Sabila. seorang menantu yang acap kali menerima kekerasan dan penghinaan dari keluarga suaminya.
Selalu dihina miskin dan kampungan. mereka tidak tau, selama ini Sabila menutupi jati dirinya.
Hingga Sabila menjadi korban pelecehan karena adik iparnya, bahkan suaminya pun menyalahkannya karena tidak bisa menjaga diri. Hingga keluar kara talak dari mulut Hendra suami sabila.
yuk,, simak lanjutan ceritanya.
dukungan kalian adalah pemacu semangat author dalam berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
"Darimana Hendra tahu?" Gumam Bu Wati.
Bu Wati dan Riska seketika panik. Tidak ada yang tahu kejadian malam itu, tapi kenapa bisa Hendra tau?
Bu Wati berusaha terlihat tenang, tapi tidak ada yang tahu bagaimana hatinya. "Kamu itu kalau bicara dipikir dulu, mana mungkin Ibu melakukan hal itu." Ucapnya.
"Apa si Sabila itu yang bilang? Ada bukti apa dia?" Kata Bu Wati lagi berusaha menutupi kegugupannya.
Riska yang juga tak mau disalahkan, dia berusaha membela diri. "Jangan fitnah ya, Hendra. Mbak gak terima." Kata Riska sembari menyentuh lengan suaminya.
Riska sengaja menyentuh lengan suaminya. Dia tau dengan cara itu, suaminya akan menjadi tameng. Burhan yang sadar langsung angkat bicara, melindungi istrinya.
"Jangan asal tuduh, Hendra. Kamu sejak menikah, semakin berani sama keluarga. Sekarang kamu nuduh istriku, apa kamu gak malu. Kalau begini terus, aku gak segan laporkan kamu ke polisi." Kata Burhan.
Hendra tidak habis pikir dengan jalan pikiran keluarganya, ternyata selama ini dia buta. Selalu mengikuti perkataan keluarganya, mendengar semua yang dikatakan mereka tanpa mau mendengar ucapan istrinya sendiri.
"Lapor saja, Mas! Toh yang salah mereka, aku gak takut. Tentang bukti tentu aku punya, gak mungkin aku asal nuduh." Kata Hendra.
Deg!
'Hendra punya bukti!'
Semua terdiam, ingin tahu bukti apa yang dimaksud, Hendra. Bukti itu juga mengarah pada siapa? Bu Wati dan Riska atau Risma.
Rasa penasaran yang tinggi membuat Bu Wati melontarkan tanya pada Hendra. "Memangnya bukti apa yang bisa kamu tunjukkan?" Tanya Bu Wati akhirnya.
Hendra mendengar tanya dari sang Ibu, hanya bisa menghela nafas kasar. Bahkan sudah diancam dengan bukti mereka masih bisa angkuh dalam berbicara.
Hendra ingin melihat, apakah dengan menunjukkan bukti ini keluarganya mau meminta maaf pada Sabila atau tidak?
"Kalau aku tunjukkan bukti-bukti itu, apa yang akan kalian lakukan? Apa kalian bersedia meminta maaf pada Sabila?" Kata Hendra.
Riska yang merasa bahwa dirinya dan Sabila tidak selevel, berdecak tak terima kalau harus memohon maaf pada wanita miskin. "Ck, Minta ma.." Ucapan Riska dipotong cepat oleh Bu Wati.
"Iya Ibu akan minta maaf, kalau perlu akan sujud di kakinya. Biar kamu puas!" Kata Bu Wati.
Bu Wati berharap dengan dia berkata seperti itu, akan meluluhkan sedikit hati Hendra. Nyatanya tidak! Hendra mengabulkan keinginannya.
Senyuman licik tercipta di sudut bibir Hendra. kalo ini dia tidak akan luluh dengan ucapan ibunya yang lebih ke arah mengancam. "Baik! Ibu harus menepati janji ibu, setelah aku tunjukkan buktinya." Kata Hendra.
"Aku gak mau melihat drama, ibu sengaja kena serangan jantung atau stroke saat harus bersujud di kaki Sabila." Kata Hendra.
Deg
Bak disambar petir di siang bolong, Hendra mengabulkan keinginannya. "Anak ini! Pasti Sabila sudah berkata yang tidak-tidak padanya, sampai-sampai gak mau mendengar ku lagi." Gumam Bu Wati dalam hati.
Saat Sabila menunjukkan chatnya bersama Risma, Hendra meng-screen shoot semuanya dan segera mengirim ke nomornya.
"Risma! Kamu dengan sengaja mengatakan Sabila yang menjerumuskan mu, lalu apa ini?" Kata Hendra menunjukkan isi chat Risma ke Sabila.
"Masih mau lapor polisi? Apa kamu gak takut?" Kata Hendra penuh penekanan.
"Mbak Riska, Ibu dan Bidan Yola sudah kerja sama, saat pemeriksaan tadi. Apa kalian gak takut? Saat kalian tertawa puas di depan kamar ku, yakin tidak ada orang yang melihat!" Kata Hendra.
Wajah Bu Wati dan Riska menjadi pucat, rasa takut dan malu menjadi satu. Sedangkan Risma terlihat biasa saja, dia sudah sadar akan kesalahannya sedari awal.
"Aku minta maaf, mas! Aku mengaku salah, semua ini kulakukan karena ancaman Ibu." Kata Risma yang membuat Bu Wati dan Riska seketika membulatkan matanya.
"Bicara apa kamu, Risma!" Kata Riska yang panik. Kalau sampai ibunya juga angkat bicara, pasti dia juga akan terseret.
"Diancam ibu! Maksudnya apa, bicara yang jelas."
"Ibu akan minta Mas Hendra berhenti ngasih aku uang buat kuliah, ibu juga akan semakin menyiksa Mbak Bila kalau kalian gak bercerai. Mas sendiri tahu kan, kalau aku sama Mbak Bila gak pernah ada masalah. Menurutku lebih baik aku ikut rencana ibu yang ingin memisahkan kalian, agar mbak Bila aman." Kata Risma.
"Tapi kamu sudah fitnah Sabila, Risma! Mas juga sudah talak dia, apa yang bisa diperbaiki kalau sudah begini." Kata Hendra sembari mendudukkan dirinya di sofa.
Bu Wati dan Riska justru senang saat mendengar Hendra sudah menalak Sabila. Tidak sia-sia usaha mereka sejauh ini, urusan minta maaf itu belakangan.
Bu Wati hanya memikirkan kelancaran perceraian Hendra dan Sabila, dia belum menyadari bahwa anak gadisnya telah kehilangan banyak hal bahkan yang paling berharga di dirinya sudah dia serahkan pada lelaki yang bukan suaminya. Satu-satunya orang yang peduli hanya Sabila, tapi justru kebaikan Sabila dimanfaatkan.
"Akhirnya mereka cerai juga, langkah selanjutnya menikahkan Hendra dengan Maya." Gumam Bu Wati.
semangat
dari awal baca sampai di bab ini aku perhatikan tulisannya tuh selalu rapih dan nikmat di baca.
nggak bikin bosan.
pertahankan thor
Hendra juga
kamunya aja yang nggak punya pendirian. cuma manut manuut aja.