperhatikan ponsel gadis itu, ia dengan sigap membawakan tas milik Nadia, secara diam-diam meraih benda pipih itu dari kantong kecil disisi kanan tas ransel berwarna hitam itu. Harry membuka kunci layar di ponsel Nadia, dengan sigap membuka pesan terkirim dari Laura. Karena tak ingin mood Nadia memburuk hari ini, dengan sengaja Harry menghapus semua pesan itu dan memblokir pemilik nomor tersebut.
"Nadia, bagaimana kalau nanti kita lihat apartment nya dulu? Tenang aja, barang-barangmu bisa kita bawa menggunakan jasa pengangkut barang. Aku mengenal banyak karyawan mereka, jadi kau tidak perlu bolak-balik membawa barang-barangmu!"
"Yahhhh kuserahkan semuanya padamu, Harry!"
Harry terus tersenyum bahkan sesekali ia meloncat-loncat kecil dibelakang Nadia karena ia begitu senang karena pada akhirnya Nadia tidak terlalu menjaga jarak dengannya seperti hari-hari yang lalu.