NovelToon NovelToon
Karyawanku Bahagia, Aku Menguasai Dunia

Karyawanku Bahagia, Aku Menguasai Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Sistem / Crazy Rich/Konglomerat / Anak Lelaki/Pria Miskin / Slice of Life / Menjadi Pengusaha
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: Sukma Firmansyah

"Apa gunanya uang 100 Miliar jika tidak bisa membeli kebahagiaan? Oh, tunggu... ternyata bisa."
Rian hanyalah pemuda yatim piatu yang kenyang makan nasi garam kehidupan. Dihina, dipecat, dan ditipu sudah jadi makanan sehari-hari. Hingga suatu malam, sebuah suara asing muncul di kepalanya.
[Sistem Kapitalis Bahagia Diaktifkan]
[Saldo Awal: Rp 100.000.000.000]

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukma Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 13: Harga Sebuah Kejujuran

(POV Maya)

Rumah Susun Petamburan, Lantai 4.

Pukul 21.00 WIB.

Aku duduk di tepi kasur lipat, menatap kartu nama putih polos di tanganku. Hanya ada satu nama: Rian. Dan sebuah nomor ponsel. Tidak ada logo perusahaan, tidak ada jabatan mentereng.

Di ruangan sempit ukuran 21 meter persegi ini, suara napas adikku, Dinda, yang sedang tidur terdengar beraturan. Dinda baru kelas 3 SMA. Sebentar lagi dia mau masuk kuliah. Dia butuh uang pangkal. Dia butuh laptop baru karena yang lama sudah mati total.

Di meja makan kecil yang catnya mengelupas, tergeletak tumpukan surat.

Surat Peringatan Sewa Rusun.

Tagihan Listrik.

Surat Penolakan Lamaran Kerja (yang ke-50 bulan ini).

Aku memejamkan mata. Kepalaku berdenyut sakit. Bagaimana bisa hidupku yang dulu tertata rapi, hancur berantakan hanya dalam satu malam?

(Flashback - 6 Bulan yang Lalu)

Kantor Pusat PT. Megah Karya, Sudirman.

Aku berjalan dengan langkah tegap di atas karpet tebal koridor lantai 30. Saat itu, aku adalah Maya Andriani, Sekretaris Eksekutif untuk Direktur Keuangan. Gajiku dua digit, fasilitas asuransi lengkap, dan masa depanku cerah.

"Mbak Maya, dipanggil Pak Bos," kata resepsionis sambil tersenyum hormat padaku.

Aku masuk ke ruangan Pak Handoko. Bau cerutu mahal dan pendingin ruangan yang terlalu dingin menyambutku.

Pak Handoko melemparkan sebuah map merah ke meja. Wajahnya tegang.

"Maya, saya butuh bantuan kamu. Revisi laporan pajak tahunan ini," perintahnya tanpa basa-basi.

Aku membuka map itu. Mataku menelusuri angka-angka di dalamnya. Sebagai lulusan Akuntansi terbaik, aku langsung tahu ada yang salah. Ada selisih 5 Miliar Rupiah yang disamarkan dalam pos "Biaya Operasional Fiktif".

"Pak... ini angka palsu," suaraku bergetar. "Ini penggelapan pajak, Pak. Kalau ketahuan audit, kita bisa dipenjara."

Pak Handoko tertawa meremehkan. "Jangan naif, Maya. Semua perusahaan melakukan ini. Tugas kamu cuma tanda tangan di sini sebagai pembuat laporan, dan pastikan angkanya balance. Kalau kamu lakukan ini, saya naikkan gajimu 50% bulan depan."

Aku terdiam. Tawaran itu menggiurkan. Tapi aku teringat almarhum Ayah yang selalu bilang, "Biar miskin asal tidur nyenyak, Nduk."

Aku menutup map itu dan mendorongnya kembali.

"Maaf, Pak. Saya tidak bisa. Saya bekerja untuk mengelola administrasi Bapak, bukan untuk menutupi kejahatan Bapak."

Wajah Pak Handoko berubah merah padam. Dia menggebrak meja.

"Kamu pikir kamu siapa?! Kamu cuma sekretaris! Di luar sana ribuan orang antre mau posisi kamu!"

"Silakan cari mereka, Pak. Saya mengundurkan diri," jawabku tegas, lalu berbalik badan.

"Kalau kamu keluar dari pintu itu, saya pastikan kamu mati!" teriak Pak Handoko. "Saya akan blacklist nama kamu di seluruh asosiasi HRD! Kamu nggak akan pernah dapat kerja kantoran lagi di Jakarta! Camkan itu!"

Aku tetap melangkah keluar. Aku merasa menang.

Tapi aku salah. Ancaman orang jahat yang berkuasa itu nyata.

Minggu depannya, namaku masuk daftar hitam. Setiap kali aku wawancara, HRD akan mengecek referensi, lalu menatapku sinis. "Oh, kamu yang bermasalah sama Pak Handoko ya? Maaf, kami tidak berani ambil risiko."

Kejujuranku membunuh karirku.

(Kembali ke Masa Kini - Rusun)

Air mata menetes di kartu nama Rian.

Enam bulan terakhir adalah neraka. Tabunganku habis untuk berobat Ibu sebelum beliau meninggal bulan lalu. Aku turun kasta. Dari manajer menjadi SPG toko elektronik. Berdiri 8 jam sehari pakai heels, digoda om-om genit, dimarahi supervisor kalau target penjualan kurang.

Gajinya? UMR pas-pasan. Cukup buat makan, tapi tidak cukup buat masa depan Dinda.

Lalu hari ini... datanglah pemuda aneh itu.

Rian.

Dia datang pakai kaos oblong dan sandal jepit ke toko high-end. Teman-temanku menertawakannya. Tapi mataku melihat sesuatu yang beda. Dia tidak melihatku sebagai objek pajangan. Dia bertanya soal spesifikasi render 3D dan enkripsi. Dia bertanya soal isi laptop itu, bukan cuma casing-nya.

Dan saat dia mengeluarkan Black Card itu... saat dia memborong belanjaan 150 juta tanpa kedip... aku sadar dia bukan orang sembarangan.

Tapi tawaran kerjanya itu...

"Saya butuh Sekretaris yang ngerti hukum, pajak, dan nggak bisa disogok."

Kata-kata itu terngiang terus. Nggak bisa disogok.

Selama ini, kejujuranku dianggap kebodohan. Tapi laki-laki ini... dia justru mencari kejujuran itu? Dia menawariku gaji 15 juta—kembali ke gaji lamaku—hanya untuk merapikan uangnya agar legal?

Apakah ini jebakan?

Apakah dia sama saja seperti Pak Handoko, yang awalnya manis tapi ujungnya minta aku korupsi?

"Kak?"

Suara Dinda membuyarkan lamunanku. Dinda terbangun, mengucek matanya.

"Kakak kok belum tidur? Mikirin tagihan ya?" tanya Dinda cemas. "Dinda nggak usah kuliah dulu deh, Kak. Dinda kerja aja bantu Kakak."

Hatiku hancur mendengarnya. Adikku yang pintar, yang juara kelas, mau mengubur mimpinya demi aku? Tidak. Tidak boleh.

Aku menatap mata Dinda. "Dinda, kamu tetap kuliah. Kakak... Kakak baru dapat tawaran kerja bagus hari ini."

"Beneran, Kak?" mata Dinda berbinar. "Kerja kantoran lagi?"

Aku menatap kartu nama Rian sekali lagi.

Rian mungkin misterius. Dia mungkin orang kaya baru yang eksentrik. Tapi mata dia saat menatapku tadi... itu bukan mata penjahat. Itu mata orang yang sedang mencari sekutu. Mata yang sama lelahnya dengan mataku.

Aku berdiri, berjalan ke lemari plastik.

Aku mengambil blazer hitam lamaku yang sudah enam bulan tergantung dibungkus plastik. Blazer kemenanganku.

Aku mengelus bahan kainnya.

"Selamat tinggal SPG. Selamat tinggal ketakutan."

Aku mengambil ponselku, mengetik pesan ke nomor di kartu nama itu.

To: Rian

"Saya Maya. Saya terima tawaran Bapak. Besok pagi saya datang jam 8. Tolong siapkan semua berkas yang perlu saya rapikan. Saya tidak suka kerja setengah-setengah."

Sent.

Satu detik kemudian, balasan masuk. Cepat sekali.

From: Rian

"Diterima. Selamat bergabung di tim orang gila yang jujur. Besok langsung ke alamat ini (Warung Nasi Bahagia). Jangan kaget kalau kantornya bau gulai."

Aku tersenyum kecil. Senyum pertamaku yang tulus dalam enam bulan terakhir.

Mungkin... hanya mungkin... kejujuranku akhirnya menemukan rumahnya.

1
Purbalingga Jos
jangan kelamaan thor
Sukma Firmansyah: adohhhh, kopinya mana kopinyaaaa
biar author semangat wkwkwkkww
total 1 replies
Paulina al-fathir
wiiihh ceritamu memang the best lah 👏👏👏🤩🤩👍👍
Purbalingga Jos
jangan kelamaan dong
Sukma Firmansyah: baik diusahakan
total 1 replies
Paulina al-fathir
bagus banget ceritanya 😍😍smpi deg2an bacanya.mantap 👍💪
Denn King
gasss thorrr
Purbalingga Jos
lanjuuut donk
Travel Diaryska
mantull
Travel Diaryska
ini ceritanya bagus banget, tolong dilanjutin sampe tamat ya thorr🙏✨
Sukma Firmansyah: terimakasih atas support nya, jangan lupa like dan vote
agar author tetap semangat
total 1 replies
DREAMS
ini dilanjutkan atau sampai sini aja?
Sukma Firmansyah: baik
dibantu like/upvote
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!