Hanum Salsabila, seorang dosen cantik harus menerima kenyataan jika ia harus dijodohkan dengan seorang CEO. Ia hanya bisa pasrah dengan ketegasan Halim sang ayah yang membuatnya tidak berdaya.
Ravindra Aditama, CEO yang begitu membenci perjodohan. Ia bersumpah akan mengerjai Hanum sampai ia puas dan pergi meninggalkan negeri ini setelahnya.
Kisah cinta mereka baru saja dimulai, namun Tama harus menerima kenyataan jika Hanum lebih memilih untuk berpisah darinya.
Akankah mereka bisa mempertahankan rumah tangga atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memaksanya
Tama terbangun dari tidurnya dan melihat Hanum juga sudah terlelap sambil duduk dengan kepala yang menengadah. Ia merasa tidak enak dan langsung duduk agar bisa memindahkan Hanum ke atas ranjang.
Ia menatap wajah cantik itu sambil tersenyum. Membaringkan sang istri di atas ranjang dengan lembut agar Hanum tidak terjaga dari tidurnya.
"Pasti paha ibu kebas nanti," ucap Tama pelan sambil terkekeh.
Hanum menggeliat dan membuka mata. Ia tersentak ketika melihat wajah Tama berjarak sangat dekat dengannya.
Mata mereka beradu pandang satu sama lain. Hanum segera mendorong Tama dengan kuat, hingga pria tampan itu hampir saja terjengkang ke lantai.
"Anda mau apa?" pekik Hanum sambil memegang kerah bajunya.
"Cih, Ibu bisa tidak, bersikap lembut sedikit kepada saya?" ucap Tama kesal.
"Kamu jangan kurang ajar, ya! Mentang-mentang kita sudah suami istri, kamu bisa berbuat seenaknya seperti itu!" ucap Hanum marah.
"Eh, kenapa jadi ibu yang marah. Saya hanya memindahkan ibu dari kursi ke ranjang, agar lebih nyaman. Bukannya berterimakasih malah ngatain saya. Lagian, kalaupun saya berbuat sesuatu kepada ibu, juga tidak ada yang marah, kalau ibu lupa!" ucap Tama kesal
Ia mengambil jaket, tas dan topinya lalu segera pergi dari ruangan itu. Sungguh, ia merasa kesal melihat tingkah Hanum yang selalu berpikiran macam-macam terhadapnya.
Sementara Hanum hanya terdiam melihat Tama yang keluar sambil membanting pintu. Ada rasa aneh yang mulai menyelimuti hatinya ketika melihat Tama pergi.
Apa aku terlalu kejam? Tapi, dari awal sudah sangat jelas jika dia yang tidak menginginkan pernikahan ini. Sekarang, dia pula yang marah. Batin Hanum.
Ia hanya bisa menghela napas dan mengusap kakinya yang terasa kebas, sambil sesekali menggaruk beberapa bintik-bintik merah yang ada di tubuhnya karena alergi.
Sementara di luar, Tama menggeram kesal karena penolakan Hanum.
"Cih, sok jual mahal. Padahal, semua gadis pasti akan dengan senang hati untuk mendekatiku. Tapi dia malah menolakku berkali-kali seperti itu!" ucapnya Emosi.
Ia berjalan keluar dan mencari tempat agar bisa merasa lebih tenang. Tama berjalan dengan kesal sambil melihat kiri dan kanan, apakah ada semacam Bar atau toko yang menjual minuman beralkohol di sana.
Setelah cukup jauh berjalan, ia menemukan satu Bar dan langsung menuju ke sana. Ia memesan beberapa minuman yang bisa menenangkannya malam ini.
Memang, salah satu kebiasaan buruknya adalah meneguk alkohol. Namun itu tidak membuat semua citranya rusak sedikitpun.
"Apa dia pikir, jika aku menginginkannya? Cih, tidak! Dia saja yang terlalu percaya diri untuk itu!" racau Tama yang sudah setengah mabuk.
Ia masih duduk di sana, sambil sesekali menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama musik.
"Lihat saja kau nanti!" ucap Tama dengan wajah yang dipenuhi amarah.
Sungguh, ini adalah pelampiasan terparah yang ia lakukan selama ini. Sebelumnya, Tama hanya meminum alkohol ketika acara-acara penting dan di apartemennya saja. Namun kini, ia berani malakukan hal ini di negara orang.
Setelah puas, Tama memilih untuk kembali ke hotel karena ini sudah sangat larut. Dengan jalan yang sempoyongan, ia berusaha untuk mengingat jalan agar bisa kembali secepatnya.
Ada sesuatu yang mulai terasa membara ditubuhnya, ia ingin melepaskan sesuatu yang sudah lama terpendam di dalam dirinya.
Dengan setengah sadar, Tama membuka pintu kamar secara kasar menggunakan kartu yang ia minta dari resepsionis, karena ia merasa sudah tidak sabar lagi.
Tama melihat Hanum yang terlelap dengan begitu cantik. Rambut yang digerai dan terlihat begitu menggoda.
Perlahan, ia membuka satu persatu pakaian yang ia kenakan dan langsung menyerang Hanum yang masih terlelap.
"Ibu cantik, sebentar lagi kita akan terbang ke surga, ke langit ketujuh!" bisiknya dan mengecup telinga Hanum.
Ia mencium bibir ranum sang istri dengan tidak sabar. Hanum yang merasakan ada sesuatu yang tengah mengganggunya, langsung membuka mata.
"Hmph!" pekiknya tertahan karena Tama masih membungkam mulutnya.
Ia mulai memberontak agar bisa terlepas dari kukungan sang suami yang tengah melakukan hal yang tidak senonoh. Ia merasa dilecehkan.
Tama terus berusaha dan memaksa Hanum untuk melakukan hubungan suami istri dengannya. Bahkan tanpa belas kasih, ia mencumbu Hanum dengan kasar.
"Jangan!" teriak Hanum yang membuat Tama membekap mulut gadis itu dengan tangan tanpa menghentikan aktivitasnya.
"Ibu tenang saja, ini akan terasa nikmat dan ibu pasti akan memintanya lagi!" ucap Tama tersenyum menyeringai.
Hanum hanya menggeleng dan terus saja memberontak ketika Tama memasuki inti tubuhnya.
Air mata Hanum menetes ketika rasa sakit mulai menjalar ke tubuhnya. Ada sesuatu yang terasa merobek kulitnya dengan paksa.
"Sakit!" ucap Hanum berusaha berteriak sambil terus memberontak.