NovelToon NovelToon
Kesempatan Kedua Sang Duchess

Kesempatan Kedua Sang Duchess

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: KazSil

Elena Ivor Carwyn hidup sebagai Duchess yang dibenci, dihina, dan dijadikan pion dalam permainan politik kaum bangsawan. Namun ketika hidupnya direnggut secara tragis, takdir memberinya kesempatan kedua kembali satu tahun sebelum kematiannya. Kali ini, Elena bukan lagi wanita naif yang mudah dipermainkan. Ia bertekad membalikkan keadaan, mengungkap pengkhianat di sekitarnya, dan melindungi masa depan yang pernah dirampas darinya.

Namun di balik senyuman manis para bangsawan, intrik yang lebih mematikan menanti. Elena harus berhadapan dengan konspirasi kerajaan, perang kekuasaan, dan rahasia besar yang mengancam rumah tangganya dengan Duke Marvyn Dieter Carwyn pria dingin yang menyimpan luka dan cinta yang tak pernah terucap. Di antara cinta, dendam, dan darah, Elena akan membuktikan bahwa Duchess Carwyn bukan lagi pion melainkan ratu di papan permainannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KazSil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sebuah Kecelakaan?

Pertanyaan itu menggantung di udara, menyusup ke dalam dada Elena.

Matanya sedikit melebar, lalu perlahan senyum tipisnya memudar. Ia menunduk, jemarinya meremas pelan lipatan gaun di pangkuannya.

“Bahagia,” jawab Elena singkat, namun suaranya jernih dan tegas.

Senyum tipis terlukis di wajahnya, membuat Mervyn sempat terdiam beberapa detik. Kata sederhana itu, entah bagaimana, terasa lebih menusuk ke dalam hatinya daripada penjelasan panjang apa pun.

Kereta terus melaju, meninggalkan kanal, hingga akhirnya roda berhenti di jalan utama. Suara riuh pasar sudah terdengar bahkan sebelum Elena turun dari kereta teriakan pedagang menawarkan dagangan, tawar-menawar yang bersahutan, aroma rempah, kain berwarna-warni yang terjulur dari kios-kios sederhana.

Elena melangkah keluar, disambut cahaya matahari yang hangat. Di sampingnya, Mervyn berdiri tegap, tatapannya menyapu kerumunan. Kehadirannya saja sudah cukup membuat orang-orang terdiam, beberapa pedagang buru-buru menunduk hormat, sementara yang lain mencuri pandang penuh rasa ingin tahu.

Elena sedikit tersenyum, mencoba mencairkan suasana. Ia melangkah mendekati sebuah kios yang memajang kain-kain indah. Jemarinya menyentuh permukaan lembut salah satu kain berwarna biru pucat, matanya berbinar kecil.

“Kain ini… hampir menyerupai warna langit saat senja di tepi danau,” ucapnya pelan.

Mervyn, yang berdiri di belakangnya, memperhatikan. “Kalau kau menginginkannya, katakan saja. Aku akan membelinya.”

Elena menoleh, tersenyum tipis. “Aku tidak datang untuk berbelanja. Aku hanya ingin melihat, merasakan suasana.”

Kepala pelayan yang mendampingi sedikit batuk sopan. "Yang mulia, jika berkenan, sebaiknya tidak menunjukkan terlalu banyak minat. Para pedagang bisa salah mengira dan menimbulkan kericuhan harga."

Elena menoleh singkat pada Mervyn. "Lihat? Bahkan kepala pelayan bahkan lebih berhati-hati darimu." Ucapnya ringan

Mervyn tidak menanggapi, tapi matanya menelusuri wajah Elena sejenak, seolah sedang membaca setiap gurat ekspresi istrinya.

Mereka melanjutkan perjalanan, menyusuri deretan kios berisi keranjang buah segar, wadah rempah yang harum menyengat, hingga gerobak kecil berisi pernak-pernik kayu buatan tangan. Sesekali Elena berhenti, menyapa pedagang dengan ramah atau menunduk menyapa anak kecil yang bersembunyi malu-malu di balik kaki ibunya.

Sepanjang jalan, matanya menangkap hiasan-hiasan yang terpasang di kios dan di atas jalan. Anyaman pita warna-warni digantung di antara tiang-tiang, bunga kertas tergantung di pintu kios, dan lampion kecil berjajar rapi. Elena sedikit condong mendekat pada Myra, lalu berbisik pelan, “Apakah semua hiasan ini… untuk festival?”

Myra mengangguk sambil tersenyum kecil. “Benar, Duchess. Persiapan sudah dimulai sejak beberapa hari lalu. Pasar selalu terlihat paling meriah ketika mendekati festival.”

Elena menoleh ke sekeliling dengan sorot mata berbinar, seolah menampung setiap detail kecil yang ia lihat. Ada rasa hangat yang muncul di dadanya, menyaksikan kehidupan rakyat Carwyn begitu hidup dan penuh semangat.

Dan di setiap langkah itu, Mervyn selalu berada di sampingnya diam, namun kokoh.

Namun di balik keramahan pasar, Elena merasakan sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang tidak kasat mata, namun menempel seperti bayangan. Tatapan.

Entah dari mana, entah siapa, tapi ia merasakannya. Tajam, menusuk, seolah mengawasinya dari kejauhan.

“Ada apa, Duchess?” bisik Myra pelan sambil sedikit merunduk ke arah Elena.

Elena tidak langsung menjawab. Matanya menatap sekeliling dengan tenang, seolah-olah hanya tengah menikmati keramaian pasar. Namun, suaranya terdengar rendah dan serius, “Myra… bisakah kau memperhatikan sekitar? Lakukan dengan diam-diam.”

Myra menelan ludah, lalu mengangguk singkat tanpa bertanya lebih lanjut. Gerakannya tampak biasa saja, namun pandangannya mulai menyapu kerumunan dengan hati-hati. Elena pun melakukan hal yang sama berusaha tetap tampak tenang, meski jantungnya berdetak sedikit lebih cepat.

Beberapa kali ia mencoba mencari sumbernya melirik ke arah kerumunan, menatap balik pada wajah-wajah asing yang lalu lalang tapi tak ada yang jelas. Orang-orang hanya tampak sibuk dengan urusan mereka.

“Elena.” Suara Mervyn memanggilnya lembut. “Kau tampak pucat.”

Elena tersentak kecil. Ia segera menggeleng, menyembunyikan kegelisahannya di balik senyum. “Tidak… hanya lelah sedikit.”

Mervyn menatapnya beberapa detik lebih lama dari biasanya, lalu mengangguk. Ia tidak bertanya lebih jauh, namun tatapannya berubah semakin waspada.

Mereka akhirnya tiba di gudang penyimpanan milik Carwyn, sebuah bangunan besar di tepi pasar utama. Aroma biji-bijian, kayu kering, dan debu menyambut mereka. Para pekerja menunduk memberi salam hormat, lalu sibuk kembali dengan pekerjaan masing-masing mengangkat karung, menyusun peti, mencatat daftar persediaan.

Rowen maju lebih dulu, memberikan laporan singkat. "Tuan, semua persediaan sudah disusun rapi. Gandum yang tiba kemarin cukup untuk tiga bulan. Para pekerja sudah diarahkan menjaga kebersihan agar tidak ada yang terbuang."

Elena memandang kagum, menoleh pada Mervyn. "Tiga bulan? Itu artinya rakyat tidak akan kekurangan meskipun musim buruk datang tiba-tiba."

Ia berjalan pelan, memperhatikan satu per satu. “Begitu banyak… semua ini untuk memastikan rakyat Carwyn tidak kekurangan, ya?”

Mervyn meliriknya. “Persediaan harus dijaga. Jika terjadi masa paceklik, gudang inilah yang akan menentukan apakah keluarga Carwyn mampu melindungi wilayahnya atau tidak.”

Elena menunduk, menyentuh salah satu karung gandum yang tersusun rapi. “Aku mengerti sekarang… mengapa kau begitu keras menjaga semuanya.”

Mervyn hanya terdiam, tapi sorot matanya melunak sedikit.

Mereka melangkah lebih dalam ke gudang. Bau kayu kering bercampur gandum semakin pekat, debu tipis berputar di udara. Suara langkah pekerja yang sibuk terdengar ritmis, sesekali diselingi bunyi seretan karung berat di lantai kasar.

Elena mendongak, memperhatikan tumpukan tinggi karung di lantai atas yang ditopang balok-balok kayu. Ada sesuatu yang membuatnya sedikit khawatir karung-karung itu tampak disusun tergesa, beberapa di antaranya miring seakan hanya menunggu waktu untuk bergulir jatuh.

“Mervyn…” suara Elena hampir berbisik, “apakah itu tidak berbahaya?”

Mervyn ikut mendongak, matanya menyipit. “Seharusnya aman. Baloknya cukup kuat.” Nada suaranya tenang, tapi sorotnya mulai tajam.

Rowen, yang ikut memperhatikan, buru-buru memanggil salah satu pekerja. “Hei, pastikan ikatan itu lebih kencang. Jangan biarkan longgar begitu!”

Namun belum sempat pekerja itu naik, terdengar—

Krek… krek…

Suara kayu berderit pelan, namun jelas. Suara itu membuat Elena refleks memandang ke atas. Hatinya mencelos.

“Duchess!” seseorang berteriak panik.

Brakk!

Balok besar di lantai atas patah. Seketika, karung-karung berat terlepas, bergulir dengan kecepatan mengerikan ke arah bawah.

Elena mendongak, matanya melebar, napas tercekat. Ia ingin melangkah mundur, tapi tumitnya terpeleset, membuat tubuhnya justru kehilangan keseimbangan.

Mervyn bergerak secepat kilat. “Elena!” suaranya meledak, penuh kepanikan.

Namun suara dentuman sudah lebih dulu memecah udara. Karung berat itu menghantam keras ke arah lantai, debu mengepul, diikuti pekikan panik para pekerja.

Di tengah kekacauan itu, tubuh Elena terdorong, terjatuh ke lantai kasar. Rasa sakit tajam menyambar di lengannya, membuatnya meringis dan terdiam.

“Elena!” Suara Mervyn menggema, penuh kegelisahan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!