"𝘏𝘢𝘭𝘰, 𝘪𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘬 𝘱𝘢𝘬𝘦𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢 𝘥𝘪 𝘬𝘪𝘳𝘪𝘮, 𝘮𝘰𝘩𝘰𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘱𝘢𝘮 𝘤𝘩𝘢𝘵 𝘢𝘱𝘢𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘴𝘢𝘺𝘢, 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪 𝘴𝘦𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨.
𝘴𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵,
𝘑𝘢𝘷𝘢𝘴—𝘬𝘶𝘳𝘪𝘳 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘦𝘫𝘢𝘳 𝘫𝘢𝘯𝘥𝘢!"
Bagi Javas, seorang kurir dengan sejuta cara untuk mencuri perhatian, mengantarkan paket hanyalah alasan untuk bertemu dengannya: seorang janda anak satu yang menjadi langganan tetapnya. Dengan senyum menawan dan tekad sekuat baja, Javas bertekad untuk memenangkan hatinya. Tapi, masa lalu yang kelam dan tembok pertahanan yang tinggi membuat misinya terasa mustahil. Mampukah Javas menaklukkan hati sang janda, ataukah ia hanya akan menjadi kurir pengantar paket biasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Resti_sR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Aku tau, Sel.
Javas menghela nafas panjang, dia tidak di beri celah oleh Selena untuk sekedar protes, hingga pria itu mendengar setiap kalimat yang panjang yang keluar dari mulut Selena hingga akhir. dan saat melihat Selena menyudahi pembicaraannya, Javas tidak serta merta setuju, itu tidak akan.
Dia menatap Selena dengan tatapan yang sangat dalam, perlahan dengan sisa keberaniannya, dia meraih tangan Selena, menggenggamnya erat.
"Kamu bicara apa, Sel? kamu pikir aku akan meninggalkan Lala?" tanyanya sembari menahan genggaman lebih erat saat Selena berniat melepaskan tangannya.
"Itu tidak akan terjadi. seandainya pun di masa depan aku akan memiliki orang baru semisal cewek ataupun anak seperti yang kamu bilang tadi, itu mungkin kamu dan Lala." lanjutnya berhasil membuat Selena membola.
"maksudnya?"
"Jangan pura-pura tidak tau, Sel. kamu pasti bisa membaca niat aku kan? aku yang selalu datang ke sini, aku yang selalu berusaha keras untuk di lihat, kamu tidak menutup mata kan? aku punya alasan Selena, dari awal aku melihat kamu, entah kenapa aku jatuh cinta sama kamu, maaf karena bicara sekarang, tapi aku tidak suka dengan penuturan kamu tadi makanya aku kebablasan bicara ini!"
Selena terpaku. Wajahnya membeku beberapa detik, seperti baru saja ditampar oleh sesuatu yang tak pernah ia prediksi. Tangannya yang berada dalam genggaman Javas terasa hangat… terlalu hangat… dan itu justru membuat dadanya sesak.
"Javas, jangan begitu..." suaranya akhirnya keluar, kecil dan bergetar. "kamu tidak tau apa yang barusan kamu bicarakan,"
Javas enggan melepaskan genggamannya. Tatapannya lembut, dalam dan penuh cinta.
"Tau... aku tau Sel," tuturnya menggebu.
"Justru karena aku tau makanya aku mengatakannya. Mungkin sedikit mustahil untuk kamu cerna tapi faktanya memang begitu. Belum pernah sebelumnya aku merasakan perasaan seperti ini, Sel. Perasaan yang bahkan awalnya sulit aku prediksi apa maksudnya. Setelah hari itu, ada yang berbeda, ada kebahagiaan kecil yang sangat sulit untuk aku tepis, dan itu adalah kamu. Mungkin kamu tidak percaya, tapi aku percaya itu arti dari cinta pada pandangan pertama yang sering orang-orang katakan, aku mempercayai itu." lanjutnya lagi, dia menggeser duduknya lebih dekat ke arah wanita itu.
"Jadi semua pikiran kamu, semua kecemasan kamu barusan itu tidak akan pernah terjadi, trust me." Dia menghela nafas panjang.
Selena menunduk. Kata-kata Javas terlalu jujur, terlalu berani. Dia merasakan jantungnya berdetak begitu keras sampai-sampai ia takut Javas bisa mendengarnya.
“Trust me,” ulang Javas, lebih pelan. “Aku nggak main-main.”
...****************...
Selena menggeleng kecil, tanpa menatapnya. “Kamu ngomong seolah semuanya sederhana, Javas. Seolah aku dan Lala cuma bagian kecil dari hidup kamu yang bisa kamu rangkul kapan saja…” Selena menghena nafas panjang, dadanya seolah menimpa baru besar, berat.
"Tapi kamu tau masalah besarnya bukan itu, Javas. saya percaya Kamu cinta, saya tidak denial akan cinta yang kamu tunjuk itu, atas effort kamu yang besar, saya tidak menutup mata."
Dia menggigit bibirnya, menjaga suaranya agar tidak pecah.
“Tapi percaya sama perasaan kamu itu tidak otomatis bikin saya bisa percaya pada diri saya sendiri, Javas.”
Javas diam. Tatapannya mulai meresap gelisah.
Selena melanjutkan dengan suara yang lebih lirih, hampir seperti mengaku pada luka sendiri, “saya ini bukan perempuan yang gampang jatuh cinta, Jav. Bukan perempuan yang bisa langsung buka hati cuma karena ada laki-laki baik yang datang. Bukan karena kamu kurang. Kamu terlalu baik, itu masalahnya.”
Matanya akhirnya menatap Javas, tanpa marah, tapi dengan sesuatu yang jauh lebih menyakitkan.
“Kamu mengira saya ini utuh. Padahal saya sedang berusaha berdiri dengan kaki yang hampir tidak ada.” tuturnya lagi lebih pelan, kalimatnya menyiratkan luka yang sangat besar, dan Javas menyadari itu.
Dari tangan Selena yang sudah berkeringat dingin saja, Javas bisa menebak betapa kerasnya wanita itu berusaha membuka kembali luka yang selama ini dia kubur. Semua itu dilakukan karena dirinya, dan itu membuat dadanya terasa sesak.
"Jangan dilanjut, Sel."
Javas merendahkan suara, seolah takut membuat luka itu makin dalam.
"Aku juga tidak pernah meminta kamu membalas perasaan aku sekarang, besok, atau lusa. Tidak. Aku paham bagaimana kamu. Tanpa kamu jelaskan sepanjang ini pun, aku sudah paham. Kamu memberi sedikit celah seperti ini saja… itu sudah lebih dari cukup buat aku. Itu sudah bikin aku bahagia, Sel."
Selena menunduk, wajahnya rapuh tapi tenang.
"Sekarang lupakan soal itu dulu, mari kita bahas tentang Lala."
Javas mengatur napasnya perlahan, lalu menatap Selena dengan ketulusan penuh keyakinan.
"Aku cuma mau kamu memberi aku waktu. Memberi aku ruang untuk selalu ada, untuk selalu dekat dengan kamu dan Lala. Dan mungkin… suatu hari nanti, entah itu kapan, aku bisa benar-benar menggantikan posisi mantan kamu di hati kalian. Perlahan."
Suasana itu sunyi, bukan canggung, tapi berat. Selena tahu Javas tidak sedang memberi janji kosong. Dan Javas tahu, untuk pertama kalinya, wanita itu sedikit saja membuka pintu hati yang sudah lama dia kunci.
"Baiklah, besok boleh antar Lala ke sekolah, tapi..." kalimatnya terjeda, dia kembali menatap Javas jauh lebih dalam. Javas menunggu kelanjutan kalimatnya,
"Tapi bagaimana dengan pekerjaan kamu, Javas? kalau kamu telat, atau kalau kamu di pecat gara-gara ngantar Lala, gimana?" tanyanya sarat khawatir. Javas tersenyum tipis, senyum yang membuat Selena tak bergeming karena dia baru sadar ternyata di balik tingkah Javas yang agak alay selama ini, pesona pria itu tidak bisa di anggap remeh. Wajahnya sangat tampan, membuat Selena tak percaya diri.
"Aku sangat tampan ya, Sel?" menyadari tatapan Selena, Javas dengan sadar dan percaya diri mengisengi wanita itu, setidaknya untuk mencairkan kembali suasana yang tampak tegang dari tadi.
Selena langsung membuang muka, bibirnya mengerucut, tapi ada rona merah di wajahnya kala dia tertangkap basah tengah mengagumi ciptaan Tuhan di depannya, yang sialnya begitu narsis.
"Jawab dulu, bagaimana kalau kamu di pecat!" ujarnya cepat mengalihkan sedikit pembicaraan.
"Di pecat juga tidak apa-apa, aku kaya loh Sel. kamu tidak perlu khawatir!" jawab Javas terlampau santai.
Selena hanya mendengus pelan mendengar jawabannya, antara kesal dan tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Pria itu benar-benar tidak bisa ditebak, satu detik serius, detik berikutnya bikin kepalanya panas karena terlalu percaya diri.
"Javas, saya serius." gumamnya lirih, matanya kembali menatap Javas dengan kekhawatiran yang lebih nyata. "saya nggak mau Lala bikin kamu kesulitan. Kamu masih muda, masa depan kamu panjang. Jangan bodoh cuma gara-gara kami."
Javas menahan tawa kecil, bukan mengejek, tapi karena Selena benar-benar membuatnya gemas. Dia mengulurkan tangan, menepuk punggung tangan Selena lembut.
"Aku juga serius, Selena. Aku bisa atur waktu. Lagian pekerjaanku fleksibel. Jadi tidak perlu kamu khawatir berlebihan. Besok pagi aku akan datang menjemput Lala di rumah." tuturnya bisa di percaya.
Selena mengangguk, "Oke."
Mereka berdua terdiam cukup lama, hingga Javas yang melirik jam di ponselnya kini berdiri.
"Besok baru lanjut kangen-kangennya, suami lanjut kerja dulu ya Mami." ujarnya tersenyum tipis.
"Javasssss!"
kalimat Selena tidak di hiraukan. Javas tertawa puas, kemudian keluar setelah pamit dengan Lala.
TBC...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...