Larasati, sering di sapa Rasti atau Laras seorang dokter residen, yang sedang cuti dan bekerja di Beauty wedding planner and organizer. Dia bisa menjadi MC, fotografer, ketua tim Planner, bagian konsumsi. Bertemu kembali dengan Lettu Arjuna Putra Wardoyo, lelaki yang pernah menjadi cinta masa kecil saat masih SD.
Arjuna anak kesayangan papa Haidar Aji Notonegoro( papa kandung), dan ayah Wahyu Pramono( ayah sambung). "Kamu Laras yang pernah sekolah di?"
"Sorry, salah orang!" Ucap Rasti memotong ucapan Juna, sambil berlalu pergi dengan kameranya.
"Seorang Arjuna di cuekin cewek, ini baru pertama dalam sejarah pertemanan kita." Ucap Deri sambil memukul bahu Juna.
"Aku yakin dia Laras adik kelas ku, yang dulu ngejar-ngejar aku." Ucap Juna dengan pandangan heran.
Apa yang membuat Laras tidak mau mengenal Juna, padahal pesona seorang Arjuna tidak pernah ada tandingannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eed Reniati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33.
"Laras," panggil seseorang pada Laras, yang baru duduk dan sedang memilih menu di kantin rumah sakit, dengan beberapa rekan kerja sesama dokter dan perawat.
"Eh tante, mau makan juga?"
"Iya, tapi tante sendirian gak ada temennya. Mau nemenin tante gak, tante sendirian ni?"
Laras melihat pada teman-temannya, sekalian sebagai ucapan permintaan maaf. "Maaf semuanya aku gak jadi makan bareng, mau nemenin tante Alya dulu."
"Oh, santai aja dokter, silahkan." ujar mereka semua dengan senyum menggoda Laras, yang tentunya Laras paham apa maksud godaan itu. Apalagi juga ada, beberapa perawat yang bertugas jaga di kamar Juna.
Alya dan Laras duduk bersama, bahkan mereka memesan menu yang sama.
"Bagaimana kabanya, Ras. Sepertinya semakin sukses, dan tentunya tambah sibuk aja, karena sudah menjadi dokter spesialis yang hebat?"
"Alhamdulilah baik, seperti yang tante lihat, tapi belum hebat kok tan, masih harus banyak belajar?"
Alya tertawa kecil dan mengangguk. "Sudah tahu kan, kalau Juna di rawat di sini?"
"Sudah, tan." jawab canggung Laras.
"Kok, gak pernah nengokin, sih?"
"Hehehe, soalnya beberapa kali lewat ruangan Juna saat sedang tidak tugas, pas kebetulan juga ruangan Juna ramai tan, jadi gak enak mau nimbrung."
Alya tertawa kecil, meski tahu itu hanya alasan yang di buat Laras. "Hari ini perkiraan Juna bisa di bawa pulang, dan tante juga akan langsung kembali ke Jogja. Bisa minta tolong, gak sama Laras?"
"Minta tolong apa ya, tan. Sebisanya akan Laras bantu."
"Tolong lihat keadaan Juna, ya. Tidak harus menjaganya seperti perawat 24 jam, cukup sehari sekali kamu lihat lukanya. Karena setelah pulang dari rumah sakit, Juna rencananya akan pulang ke rumah papanya, selama masa pemulihan. Tahu sendiri kamu dua lelaki semuanya, mana bisa di andalkan," candanya.
"Hmm akan Laras usahakan ya, tan. Tapi maaf tidak janji, karena terkadang jika lagi sibuk, aku juga tidur di rumah sakit dan tidak pulang." jawab Laras.
"Iya gak apa-apa, tante tahu kok kesibukanmu sebagai dokter UGD sekaligus dokter spesialis. Nanti juga tante akan bilang sama mama dan papamu, untuk memberikan kamu ijin untuk melihat kondisi Juna setiap hari, meski cuma sebentar gak masalah."
Laras hanya bisa tersenyum kaku sambil mengangguk, karena sadar akan sangat sulit untuk menolak permintaan bunda Juna.
Melihat senyum Laras, membuat Alya menggenggam tangan Laras yang kosong di atas meja untuk di genggamnya. "Terimakasih ya, Ras."
"Belum apa-apa kok, sudah bilang terimakasih sih, Tan." ujar Laras, yang semakin tidak enak mendengar ucapan terimakasih Alya.
"Karena tante percaya sama kamu oh ya, panggil bunda aja ya, kaya Juna, jangan tante biar enak di denger."
"Aku takut ngelunjak, tan." jawab Laras, di dalam hatinya tanpa berani bersuara.
"Ehh, iya tan...eh maksudnya aku bunda." jawab Laras kikuk, malah membuat Alya tertawa kecil.
Setelah selesai makan Alya mengajak Laras, untuk ikut dengannya ke kamar Juna.
"Kalau bisa jangan terkena air dulu, jika terpaksa kena air bisa langsung di keringkan. Nanti aku resepkan obat tambahan yang kualitasnya bagus, biar cepet sembuh saat upacara kenaikan pangkat, nanti." Suara Audrey menyambut indra pendengaran Laras, begitu masuk ruang perawatan Juna.
"Eh, Laras. Lama gak jumpa, bagaimana kabarnya, nak?" kata Wahyu saat melihat istrinya datang dengan Laras.
"Baik om."
"Jangan panggil om, panggil ayah sama kaya Juna. Masa manggil bundanya sudah bunda, ayahnya masih om." ujar Alya.
"Betul itu," sambung Wahyu.
"Wah, kalau begitu aku juga mau di panggil papa dong," sambung Haidar yang ikut nimbrung obrolan itu.
"Berarti kamu harus panggil aku mas, aku kan lebih tua dari kamu, Ras."
"Apaan, cuma beda bulan ini," protes Laras.
"Meski begitu, aku lebih tua. Anak kembar aja yang cuma beda hitungan detik, yang duluan lahir juga di panggil mas, atau di panggil kakak." ucap Juna, membuat Laras melirik sekilas, sambil mendengus. Membuat Juna yang melihatnya malah tertawa kecil. "Aku itu seorang pasien lo, Ras. Harusnya kamu bisa bersikap lembut, dan penuh perhatian padaku."
"Kan ada aku yang siap merawat kamu, Jun." ujar Audrey yang dari tadi hanya diem, dan merasa tidak di anggap keberadaannya.
"Hehe terimakasih, atas perhatiannya." ucap Juna yang merasa gak nyaman dengan sikap Audrey.
"Kalau begitu aku pamit dulu bun."
"Ingat pesan bunda ya, Ras." ucap Alya, membuat Laras tersenyum dan mengangguk, sebelum mengucapkan salam dan pergi dari ruang perawatan Juna.
"Dokter Laras," panggil Audrey, membuat Laras menghentikan langkahnya dan melihat ke belakang.
Audrey yang baru keluar dari ruangan Juna, langsung berjalan cepat menghampiri Laras. "Aku tidak menyangka dokter Laras anak Jendral bintang 2, habis dokter Laras tidak terlihat menonjol, tidak ada mobil dan tinggal di rumah minimalis, itupun juga ngontrak."
"Yang Jendral itu papa saya, dok, bukan saya. Tidak membawa mobil, bukan berarti tidak punya mobi kan, dok?" ucap Laras sambil berjalan kembali.
"Hahaha bener juga, anda." ujar Audrey, sambil mengikuti langkah kaki Laras. "Tapi, bukan karena anda anak adopsikan dok?"
Laras terkekeh kecil mendengarnya. "Meski saya anak adopsi, saya punya hak yang sama dengan anak kandung. Buktinya nama lengkap saya Larasati Notonegoro, sama dengan adik saya Radja Alam Notonegoro, kami punya nama keluarga yang sama. Apa ada masalah dengan anda?" ucap Laras tenang. "Dan saya juga punya hubungan yang lebih dekat dengan Letnan Arjuna, karena papa kandung Letnan Arjuna masih keluarga dengan papa saya, sama-sama Notonegoro." ucap Laras dengan senyum bangga pada Audrey.
Laras tidak pernah suka membanggakan keluarga atau harta, tapi Laras juga tidak suka dengan tipikal orang yang berusaha menjatuhkan mental seseorang. Seperti yang dilakukan mama Hanum, menjatuhkan mental ibu kandungnya hingga insecure dan meninggalkan Rio, padahal sedang hamil dirinya dan adik kembarnya.
Laras sudah bisa mencium gelagat tidak beres dari dokter Audrey, saat dia tiba-tiba membahas dirinya yang anak adopsi.
"Tapi mengapa Anda tinggal terpisah, dari keluarga. Apa benar yang saya denger, kalau anda tidak dalam hubungan yang baik dengan keluarga."
"Siapa bilang, saya hanya tidak suka hidup dengan bayang-bayang nama besar keluarga. Karena akan berpeluang dikelilingi orang-orang yang tidak tulus, yang hanya menjilat saya karena nama besar orang di belakang saya. Permisi, saya harus kembali bekerja," ucap Laras yang langsung masuk ke ruangannya.
**
"Kamu tahu gak, kalau dokter Audrey suka sama kamu, apalagi sebentar lagi pangkat kalian sama." ucap Laras sambil mengoleskan salep pada luka Juna.
Hari ini hari pertama Laras berkunjung ke rumah Haidar, setelah 2 hari yang lalu Juna di bawa pulang ke rumah Haidar.
"Tahu, makanya aku menolak saat dia menawarkan diri untuk datang melihat lukaku. Ehh, untungnya bunda sudah minta tolong sama kamu, jadi aku tak perlu menemuinya."
"Kenapa kamu tolak, anak Jendral lo."
"Kamu juga anak Jendral, malah papamu bintang 2, papanya bintang 1."
"Tapi kalian sama-sama dari lingkungan militer."
"Aku ingin cari yang beda, kamu mungkin?"
"Jangan ngaco kamu, aku sudah ada yang lamar, ya."
"Bukannya sudah kamu tolak ya, dan sebagai gantinya kamu pindah ke rumah dinas Mayjen Rio?"
Laras langsung melihat kearah Juna." Papa cerita, sama om Haidar ya, kok kamu tahu?"
"Karena papaku yang nglamar kamu, buat aku." jawab Juna di dalam hatinya, meski kenyataannya Juna hanya mengangguk.
"Sebentar lagi umur kita sudah lebih dari 31 tahun, kamu benar tidak mau nikah Ras?"
"Bukan tak mau, tapi aku masih ragu." ucap Laras sambil merapikan kota obat, dan melepaskan sarung tangannya lalu di buang ke tempat sampah.
"Ragu, takut tidak bahagia? Apa yang kamu takutkan, kamu punya jalan hidup sendiri berbeda dari papa, mama dan ibumu. Buktinya kamu bisa menjaga dirimu sampai saat ini, kan?"
Laras terdiam mendengar ucapan Juna, meski di dalam hati membenarkan ucapan Juna. "Tapi aku juga punya cerita masa lalu yang buruk."
Mang enaaaak... sukuriiiin, auto blacklist...
tetep semangat Larassss...