Cintailah pasanganmu sewajarnya saja, agar pemilik hidupmu tak akan cemburu.
Gantungkanlah harapanmu hanya pada sang pencipta, niscaya kebahagiaan senantiasa menyertai.
Ketika aku berharap terlalu banyak padamu, rasanya itu sangat menyakitkan. Kau pernah datang menawarkan kebahagiaan untukku tapi kenapa dirimu juga yang memberiku rasa sakit yang sangat hebat ?
~~ Dilara Annisa ~~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda Yuzhi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengalihan Aset.
" Ini apa, Bi ? Jangan bilang kalau Abi sama Umi ingin memisahkan Fikri dengan Lara. Fikri tidak akan menandatanganinya. Tidak ada hak Umi atau Abi memisahkan kami berdua. " Sentak Fikri dengan asumsinya.
Mata Abi menyorot tajam sedangkan Umi tersenyum sinis sambil bersedekap dada.
Maria bersorak dalam hati. Yes ! Mereka cerai. Aku jadi istri satu-satunya. " Soraknya dalam hati tapi dengan wajah tertunduk menyembunyikan senyumnya yang merekah.
" Baca baik-baik sebelum berargumen. " Ujar Abi datar. Fikri mengernyit lalu membuka lembar demi lembar kertas di dalam map.
" Pengalihan semua asetku ? " Gumamnya entah bertanya pada siapa sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, seolah yang sedang dibacanya bukanlah perkara yang membuatnya khawatir.
" Oke...tidak masalah. Selama Lara tetap jadi istriku. " Finalnya tanpa berpikir panjang lalu meletakkan kembali map itu di atas meja.
Umi tersenyum puas lalu melirik sekilas ke arah Maria yang menatap Fikri bingung.
" Jadi kau setuju jika semua asetmu dialihkan atas nama Dilara ? " Tanya Umi memperjelas, tepatnya memperjelas hal ini pada Maria.
Maria terkejut mendengar ucapan Umi. " Pengalihan aset ? " Gumamnya maksud hati hanya di dalam hati, tapi tanpa sadar terucap di bibir dan terdengar jelas ditelinga Umi.
Umi tersenyum miring. " Kenapa ? Kau terkejut ? Sebentar lagi Fikri hanyalah pria miskin yang akan menjadi buruh yang digaji sesuai UMR oleh Dilara, menantuku. " Bisik Umi dengan senyum kemenangan, menekan kata menantuku berhasil memprovokasi Maria.
Sesungguhnya Umi adalah pribadi yang penuh kasih sayang dan bukanlah definisi mertua julid, tapi itu tergantung keadaan. Umi paling benci pada perempuan yang mau menikah atau perebut suami orang. Jiwa kejulidan Umi akan meronta ketika berhadapan dengan manusia seperti itu.
Maria mengepalkan tangannya dengan wajah memerah. " Sia-sia aku ikut Kak Fikri, membuang agamaku kalau hanya untuk hidup miskin. " Gerutunya dalam hati.
" Tenang saja. Fikri masih bisa memberimu makan dari gajinya bekerja, dan tentunya harus berbagi dengan Dilara. " Bisik Umi lagi semakin mengipasi emosi Maria.
Maria hanya diam pura-pura tidak terpancing emosi. Padahal darah di kepalanya sudah mendidih bagaikan rebusan air panas.
" Aku tidak masalah, Mi. Asal Dilara kembali bersamaku ! " Tegas Fikri tanpa ragu lalu meraih map kembali seraya menyambut bolpoin yang disodorkan oleh Pak Julian.
Sedangkan Maria semakin meradang mendengar ungkapan Fikri. Sungguh dia adalah istri yang tidak dianggap keberadaannya. Kenapa Fikri tidak mempertimbangkan kehadirannya sebagai istri yang patut dimintai pendapat. Seperti itu benak Maria.
" Sial ! Terus aku dianggap apa ?! " Maria merutuki keputusan Fikri.
" Done ! Bawa kembali Dilaraku ke sini ! " Ucap Fikri setelah selesai menandatangani berkas. Maria terpaku dengan geram. Hatinya memanas seketika. " Enak benar jadi Dilara. Sudah mandul tapi mesih istimewa di mata Kak Fikri dan kedua manusia jompo ini. " Kedengkian menguasai Maria.
" Tunggu Dilara tenang dulu. Umi jamin dia tetap akan pulang di rumah miliknya. Dia bukan perempuan bodoh yang dengan mudah menyerahkan miliknya pada pencuri. " Sarkas Umi lagi menyentil Maria dengan menekan kata miliknya.
" Sampai kapan, Mi ? Fikri tidak tenang sebelum Lara kembali padaku. " rengek Fikri putus asa. " Lihatlah ! Fikri sudah menuruti kemauannya untuk mengalihkan semua aset Fikri. "
" Jangan salah ! Dilara tidak tahu menahu tentang pengalihan aset ini. Ini bukan permintaan Dilara, tapi murni kemauan Umimu. " Tukas Abi meluruskan. " Kau pikir Dilara adalah perempuan gila harta, harus melakukan tindakan seperti ini ? Semua ini tanpa sepengetahuan Dilara.
" Eeh.. ! " Fikri terkejut lalu menatap wajah cantik Uminya yang sedang tersenyum manis ke arahnya.
" Kenapa ? Keberatan ? Dilara adalah anakku dan Umi wajib memastikan jaminan masa depannya dari parasit. " Ucap Umi santai tapi tatapan mengintimidasi menyorot tajam.
" Tid--tidak ! " Fikri menggeleng keras kepalanya. Dia hapal tatapan itu. Tidak ada satu orang pun di keluarganya yang bisa membantah jika Umi sudah menyorot dengan tatapan itu, termasuk Abinya.
Abi hanya terkekeh pelan melihat ketidak berdayaan Fikri. " Kau kira gampang menghadapi Umimu ? " Batinnya di balik senyum tipisnya.
" Baguslah... ! Satu masalah teratasi. Tapi Umi perlu bicara empat mata denganmu. " Ujar Umi dingin.
" Bicara ? Bicara apa Mi ? " Beo Fikri.
" Kita tidak bicara di sini. Datanglah besok ke rumah Umi. Umi tunggu saat makan siang. " Tandas Umi lalu bangkit berdiri.
" Oke Pak Julian. Semua sudah beres. Aset Fikri mutlak milik Dilara semua dan sah secara hukum kan ? " Ucap Umi tanpa basa basi.
" Iya, Bu ! " sahut Pria berumur lima puluh tahun, sebaya Abi itu.
" Ingat, Fikri ! semua harta adalah milik Dilara termasuk rumah ini. Jika ada keputusan Dilara mengenai penghuni rumah, kalian harus terima, ' apapun itu ! ' Tekan Umi tegas penuh makna.
Kembali Fikri hanya bisa mengangguk patuh. Selain dia takut dengan Umi, menurutnya tidak ada yang salah jika Dilara menguasai hartanya. Dia mengenal istrinya itu, Dilara bukanlah orang serakah. Keputusan Umi ini akan menguntungkan baginya, Dilara pastinya tidak akan memaksa untuk lepas darinya karena terbebani pengalihan harta tersebut.
" Ayo, Bi ! Pak Julian ! Kita pulang. " Ujar Umi lalu melangkah keluar tanpa pamit pada siapa-siapa yang ada di ruangan itu.
♡♡♡
Keesokan harinya.
Dilara menatap serius ke arah laptop, mengamati setiap angka-angka dan grafik laporan keuangan pendapatan cafe yang dikelolanya.
" Alhamdulillah semuanya aman dan berjalan sebagai mana mestinya. " Gumamnya seraya bertopang dagu. Selintas benaknya teringat akan prahara rumah tangganya. Fokusnya berantakan.
" Ck... Kenapa harus melintas lagi ingatan tentang itu. " Keluhnya dengan suara lirih. Dilara mengusap wajahnya dengan kasar dan menghempaskan napasnya lalu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.
Dilara memijat pangkal hidungnya lalu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. " Sudah jam lima sore. " Gumamnya lirih.
Wanita anggun itu bangkit dari kursi kebesarannya lalu merenggangkan badan, mengurangi kekakuan di tubuhnya. " Hhff... Sepertinya minum segelas caramel latte dingin saat ini adalah pilihan yang tepat. " Gumamnya sambil melangkah keluar dari ruangannya.
" Rani , beri saya segelas caramel latte dingin ! Antar ke depan ! " Titahnya pada karyawan lalu melangkah ke arah halaman cafe dan duduk di kursi khusus pengunjung yang sudah di sediakan di pelataran cafe. Tempat duduknya menghadap langsung ke arah matahari terbenam.
View yang indah terlihat sangat estetik dari tempatnya duduk. Cahaya berwarna jingga membentang di kaki cakrawala, memantulkan cahaya berkilau di atas hamparan air laut. Senja sore itu, sangat dinikmati oleh Dilara. Hatinya yang nelangsa terhanyut dalam pesona senja. Sebait kidung pilu bergumam dalam hatinya yang gamang.
Dilara mengalihkan tatapannya. Ditatapnya bangunan bertingkat yang bersisian dengan bangunan cafenya. Itu adalah hotel milik keluarga sang suami. Hotel yang pada tahun dua ribu delapan belas silam runtuh akibat gempa bumi dahsyat, kini bisa dibangun kembali dan telah berdiri kokoh dan mewah.
" Apa dia ada di sana sekarang ? " Batinnya lalu terkekeh miris. " Kenapa aku harus memikirkannya lagi. Pastinya dia sudah bahagia menantikan kehadiran buah hatinya. " helaan nafas beratnya mengalihkan kesadarannya, seiring dengan kehadiran karyawannya menyajikan pesanannya.
" Wake up, Dilara ! " Pekiknya di dalam hati lalu ditatapnya kembali senja yang kian membias. Dia sadar, hubungannya dengan Fikri lambat laun akan segera berakhir dan dia harus menyiapkan segalanya termasuk harus menyiapkan mentalnya. Dia harus bangkit kembali menata hidupnya yang berantakan karena telah dimadu.
" Panorama senja selalu menawarkan keindahan. Tidak heran jika kehadirannya selalu dinantikan banyak orang. Banyak filosofi yang kita bisa dapati dari senja. Senja bisa mengajarkan kita bahwa tidak ada yang abadi, sesuatu yang hadir, pada waktunya pasti akan pergi. " Celetuk seseorang berhasil mengalihkan atensi Dilara.
lanjut thor
..