Rara Artanegara yang dahulu dikenal cukup cantik namun sejak mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai seorang sekretaris PT. GINCU karena permintaan suaminya, Pramana Handoko, bentuk tubuhnya berubah menjadi tak terawat dan cukup berisi. Padahal sebelum menikah ia begitu langsing bak gitar Spanyol.
Pernikahan yang sudah dijalani selama lima tahun, awalnya begitu bahagia namun berakhir dengan luka dan nestapa pada Rara. Sang ibu mertua yang selalu menuntut cucu padanya. Sering berlaku tak adil dan kejam. Begitu juga adik iparnya.
Bak jatuh tertimpa tangga. Dikhianati saat hamil dan kehilangan bayinya. Terusir dari rumah hingga menjadi gelandangan dan dicerai secara tidak terhormat.
"Aku bersumpah akan membuat kalian semua menyesal telah mengenalku dan kalian akan menangis darah nantinya. Hingga bersujud di kakiku!" ucap Rara penuh kebencian.
Pembalasan seperti apa yang akan Rara lakukan? Simak kisahnya💋
DILARANG PLAGIAT🔥
Update Chapter : Setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 - Sebuah Tamparan
Rara mencoba membuka pagar rumahnya namun gagal. Ternyata gemboknya sudah diganti dan juga dirantai khusus.
"Siapa yang tega melakukan ini. Ya Tuhan..." gumam Rara.
Akhirnya ia mencoba menarik nafas sejenak. Berusaha tenang dan berpikir. Seingat dirinya, surat-surat rumah peninggalan kedua orang tuanya ada di brankas yang ada di dalam kamar dirinya dan Pram, di kediaman mertuanya.
"Aku harus pulang ke rumah Mama sekarang juga. Surat-surat itu apa masih ada di brankas atau tidak," gumam Rara.
Setelah itu Rara langsung melesat pergi dengan menaiki angkot di depan komplek.
Beruntung angkot yang ia naiki tidak terkena kemacetan yang berarti. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, ia benar-benar terlambat untuk pulang ke rumah ibu mertuanya.
"Sabar dan tahan, Ra. Kamu pasti sanggup," batin Rara menyemangati diri sebelum membuka pintu rumah ibu mertuanya.
Ceklek...
Derit pintu rumah Mama Dian dibuka Rara secara pelan-pelan. Setelah pintu berhasil ia tutup kembali secara sempurna tanpa gaduh, ia pun membalikkan tubuhnya dan langsung...
PLAKK !!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya sebelah kiri. Cap lima jari sudah membekas di sana dari tangan mertuanya sendiri. Mama Dian berdiri di hadapannya dengan berkacak pinggang dan matanya menyalang tajam pada sosok menantunya yakni Rara.
"Dasar menantu tak tahu diri! Pergi seenak jidat. Kamu tahu, pekerjaan rumah terbengkalai semua! Jam segini baru pulang. Ke mana saja kamu, hah!" pekik Mama Dian.
"Maaf Mah, Rara habis pergi ke makam orang tua Rara. Mendadak Rara rindu mereka," jawab Rara lirih apa adanya.
Rara hanya bisa menunduk seraya memegang pipinya yang kebas terkena tamparan mertuanya.
"Banyak alasan kamu! Jangan-jangan kamu nyeleweng di luar sana. Lihat saja kalau Pram pulang ke rumah, nanti Mama adukan kelakuan kamu selama ini. Biar dihukum kamu sama Pram," ucap Mama Dian dengan nada yang masih tinggi.
"Sekali lagi, Rara minta maaf Mah. Tadi Mama sedang pergi arisan jadi Rara gak enak ganggu Mama di rumah tetangga," cicit Rara.
"Buruan sana bikin makan malam buat Mama dan Sisy. Dari tadi dia tidur di kamar nungguin kamu. Jadi satu rumah kelaparan gara-gara kamu. Dasar menantu gak berguna!" hardik Mama Dian.
Akhirnya Rara pun naik ke kamarnya yang ada di lantai 2. Mama Dian kembali menonton acara televisi di ruang tamu.
Saat akan menuju kamarnya, tak sengaja kamar adik iparnya yakni Sisy, pintunya belum tertutup sempurna. Rara tanpa sengaja mendengar suara-suara aneh yang menggelitik telinganya.
Sebuah suara seperti itu adalah suara yang biasa ia keluarkan kala melakukan penyatuan dengan sang suami. Akhirnya didera rasa penasaran, Rara pun mengintip pada celah pintu kamar Sisy.
Alhasil Rara pun membelalakkan matanya dan menutup mulutnya sendiri. Ia begitu terkejut melihat Sisy yang dalam posisi naked melakukan tarian yang dalam tanda kutip negatif di depan ponsel.
Setelah Rara mendengar dan melihat hal itu. Kesimpulan Rara, Sisy sedang melakukan V-C-S dengan seorang pria. Entah pria itu kekasih Sisy atau bukan, Rara tak tahu.
Akhirnya Rara bergegas pergi menuju kamarnya. Di dalam kamar, ia langsung membuka brankas pribadi dan seketika dirinya lemas terduduk di lantai.
"Astaga surat-surat rumahku enggak ada. Hanya aku dan Mas Pram yang tahu password brankas ini. Apa Mas Pram yang mengambilnya? Lalu hubungan Mas Pram dengan rumah itu hingga disita bank kenapa?" cicit Rara bingung bercampur sendu.
Semua masih tanda tanya di benaknya. Ia masih berusaha berpikiran positif pada sang suami.
"Apa surat itu digunakan Mas Pram investasi bisnis tapi enggak bilang ke aku? Lalu bisnisnya gagal atau gimana? Ya Tuhan tolong bantu aku temukan jawaban dari benang merah ini semua," batin Rara berkecamuk resah.
Rara pun segera ganti baju dan membuatkan makan malam untuk ibu mertua dan adik iparnya sebelum kena semprot kembali.
Malam hari menjelang tidur, Rara berusaha menghubungi suaminya kembali. Namun hasilnya nihil. Hanya terdengar nada mailbox alias rekam pesan Anda. Begitu terus.
"Mas Pram tumben sih enggak bisa dihubungi seharian ini. Biasanya sesibuk apapun masih telepon atau kirim pesan ke aku. Ada apa ya? Kenapa perasaanku jadi enggak enak begini?" batin Rara semakin gelisah tak karuan.
Rara memutuskan besok pagi mencoba mendatangi pihak bank yang tertera di papan nama depan rumah orang tuanya tadi. Ia ingin mencari tahu. Ia yakin pihak bank pasti tahu dengan jelas kronologi sampai rumahnya disita dan akan dilelang.
Ia bertekad akan mengambil kembali rumah peninggalan orang tuanya. Sebab hanya itu satu-satunya kenangan dan warisan dari mendiang kedua orang tuanya.
Sedangkan di tempat lain, Pram dan Anita tengah berdebat dengan sengit akan sesuatu hal yang krusial. Dan Pram sengaja mematikan ponselnya seharian ini karena ia tak mau diganggu oleh siapapun termasuk Rara, istrinya. Saat ini kepalanya tengah pusing.
🍁🍁🍁
*nyeleweng\=selingkuh.