NovelToon NovelToon
Cinta Dibalik Heroin 2

Cinta Dibalik Heroin 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / Obsesi / Mata-mata/Agen / Agen Wanita
Popularitas:280
Nilai: 5
Nama Author: Sabana01

Feni sangat cemas karena menemukan artikel berita terkait kecelakaan orang tuanya dulu. apakah ia dan kekasihnya akan kembali mendapatkan masalah atau keluarganya, karena Rima sang ipar mencoba menyelidiki kasus yang sudah Andre coba kubur.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sabana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ancaman yang Tak Terlihat

Lorong rumah sakit mulai sepi ketika malam turun sepenuhnya. Lampu-lampu putih di langit-langit memantul dingin di lantai, menciptakan bayangan panjang yang membuat suasana terasa lebih sunyi dari seharusnya.

Andre berdiri menyandar di dinding, kedua tangannya terlipat di dada. Matanya menatap kosong ke ujung lorong, tapi pikirannya tidak pernah benar-benar diam sejak operasi Rima dimulai.

Ini bukan penembakan biasa.

Naluri itu terus berputar di kepalanya.

Ia sudah terlalu lama di kepolisian untuk percaya pada kebetulan. Luka tembak di bahu Rima terlalu rapi. Arah pelurunya terlalu presisi. Bukan tembakan panik, bukan perampokan yang gagal.

Seseorang tahu persis apa yang ia lakukan.

Andre mengeluarkan ponsel, membuka kembali foto TKP yang dikirim oleh anggota nya. Sudut ruang tamu yang berantakan. Meja terbalik. Pecahan kaca. Tapi tidak ada tanda penggeledahan brutal seperti perampok biasa.

Seolah-olah pelaku tahu apa yang mereka cari.

Dan itu membuat dadanya terasa berat.

Langkah kaki mendekat. Erlang muncul dari arah ruang tunggu, wajahnya lelah tapi tetap waspada. Ia membawa dua gelas kopi dari mesin otomatis, menyerahkan satu pada Andre.

“Minum dulu,” ucapnya pelan.

Andre menerimanya tanpa benar-benar sadar. “Lang,” katanya setelah beberapa detik, suaranya rendah, “menurut lo… ini murni penembakan biasa?”

Erlang terdiam. Ia menyesap kopinya, lalu menggeleng pelan. “Nggak.”

Jawaban singkat itu justru menguatkan kegelisahan Andre.

“Kenapa?”

“Karena setelah kejadian, ada dua mobil asing muter-muter di sekitar rumah,” jawab Erlang. “Gue perhatiin sejak siang. Waktu itu Gue kira cuma perasaanku. Tapi sekarang…” Ia menggantungkan kalimatnya.

Andre menghela napas panjang. “Rima sempat bilang dia ngerasa diikuti. Beberapa hari terakhir.”

Erlang menoleh cepat. “Lo baru bilang sekarang?”

“Gue kira cuma paranoia karena capek kerja.” Andre tersenyum pahit. “Ternyata Gue salah.”

Di ujung lorong, pintu ruang tunggu terbuka pelan. Feni keluar dengan langkah ragu. Wajahnya pucat, matanya sembab, kedua tangannya saling menggenggam seolah berusaha menahan getar yang belum sepenuhnya hilang.

Erlang langsung mendekat. “Fen?”

Feni mengangkat wajahnya. “Dokternya belum keluar?” tanyanya lirih.

“Belum,” jawab Andre cepat, berusaha terdengar tenang. “Kamu duduk dulu.”

Feni mengangguk, lalu duduk kembali di kursi. Tapi matanya terus bergerak, menatap sekeliling seperti mencari sesuatu yang tak terlihat.

Andre memperhatikannya diam-diam. Ada ketakutan di sana. Bukan hanya takut kehilangan Rima—tapi takut akan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang belum bisa diberi nama.

Dan rasa takut itu menular.

Andre melangkah sedikit menjauh, menundukkan suara ketika berbicara pada Erlang. “Kalau ini ada hubungannya sama kasus lama… berarti orang-orang itu masih berkeliaran.”

Erlang mengepalkan tangan. “Dan Feni bisa jadi target.”

Kalimat itu membuat Andre menutup mata sesaat. Bayangan istrinya terbaring bersimbah darah hampir terulang dalam kepalanya, kali ini dengan wajah Feni.

“Nggak,” gumamnya tegas. “Gue nggak akan biarin itu terjadi.”

Ia membuka mata, sorotnya berubah dingin. Keputusan mulai terbentuk di kepalanya, satu demi satu.

“Kita nggak bisa anggap ini aman,” lanjut Andre. “Setelah Rima keluar dari operasi, gue bakal minta perlindungan. Dan Feni—”

Andre melirik ke arah adiknya yang kini dipeluk Erlang, kepala Feni bersandar lemah di dada kekasihnya.

“—Feni nggak boleh sendirian. Sama sekali.”

Erlang mengangguk tanpa ragu. “Dia sama gue.”

Andre menepuk bahu Erlang pelan. “gue percaya sama loe.”

Untuk sesaat, hanya suara langkah perawat yang lalu-lalang dan dengungan mesin yang terdengar. Tapi di balik ketenangan palsu itu, Andre tahu satu hal dengan pasti:

Penembakan Rima hanyalah awal.

Ancaman itu belum pergi.

Ia hanya bersembunyi—menunggu waktu yang tepat untuk muncul lagi.

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!