Karena Taruhan, Hidupku Jadi Rusak!

"Kapan aku bisa bekerja?" Tanya Akira pada Abnan yang baru tiba di kamar setelah pria itu menemui Papa Arga dan membahas tentang Akira dan Zeera.

Dari tadi Akira sudah menunggu pria itu di kamar Abnan. Mama Jisya yang mengantar Akira tadi ke kamar putranya untuk beristirahat.

"Kapan pun yang kau mau." Jawab pria itu terlihat mengabaikan Akira.

Tiba-tiba Abnan menghentikan langkah melihat ke arah Akira.

"Bagaimana dengan Zeera? Apa kau sudah mendaftarkan dia untuk sekolah?" Tanya Abnan.

"Sudah, besok dia sudah bisa mulai sekolah." Jawab Akira tak ingin melihat mata Abnan yang menatapnya.

"Bunda." Tiba-tiba Zeera datang langsung membuka pintu.

"Zeera? Ada apa? Kenapa masuk ke dalam kamar tidak di ketuk dulu," Akira menegur sikap tidak sopan putrinya.

"Ah, maaf. Zeera tidak sengaja, Bunda." Gadis itu tersenyum kecut sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ada apa, Zeera?" Tanya Akira.

"Itu Bunda, mmmmm.." anak itu terlihat ragu untuk menyampaikan apa yang ingin dia katakan.

Abnan mendekati anak itu, "Ada apa?" Tanyanya terdengar sangat lembut penuh kasih sayang.

Zeera tersenyum malu untuk mengatakan.

"Bilang sama Om, ada apa?" Ulang Abnan melihat keraguan anak berusia 10 tahun itu.

"I-itu Om...." Ragu melirik ke arah Bundanya yang menatapnya curiga.

"Apa? Bilang sama Om?" Ulang Abnan.

Zeera memilih membisik Abnan dari pada memberitahukan pada Bundanya, yang akan membuat wanita itu pasti memarahinya.

Abnan tersenyum, "Iya sudah, kamu istirahat dulu ya. Nanti sore kita keluar beli apa saja kebutuhan mu." Ujar Abnan merapihkan rambut putrinya.

"Benar, Om?" Antusias.

"Benar."

"Arhhh.. Makasih Om!" Memeluk Abnan, memcium dan kembali berlari keluar kamar.

"Ada apa lagi dengan anak itu?" Tanya Akira curiga.

"Jangan lupa bawa alat-alat sekolahnya di tempat rumah lama kalian di luar kota." Jawab Abnan.

"Apa! Anak itu!" Akira ingin keluar menyusul putrinya untuk mengomeli gadis suka lupa barang-barangnya.

"Kau mau kemana Akira!" Menatap tajam Akira. "Jangan sesuka hati memarahi putriku! Sikap pelupanya itu juga menurun darimu!" Kata Abnan mengingat sikap Akira juga yang pelupa.

Sinis Akira, "Siapa yang kau anggap putri mu? Apa benar kau menganggap Zeera itu putrimu? Kalau iya, kenapa kau tidak mengakuinya di depan keluargamu? Juga di depan Zeera sendiri!" Ucap Akira pergi meninggalkan Abnan.

Jujur Akira tidak suka dengan sikap Abnan yang tidak mengatakan pada keluarganya jika Zeera adalah darah dagingnya sendiri.

Wanita itu tidak peduli kalau Abnan membencinya. Tapi bagi Akira, jangan pada putrinya yang tidak mengakui gadis kecil itu di depan keluarga Abnan.

Abnan bungkam, karena memang dia belum miliki cukup keberanian untuk mengatakan yang sesungguhnya tentang Akira dan Zeera pada Jisya Mamanya, takut kalau wanita itu akan kecewa berat kalau tahu perbuatannya di masa lalu yang dia juga sendiri terjebak oleh perbuatan Yumi.

Setelah melalui sedikit pertengkaran diantara Akira dan Abnan. Abnan pun memenuhi janjinya pada Zeera pergi membeli peralatan sekolah untuk gadis kecil itu besok.

***

Akira dan Abnan saling diam tak ada yang mengeluarkan sepatah katapun di antara mereka berdua. Karena sedikit pertengkaran di kamar tadi membuat keduanya saling menunjukkan keegoisan masing-masing.

Sedangkan Zeera sibuk memilih-milih yang dia butuhkan.

"Akira..." Sapa seorang wanita.

Akira membalik badan melihat siapa yang memanggil namanya.

Kedua manik mata wanita itu tergambar kemarahan yang tak bisa ia luapkan.

"10 tahun. Ternyata kau masih hidup..."