"Aku tidak bisa mencintainya, karena sejak awal hatiku tidak memilihnya. Semua berjalan karena paksaan, surat wasiat ayah, janji ayah yang harus aku penuhi."
"Semua yang terjadi bukan atas kemaunku sendiri!"
"Dengarkan aku, Roselyn... hanya kamu yang mampu membuatku merasakan cinta."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qireikharisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Gombal.
Jam pulang kuliah sudah tiba, Roselyn membereskan buku-bukunya kedalam tas, lalu beranjak dari tempat duduknya berjalan berdampingan dengan Clara keluar kelas, tiba-tiba terdengar ponselnya bergetar dan terlihat notifikasi dari Jayden.
"Saya sudah di depan, cepat kesini." Roselyn mengabaikan pesan itu, ia fokus menanggapi Clara yang sedang berbicara sambil berjalan dengan langkah tak tenang.
"Clara aku duluan yah, ayah sudah menunggu di depan, dia nyuruh aku cepetan." ucap Roselyn sambil setengah berlari meninggalkan Clara.
"Ya, Roselyn kamu hati-hati" jawab Clara setengah berteriak.
Roselyn sampai di area parkiran kampus, langkahnya tiba-tiba terhenti ketika Andreas muncul di hadapannya. Ia menghela napas, wajahnya tampak cemas, hatinya kembali tak tenang.
“Lyn, pulang bareng yuk. Ayo naik,” ajak Andreas sambil memberhentikan motornya tepat di depan Roselyn.
Namun tatapan Roselyn justru terarah ke luar gerbang, di mana Jayden sedang berdiri dengan sorot mata tajam menyiratkan ketidak sukaan.
Roselyn menelan ludah, rasa takut menyergap hatinya.
“Duluan aja, Andreas. Ayahku menjemput, sudah ada di depan,” jawabnya cepat.
“Oh, ya sudah kalau begitu. Aku duluan, ya.” Andreas pun pergi melajukan motornya keluar kampus meninggalkn Roselyn yang masih berdiri.
Roselyn langsung melangkah cepat berjalan keluar setengah berlari menuju mobil Jayden dan langsung masuk ke dalam mobilnya tanpa menunggu Jayden mempersilahkannya masuk.
Begitu duduk di dalam mobil, ia menarik napas panjang, wajahnya pucat dan ngos-ngosan. Jayden hanya menatapnya dengan tenang, lalu tersenyum sekilas.
“Ayo cepat jalan!” desis Roselyn dengan nada panik.
“Kamu kenapa, Roselyn?” tanya Jayden dengan suara tenang.
"Pura-pura nggak ngerti. Ah, sebel!” Roselyn mendengus kesal. Jayden hanya tersenyum sambil menahan tawa. Roselyn takut teman-teman kampusnya melihat dirinya bersama dengannya.
"Aku capek, Pak! Nggak mau terus-terusan begini, baru aja reda gosipnya, masa mau dimulai lagi!” desah Roselyn dengan wajah sinis, menatap Jayden sekilas.
“Ya sudah,” balas Jayden tenang, “Saya nikahi saja kamu, biar gak ada gosip lagi” ucap Jayden sambil menyodorkan tisu pada Roselyn, untuk mengelap keringatnya, namun Roselyn enggan menerimanya.
Tanpa banyak bicara lagi, Jayden langsung mengusapkan tisu itu dengan pelan ke kening Roselyn. Seketika tubuh Roselyn menegang, salah tingkah.
“Pak ngebet nikah, ya?” ucap Roselyn, mencoba menutupi kegugupannya.
Jayden tersenyum, tatapannya serius. “Ya, ngebet pengen nikah sama Roselyn. Gimana? Kamu mau nerima saya sebagai suami?” ucapnya menatap lekat ke arah Roselyn.
Roselyn terdiam. Mata mereka saling beradu tatap Jayden menunggu jawaban dari Roselyn.
"Makan yu?, kamu pasti lapar," ajak Jayden, suaranya memecah keheningan.
"Dimana?" tanya Roselyn tanpa malu.
"Dimana saja, yang penting makannya sama kamu, Roselyn."
"Ih dasar, penggombal!" ucapnya refleks mencubit lengan Jayden dengan berani.
"Aw, sakit Roselyn," ucapnya sambil tertawa. Hatinya sangat senang saat Roselyn mulai berani menyentuhnya.
"Roselyn mau gak, jadi istri saya?" tanya nya lagi dengan nada serius.
Roselyn menarik napasnya dalam bersamaan dengan dadanya yang kembali berdebar, wajahnya merah merona, namun ia mampu mengontrol dirinya agar tak terlihat gugup.
"Pak Jayden, aku tidak bisa mengatakan ya atau tidak untuk sekarang fokusku hanya buat skripsi. Aku pengen lulus secepatnya."
"Baik saya bisa menunggumu, jika keputusanmu seperti itu," jawabnya santai.
"Jadi, Pak Jayden jangan ganggu aku dulu ya? Aku mau fokus bikin skripsi," pintanya, sambil mengarahkan matanya sekilas ke arah Jayden.
Jayden menyunggingkan sudut bibirnya tersenyum sinis, "Saya nggak bisa kalau nggak ganggu kamu Roselyn, entah kenapa, saya selalu teringat kamu terus. Memangnya kamu tidak merasakan hal yang sama gitu?" sahutnya dengan tenang matanya fokus ke jalan.
Roselyn terdiam, ia merasa sudah tidak bisa menutupi perasaannya lagi. Ia juga merasakan hal yang sama dengan Jayden namun masih sulit untuk mengungkapkan perasaannya dengan berani.
"Apa bapak serius?" tanyanya mengalihkan pertanyaan.
Jayden tersenyum tipis. “Kebiasaanmu pertanyaan dijawab dengan pertanyaan lagi.”
Roselyn menunduk, memeluk tasnya. Pipinya memanas, dadanya berdebar semakin keras. Ia ingin menyangkal, tapi sorot mata Jayden sekilas meliriknya membuatnya tak berkutik.
---
Sesampainya di restoran mereka berdua langsung memesan makanan, Jayden tampak begitu menikmati makanannya seperti biasa, sedangkan Roselyn hanya terdiam mengalihkan tatapannya memperhatikan Jayden secara diam-diam.
Tiba-tiba Jayden meletakkan sendoknya, menghentikan kegiatan makannya lalu menatap dengan tatapan serius ke arah Roselyn.
"Roselyn, apa kedua orang tuamu ada di rumah?”
Roselyn sontak terkejut, napasnya sedikit tercekat. “Ada apa?, kenapa bapak nanyain orang tuaku?”
Jayden tersenyum tipis, nadanya tenang. “Saya mau datang ke rumahmu, untuk melamar.”
Roselyn terbelalak, wajahnya memerah, dengan cepat ia mendesah kesal, mencoba menutupi kegugupan dan debaran di dadanya.
“Pak, apaan sih! Jangan bahas lagi soal nikah, lamaran, atau apa pun itu ah! Aku belum berpikir ke arah sana!” bentaknya kesal, menyembunyikan kegugupan dan debaran dalam hatinya, suaranya sedikit bergetar.
Jayden tersenyum sekilas lalu menahan tawanya. Ia bisa melihat jelas bagaimana Roselyn salah tingkah. Hatinya pasti senang, hanya saja ia belum mau berkata jujur soal perasaannya.
"Roselyn, jangan pulang dulu ya. Saya mau ajak kamu ke rumah saya sebentar saja,” ucap Jayden tiba-tiba, suaranya tegas memecah keheningan.
Roselyn sontak terkejut, matanya melebar dengan jemari yang refleks meremas tas di pangkuannya dengan hati yang berdebar tak karuan.
“Pak apa nggak salah?” tanyanya ragu, dahinya berkerut. “Nggak mau ah, malu,” sambungnya pelan.
“Malu kenapa? Saya mau cek rumah baru yang selesai dibangun. Saya ingin kamu temenin saya, Roselyn,” jelas Jayden tenang, sambil bangkit dari tempat duduknya.
Mereka kembali masuk ke dalam mobil. Jayden melajukan mobilnya dengan tenang, sementara Roselyn hanya berdiam tanpa penolakan mengikuti perintah Jayden.
-----
Lanjut Part 19》