The Hot Daddy and His Naughty Girl

"Aku sudah kenyang."

Laura tak bisa berkata apa-apa lagi saat Glen meletakkan kembali kotak makannya setelah memakan dua suap nasi goreng buatan Laura.

Sakit hati? Tentu saja. Namun Laura tak bisa melakukan apapun selain tersenyum masam dan mengangguk pelan lalu memberikan botol air minum untuk Glen.

"Ayah tidak pernah mengajarimu untuk membuang-buang makanan. Lagipula kamu baru makan sedikit, mana mungkin sudah kenyang!" seru Al kesal karena tingkah anaknya.

"Mungkin dia terlalu hebat memasak hingga memakan sedikit saja masakannya sudah membuatku kenyang," ucap Glen acuh tak acuh.

Al hendak angkat bicara lagu namun Laura sudah lebih dulu menyela dirinya. "Tidak apa, mungkin Glen memang sudah kenyang. Ayah jangan memaksanya," ucap perempuan itu dengan lembut.

Pria paruh baya itu menghela nafas berat lalu kembali menatap anaknya. "Lihat? Laura adalah perempuan yang tepat untukmu. Ayah harap kamu dapat menghargai dan mencintainya dengan tulus setelah ini."

Glen tak menggubris ucapan sang ayah, justru ia malah bertingkah seolah tak mendengar apa yang pria paruh baya itu katakan.

"Aku masih banyak pekerjaan, kalian tinggal-lah jika ingin tinggal. Aku akan pergi untuk meeting," ujarnya lalu beranjak pergi dari sofa.

Laura hanya diam, memperhatikan Re yang bersiap dengan memakai jas kerja dan juga jam tangan mahal yang sangat Laura kenali berasal dari brand mana.

"Sekretarismu saja belum datang, kenapa kamu terburu-buru sekali?!" geram Al yang lagi-lagi tak digubris oleh Glen.

Tanpa menoleh sedikitpun ke arah ayah dan calon istri, Glen langsung pergi keluar ruangan dengan langkah lebarnya.

"Anak itu benar-benar." Al memijit pelipisnya pelan, merasakan pening yang tiba-tiba mendera.

"Ayah, jangan terlalu dipikirkan. Glen hanya belum bisa membuka hatinya saja. Nanti lama kelamaan Glen pasti akan menerima Laura, Laura yakin," ujar model cantik itu menenangkan ayah mertuanya.

Al mengangguk lemah sebagai respon atas ucapan Laura. "Ayah harap juga begitu."

...***...

Hari sudah menjelang sore namun Glen tak kunjung kembali ke perusahaan padahal Laura sudah berharap bisa mengajak pria itu pergi makan malam dan membicarakan soal rencana pernikahan mereka.

Al sudah pergi sejak beberapa jam yang lalu karena pria paruh baya itu memiliki pekerjaan penting yang harus segera ia lakukan.

Waktu terus berjalan, Laura masih bertahan ditempatnya berada, berharap bahwa Glen sebentar lagi akan datang lalu mereka bisa langsung pergi ke tempat yang sudah Laura siapkan.

Cklek,,,

Laura menoleh dengan senyuman lebar. Ia mengira jika seseorang yang baru saja membuka pintu itu adalah Glen.

Namun naasnya, Laura harus menelan kembali harapannya bulat-bulat saat mendapati pria berbadan sedikit lebih pendek dari Glen memasuki ruang kerja Glen.

Pria tampan berkulit putih itu nampak terkejut saat melihat keberadaan Laura disana. Ia pikir ruangan itu kosong karena Glen sedang tidak ada ditempat.

Pria itu, Jay melangkahkan kakinya masuk untuk meletakkan beberapa berkas penting ke lemari kaca tempat Glen menyimpan berkas-berkas penting lainnya.

"Saya pikir tempat ini kosong karena Glen sedang tidak ada ditempat," ungkapnya tanpa menoleh ke arah Laura.

Laura tersenyum kecut mendapati ucapan yang demikian dari Jay. "Aku sedang menunggu Glen, kira-kira kapan dia akan mulai kembali?"

Tak aja jawaban untuk beberapa menit hingga akhirnya Laura bisa mendengar dengan jelas helaan nafas dari Jay.

"Dia sudah kembali," ujarnya singkat.

Laura mengerutkan keningnya. "Aku tidak melihat dia_"

"Dia sudah kembali ke rumahnya," sela Jay cepat membuat Laura bungkam seketika.

Pria itu membalikkan tubuhnya untuk menatap Laura. "Jangan terlalu berharap pada pria itu jika tidak ingin dikecewakan berulang kali. Aku hanya memberi saran, mau dituruti atau tidak itu terserah padamu," ucapnya acuh tak acuh.

Jay segera meninggalkan ruangan itu setelah menyelesaikan apa yang harus ia lakukan, meninggalkan Laura seorang diri ditemani kesepian dan kekecewaan yang memenuhi relung hatinya.

"Huh, dasar. Menyedihkan sekali. Aku jadi bingung harus menaiki kapal yang mana," gumam Jay ketika menunggu lift terbuka.

Jujur saja, Jay merasa iba pada Laura, namun sayangnya ia tak bisa melakukan apapun untuk membantu perempuan itu.

Perasaan Glen adalah hak Glen, Jay tak bisa ikut campur di dalamnya.

...***...

Malam sudah semakin larut, namun Key tak kunjung menampakkan batang hidungnya padahal Glen sudah menunggu perempuan itu sejak tadi.

Berulangkali Glen berusaha menghubungi nomor Key, namun panggilannya tak digubris sama sekali oleh si empu pemilik nomor, padahal jelas sekali handphone Key dalam keadaan aktif.

Glen juga sempat menghubungi nomor Vanessa, namun ternyata gadis itu juga tidak tahu dimana Key berada.

Khawatir, cemas, takut semuanya bercampur menjadi satu.

Ingin pergi mencari, namun Glen tak tau kemana perginya Key, dan si-alnya Glen juga lupa memasang alat pelacak atau sejenisnya pada handphone Key hingga ia tak bisa mengetahui keberadaan anak kesayangannya itu.

Bahkan sejak tadi makan malam pun belum dimulai karena Glen masih menunggu kepulangan Key yang entah kapan akan kembali.

Di tengah kecemasan Glen itu, tiba-tiba pintu utama kediaman terbuka lebar disusul suara teriakan seseorang dari luar sana.

"BIBI SIAPIN KAMAR TAMU, KEY BAWA COWOK PULANG NIH!" teriak Key dengan heboh.

Sontak kedua bola mata Glen langsung membola mendengar teriakan Key. Ia segera berlari keluar ruang makan untuk menghampiri Key yang katanya membawa laki-laki pulang.

"Key!"

Si empu pemilik nama langsung menoleh saat mendengar namanya dipanggil.

Senyuman lebar terukir di bibirnya saat mendapati keberadaan Glen disana, dengan wajah memerah padam seperti tengah menahan emosi.

"Daddy, lihat! Key bawa cowok pulang," ucap Key dengan senyum polos tanpa dosa, sedangkan laki-laki yang dirangkul olehnya barusan hanya bisa tersenyum simpul kepada Glen yang sudah melotot ke arahnya.

"Hallo," sapa laki-laki itu, sungkan.

...•Bersambung•...