Kisah sederhana tentang dua anak manusia yng ingin saling menemukan kebahagiaan. Nia, gadis sebatang kara yang mentalnya hancur saat kecil karena orang-orang di sekitarnya. Bertemu dengan Bagus, laki-laki sederhana yang bekerja sebagai tukang bangunan. Niat tulus Bagus mampu membuat Nia luluh dan mau menjalin hubungan dengan Bagus hingga akhirnya menikah.
Bagaimana kisah keduanya? Yuk kita baca bersama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Muslikah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
14.
"Hallo Nia lagi apa? " Sore itu selepas sholat maghrib Bagus yang sudah hampir seminggu tidak ketemu Nia menghubungi kekasihnya.
(Lagi tiduran nih, mas lagi apa? )
"Lagi telpon kamu ini" Jawabnya ngeselin. Nia memutar bola matanya sebal.
(Kirain lagi nyangkul) jawab Nia asal.
Bagus tergelak mendengar jawaban kekasihnya. Bisa juga gadis cantiknya becanda, ah jadi rindu Bagus.
"Bisa juga kamu becanda ya yang, yang aku udah bilang sama bapak ibu" beritahu Bagus. Nia disebrang sana langsung terdiam. Belum siap dia dengan apa yang akan di sampaikan si Bagus.
"Yang......." Panggil Bagus saat tidak ada jawaban dari sang kekasih.
(Terus gimana mas? ) Ucap Nia lirih.
"Ibu dan bapak setuju, aku juga sudah cerita semua. Mereka tidak masalah dan mereka mengundang kamu ke sini yang, gimana? Kamu mau gak ke sini? "
Nia kembali terdiam. Ada rasa berat yang menggelayuti hatinya. Kembali ke kota yang telah menorehkan banyak luka padanya bukanlah hal yang mudah. Nia jujur masih sangat mengingat bagaimana tubuhnya babak belur dihajar sang nenek. Dada Nia kembali sesak mengingat semua itu. Matanya juga panas.
"Sayang....halloo, kamu masih di sana? "
(Iya mas aku masih di sini, maaf ya)
"Maaf kenapa? Kamu teringat masa lalu yang? Berat ya mau ke Ngawi? " Tebak Bagus.
(Gak tahu mas, jujur aku memang berat kembali ke Ngawi, maaf ya, beri aku waktu mas buat persiapan semuanya. Bilang juga pada bapak dan ibu, aku benar-benar butuh persiapan)
"Oke sayang, tenang ya, aku tahu ini berat buat kamu, senyamannya kamu saja, jangan terlalu dipikirkan, besok pagi aku dari sini mampir dulu ke tempat kamu, kita bahas lagi oke"
(Iya mas, terima kasih untuk pengertiannya) ucap Nia lalu menutup sambungannya.
.
.
"Beneran buk? Ih laku jug tu si Bagus akhirnya" Pekik Erna, kakak pertama Bagus, ibu si Abdul.
Setelah diberitahu sang anak kalau adiknya yang bujang lapuk laku, Erna pun tak sabar untuk mendengar langsung dari ibunya kabar bahagia itu.
"Ya gitulah, katanya sih mau tapi ibu belum percaya kalau itu perempuan belum datang ke sini "
"Ibu jangan mulai deh" Bagus yang mendengar obrolan ibu dan kakaknya langsung ikut nimbrung di ruang tengah.
"Ibu trauma Bagus, kamu kan sering dimainin cewek, katanya iya gak tahunya kemana, aturan laki-laki yang mainin cewek eh kamu malah yang dimainin" Sebal bu Lasmini kalau ingat kisah cinta anaknya yang sering gagal itu.
"Yah kan belum jodoh buk, InsyaAllah ini jadi ah, sabar dulu tapi " ucap Bagus.
"Kenapa harus sabar lagi? Jangan bilang minta tempo lho gus" Ucap Erna.
"Gak lah, yang ini usianya udah 28, gak bocil lagi, gak mungkin mau main-main juga"
"Wh udah umur dong, gak ada yang lebih muda gus? "
"Heh Erna mulutmu" Pak Warsidi memperingati putrinya yang sama lemesnya dengan sang istri.
"Ya pak maaf " ucap Erna malu.
"Kamu lihat orangnya pasti minder, usia hanya angka " ucap Bagus ambigu.
"Gimana maksudnya? " Erna makin bingung.
"Pikir aja sendiri" Ucap Bagus lalu berjalan ke luar.
Bagus berjalan menuju rumah yang ada di samping rumah kedua orang tuanya. Rumah modern minimalis yang Bagus bangun sejak tiga tahun lalu dari hasil kerjanya sebagai tukang bangunan. Sejak lulus SMK Bagus memang langsung kerja ikut orang. Awalnya sebagai buruh bangunan yang lama-lama menjadi tukang.
Dari hasil kerja itulah Bagus bisa membangun rumah ini. Uang yang ia hasilkan selalu ia tabung dan ia kasih ibunya. Dan ternyata bu Lasmini tidak pernah memakai uang Bagus. Malah saat Bagus punya niatan membangun rumah ini, bu Lasmini menyerahkan uang yang selama ini Bagus berikan untuk tambahan biaya. Awalnya Bagus menolak tapi karena paksaan sang bapak, Bagus menerima uang itu lagi. Dan jadilah rumah ini.
Rumah ini tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil. Ada tiga kamar tidur, satu di sebelah kanan dengan ukuran paling besar karena ada kamar mandi di dalamnya. Yang dua ada di sebelah kiri. Ada ruang keluarga, ruang tamu, dapur dan kamar mandi dua di dekat dapur. Memang belum rapi benar. Bagian depan masih berantakan tapi bagian dalam sudah lumayan rapi.
Lantai sudah dipasang keramik, plafon juga sudah, dinding rumah juga sudah rapi dengan warna kuning gading, bagian dapur juga sudah rapi, tapi tidak mewah. Untuk furniture memang belum ada. Hanya ada kasur ukuran jumbo dan kipas angin di kamar utama. Lainnya masih kosong belum ada isinya. Rencananya nanti kalau sudah menikah, Bagus ingin sang istri yang memilih furniture untuk rumahnya ini.
Bagus tersenyum melihat rumah hasil kerja kerasnya ini. Setidaknya setelah menikah nanti dia telah memiliki gubuk untuk berteduh dengan sang istri. Meski tidak bisa memberikan hunian mewah tapi Bagus akan bekerja keras untuk membuat Nia selalu bahagia hidup dengannya.
"Ah....gak sabar rasanya" Desah Bagus saat masuk ke dalam kamar utama di rumah itu. Kamar yang cukup besar untuk ukuran rumah orang kampung.
Bagus membayangkan bagaimana nanti setelah menikah dengan Nia. Mereka akan memulai rumah tangga mereka di rumah ini. Tapi ada sedikit keraguan juga. Apa Nia mau tinggal di kota ini lagi? Terlebih ada luka yang sungguh membekas dalam hati Nia. Ah jadi binggung Bagus.
.
.
Waktu menunjukkan pukul setengah delapan pagi, Bagus yang hari ini berencana kembali ke Gresik telah siap untuk berangkat. Tapi saat akan keluar rumah, Erni, adiknya yang nomer satu datang. Bagus ini empat bersaudara, Erna, Bagus, Erni dan Ella.
Kalau adiknya ini yang datang alamat tidak jadi berangkat si Bagus. Ketiga saudaranya ini semua orangnya kepo, kalau dapat informasi kok tidak langsung dari sumbernya tidak akan puas.
"Beneran gus kata mbak Erna kalau kamu sudah ada calon? Gak halu kan kamu? " Makin ngaco kan si Erni kalau bertanya.
"Mbok pikir aku ki gak waras to pakai acara halu, sak karepmu mau percaya atau tidak" Ucap Bagus kesal.
Erni ini jaraknya hanya satu tahun dengan Bagus jadi kalau manggil gak pernah pakai embel-embel mas dan juga sedikit lebih ngeselin di banding yang lain.
"Hahahahaha.....ih kayak perjaka aja kamu, bentar-bentar marah" Mulut nya mulai ngeselin.
"Heh mulut di jaga ya, masih ting-ting aku" Kesal juga kan si Bagus lama-lama.
"Kamu terlalu sering dighosting my bro, jadi daku takut kamu kamu dighosting kembali" Ucap Erni sok peduli.
"Sialan lu, kalau mau ngeledek mending pulang" Usir Bagus sebal.
"Hahahaha ah gitu aja marah, aku tu jauh-jauh ke sini karena senang tahu, saudara laki-lakiku yang paling tampan akhirnya laku, aduh berasa kayak mimpi aku tu gus" Kan makin ngeselin si Erni.
"Cepet bawa ke sini dong gus, inget kamu udah mau empat puluh tahun jangan lama-lama nanti alot hehehehe" Ucap Erni dan langsung kabur kebelakang.
"Heh sialan lu, gua mau empat puluh berarti lu juga oneng" Maki Bagus sebal. Dari semua saudaranya memang si Erni yang paling sering buat Bagus darah tinggi. Kalau gak ingat itu saudara sudah Bagus tempeleng si Erni itu. Bukan ngasih semangat malah bikin emosi pagi-pagi.
.
.
slm kenao