Cassanova Pencabut Nyawa

“Apa kau begitu mencintai anak itu?” tanya Tom ketika mereka berada di dalam pesawat menuju Beijing, Tiongkok. “Atau jangan-jangan kau begitu melindunginya karena dia adalah anak Dave?”

“Jangan lupa kalau Alvin juga adalah anak Kak Keysa.”

“Sepertinya kau memang sangat menikmati peranmu sebagai ibu tiri. Apa kau sangat menyukainya?”

Ailen membuang muka.

“Kalau begitu bagaimana kalau aku juga memberimu seorang anak?”

Tangan Ailen refleks menampar Tom tapi pria itu sudah lebih dulu menahannya. “Kalau begitu tidak perlu punya anak. Aku juga tidak suka diganggu oleh tangisan bayi.”

Ailen kembali membuang muka dengan kesal. Ia kemudian memasang earphone demi menghindari perbincangan yang menjengkelkan dengan Tom. Pria itu sama sekali tidak menghargainya sebagai seorang kakak ipar maupun rekan bisnis.

Seolah tak puas membiarkan Ailen hidup dengan tenang, Tom kemudian mengambil sebelah earphone dari telinga Ailen dan memasangnya di telinganya. Mereka akhirnya berbagi earphone dan mendengarkan lagu bersama seperti saat mereka masih pacaran dulu.

Ailen merasa kikuk, tapi Tom justru terlihat lebih tenang. Ia mendengarkan lagu sambil menyandarkan kepalanya di pundak Ailen dan memejamkan mata. Ailen mencuri pandang dan ia masih saja tidak bisa memungkiri hatinya bahwa ia belum bisa beralih dari pesona seorang Tom meskipun pria itu telah menjadi cassanova yang tak bisa hidup seharipun tanpa wanita.

“Apa yang sedang kau lihat?”

Ailen buru-buru mengalihkan pandangannya dari wajah tampan Tom yang sedang menutup mata.

Tom menarik dagu Ailen dan memaksanya menoleh ke arah Tom. “Lihatlah sepuasnya! Tidak perlu mencuri pandang seperti itu.”

Ailen kemudian menepis tangan Tom dari dagunya. “Aku hanya penasaran dimana mereka?”

“Mereka?”

“Para wanita yang selalu mengelilingimu seperti semut.”

“Ah.. soal itu?” Tom kembali menarik wajah Ailen agar menoleh ke arahnya. “Untuk apa aku membawa mereka kalau sudah ada kamu di sini?”

“Cih! Dasar buaya!”

“Maka kamu adalah pawang buaya.”

“Tidak tahu malu.”

******************

Ketika tiba di bandara Beijing, lima orang wanita cantik sudah menunggu Tom di pintu kedatangan. Tom segera menghampiri dan memeluk mereka satu per satu, lalu membawa mereka masuk ke dalam limosin yang sudah menjemputnya.

“Tadi kau tanya dimana mereka? Sekarang sudah terjawab bukan?” bisik Tom kepada Ailen.

Ailen membuang muka keluar jendela mobil.

“Ini yang disebut efektif. Mendapatkan wanita di tempat kita berada. Membawa mereka kemanapun akan sangat merepotkan dan tidak efisien.” Imbuh Tom menggoda Ailen.

“Jadi kamu ingin bilang kalau kau punya wanita di setiap tempat yang kau datangi?”

“Tepat! Tapi lebih tepatnya lagi,,, wanita baru. Karena seorang Tom tidak pernah dua kali menggunakan wanita yang sama.”

Dan tiba-tiba saja Ailen bergidik jijik mendengar pengakuan tidak tahu malu Tom itu.

******************

Mereka tiba di salah satu hotel bintang lima di pusat kota Beijing. Tom menyerahkan sebuah kunci kepada Ailen lalu menggiring kelima wanitanya masuk ke dalam kamar lain yang terletak di samping kamar Ailen.

Tanpa banyak bicara, Ailen segera masuk ke kamarnya untuk beristirahat. Tapi keinginan sederhananya itupun ternyata tidak mudah untuk diwujudkan. Suara berisik dari kamar Tom bahkan mampu menembus dinding kokoh hotel bintang lima itu hingga terdengar sampai di kamar Ailen.

‘Apa yang sebenarnya sedang mereka lakukan?’ batin Ailen penasaran.

‘Ngga Len. Kamu ngga boleh peduli sama urusan Tom. Kamu adalah istri Dave dan kakak ipar Tom. Jangan membuat Alvin kecewa karena hatimu yang lemah dan mudah goyah!’

Ailen memasang kembali earphonnya lalu menutup kepalanya dengan bantal sampai bisa tertidur. Tapi sebelum itu, ia menyempatkan diri mengirim pesan kepada Nada untuk menanyakan keadaan Alvin dan memberitahunya dimana ia tinggal selama di Beijing.

*****************

Keesokan paginya, Tom terlihat sangat segar saat keluar dari dalam kamarnya. Mereka kemudian pergi menemui Tuan Li di rumahnya yang terletak sekitar dua jam berkendara mobil dari kota Beijing.

Dengan mengandalkan aplikasi maps, mereka berhasil menemukan sebuah pemukiman mewah di tengah perkampungan yang padat penduduk.

“Apa kamu yakin di sini tempatnya?” tanya Ailen yang mulai lelah berkali-kali salah arah dan tersesat.

“Entahlah. Petunjuk dari peta membawa kita ke sini. Mari cari tahu!”

“Kenapa mereka tinggal di perkampungan seperti ini padahal memiliki uang sebanyak itu.”

“Tidak semua orang ingin memamerkan apa yang dimilikinya kepada semua orang, seperti anda, Nyonya.”

Lagi-lagi Ailen dibuat kesal oleh pernyataan sarkas seorang Thomas Harrison.

“Tuan Li!”

“Tuan Tom! Mari masuk!” sapa Tuan Li sambil memeluk Tom dan mempersilakannya masuk ke dalam rumahnya. “Ini?”

“Perkenalkan ini adalah Ailen, Nyonya Harrison.”

“Dia –?”

Tom langsung merangkul Tuan Li lalu mengajaknya masuk sebelum bertanya lebih banyak lagi tentang Ailen.

Tak lama kemudian Nyonya Li keluar untuk menyambut kedatangan Tom dan Ailen. “Kenapa baru datang? Bukannya kamu sudah berjanji akan kemari pada festival lentera tahun lalu?”

Tom memeluk Nyonya Li, “Maaf, Nyonya. Saya benar-benar sibuk belakangan ini. tapi kali ini saya ingin menebus kesalahan saya kepada anda.”

“Dasar bocah nakal! Terakhir kali ke sini, kamu masih galau karena ditinggal menikah. Tapi hari ini kamu sudah menggandeng wanita yang begitu cantik.”

“Ssssssst!” Tom berusaha membungkam mulut besar di Nyonya bertubuh gemuk itu.

“Tunggu! Jadi kamu sudah pernah datang ke sini sebelumnya?” sela Ailen yang mulai menyadari ada kejanggalan.

Tom menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “itu.... itu.... kebetulan datang ke Beijing dan mampir ke sini.”

Ailen kemudian bersendekap, melipat kedua lengannya di dada. “Jadi kamu sengaja menipuku dengan berpura-pura salah arah, berhenti berkali-kali di restoran untuk bertanya pada warga dan kehabisan bensin di tengah jalan?”

“Bukan menipu. Lebih tepatnya bermain trik. Jalan yang kita lalui tadi memang sedikit memutar tapi pemandangan pantainya sangat indah. Sementara restoran yang kita datangi tadi adalah tempat makan paling populer dan digandrungi di kota ini. kalau soal kehabisan bensin, itu di sungguh di luar prediksi BMKG.”

Ailen menghembuskan nafas kasar kemudian pergi menjauh dari Tom demi menghindari kekesalan yang lebih akut. Ia memilih untuk membantu Nyonya Li menyiapkan makan siang untuk mereka berdua.

“Nona, apakah kalian sudah lama berpacaran?” tanya Nyonya Li dengan polosnya.

“Uhuk..Uhuk..”

“Anda tidak apa-apa?” tanya Nyonya Li sambil memberi Ailen segelas air minum.

“Tidak apa-apa, Nyonya.”

“Tom sebenarnya sangat baik meskipun sedikit kasar dan pemarah. Dulu dia adalah pemuda manis yang selalu berbinar karena seorang wanita. Tapi wanita itu tiba-tiba saja meninggalkannya dan menikah dengan kakaknya. Sejak saat itu ia patah hati dan berubah menjadi pria yang sangat dingin.”

“Dingin?”

‘Bagaimana mungkin pria dingin bisa bersama dengan lima wanita sekaligus?’ rutuk Ailen dalam hati

“Lukanya terlalu dalam sampai ia berubah menjadi penggila wanita demi melampiaskan amarahnya. Karena itu sekarang ia tidak pernah bisa lepas dari para wanita cantik. Tapi sebenarnya, jauh di dalam hatinya, ia hanya bisa mencintai satu wanita saja.”

Wajah Ailen menghangat. “Apa yang terjadi kepada Tom setelah ditinggalkan wanita itu?”

***********************************