Kisah ini berasal dari tanah Bugis-Sulawesi yang mengisahkan tentang ilmu hitam Parakang.
Dimana para wanita hamil dan juga anak-anak banyak meninggal dengan cara yang mengenaskan. Setiap korbannya akan kehilangan organ tubuh, dan warga mulai resah dengan adanya teror tersebut.
Siapakah pelakunya?
Ikuti Kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada
“Apa sebenarnya yang dilihat korban saat sebelum terjatuh?” komandan penyelidikan kasus kematian Ella terlihat berfikir. Ia membayangkan posisi korban sebelum mati terjungkal.
“Pastinya sesuatu yang sangat mengerikan, dan membuat korban syok, sehingga ia tergelincir, dan kita sebaiknya memeriksa CCTV yang ada di rumah ini, Pak,” saran Benny, pada sang atasan.
Jhony yang menjadi pimpinan dalam kasus ini menoleh ke arah rumah Takko, lalu mengamatinya.
“Rumah ini ditemukan dalam kondisi terkunci dari dalam, itu tandanya pembunuh sudah berada di dalam rumah sebelum kejadian naas, atau bisa jadi ada orang lain yang tinggal dirumah ini, dan jika pembunuhnya tiba-tiba masuk dari ventilasi kamar mandi, itu adalah hal sangat mustahil sebab tidak mungkin terjadi, karena ukurannya yang sangat kecil,” Jhony menganalisa semua kejadian dan kemungkinan yang terjadi.
Kata Takko, kalau korban tinggal sendirian, ia tidak suka ada keluarga lain yang tinggal bersamanya, sedangkan asisten rumah tangga saja pulang setelah selesai bekerja,” jawab Benny dengan sejelasnya, sebab ia mencatat semua apa yang dianggapnya sebuah petunjuk yang dapat membongkar kejahatan sekecil apapun informasinya.
“Baiklah, kita akan memeriksa CCTV dan saksi Puang kita anggap penjelasannya sudah cukup, dan akan kita panggil lagi setelah mendapatkan petunjuk lain.” Jhony melangkah ke dalam halaman rumah Takko yang saat ini sudah dikosongkan, tidak ada siapapun yang boleh memasukinya selain kepolisian.
*****
“Sayang, tadi Polisi itu bertanya apa denganmu?” tanya Andi Enre dengan rasa penasaran. Ia tidak suka jika pria berseragam itu terlalu banyak tanya, sebab membuatnya terbakar cemburu.
“Tidak yang perlu dirisaukan, Sayang. Saat ini kita sedang menunggu seseorang yang akan membeli biji emas ini dan yakinlah, kita akan menjadi orang kaya dalam waktu singkat,” bisik Daeng Cening ditelinga sang suami.
Hanya sebuah bisikan saja, membuat Andi Enre tak berkutik. Semarah apapun ia, akan kembali tunduk dan patuh pada sang istri, seolah ia adalah jiwa yang terikat sesuatu dan tak dapat lepas.
“Kamu dapat pembeli dari mana? Apakah ia benar ingin membeli, jangan sampai menipu kita kembali,” Andi Enre merasa sangat khawatir jika mereka akan ditipu oleh mafia tambang yang mencoba memanfaatkannya.
“Tenang saja, Sayang, semua ini akan terkendali di tanganku, aku akan menjadikanmu orang yang kaya raya, dan dihormati, tidak satupun yang dapat meremehkanmu dan juga aku. Sungai Saddang ini akan kita kuasai. Didalamnya bukan saja terdapat biji emas, tetapi masih banyak lagi logam berharga yang akan kita keruk hasilnya, siapapun tidak akan berani mengusik usaha tambangmu, meski pemerintah sekalipun datang menghalangi, tidak akan ada yang bisa untuk mencegahnya,” ucap Daeng Cening dengan tatapan mata yang tajam, tetapi bagi Andi Enre itu adalah sebuah pancaran kecantikan yang hakiki.
Andi Enre hanya dapat manggut-manggut saja, ia sudah begitu patuh dengan apapun yang menjadi keputusan dari sang istri.
Tak berselang lama, terlihat sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah mereka, dan seorang pria bersama dengan dua bodyguardnya memasuki rumah mereka.
Daeng Cening menyambutnya, lalu membawa keduanya masuk ke dalam rumah. Pertemuan singkat mereka, membuat Andi Enre menjadi orang kaya raya dalam waktu yang sangat singkat.
Sebulan setelah menjadi pebambang, Andi Enre dan Daeng Cening menjadi milyader yang cukup terkenal.
Ia memiliki beberapa rumah mewah, mobil dan berbagai investasi yang menjanjikan, serta penanaman saham dalam jumlah fantastis.
“Sayang, ada hal yang ingin ku katakan sedari lama, apakah kau tidak marah jika aku mengatakannya?” tanya pria itu dengan sangat hati-hati.
Ia sangat takut jika istrinya yang semakin lama semakin cantik dan modis akan menentang ucapannya.
“Aku tidak marah, Lakkai ingin pergi ke rumah ammak–kan? Pergilah, bagaimanapun ia orang tuamu, tapi jangan bawa aku kesana, karena kami tidak akan pernah sekata, dan hanya membuat rasa sakit hati satu dengan yang lainnya,” ucap Daeng Cening, sembari menyesap tehnya.
Andi Enre tersentak kaget sebab ia belum memberitahu maksudnya, tetapi sang istri sudah dapat menebaknya.
“Kenapa kamu bisa tahu?” tanya pria itu dengan rasa penasaran.
“Tentu saja aku tahu, aku istrimu, dan kamu sering membuka status WA Anni yang memperlihatkan
“Kamu tidak ikut?” tanya pria itu dengan nada lirih, meski dalam hatinya berharap sang istri mau pergi bersama.
Sesaat Daeng Cening terdiam, lalu menatap sang suami dengan senyum yang misterius. “Tidak, Sayang. Aku tidak akan pergi kesana, jangan memaksa,” wanita itu mencoba menahan hatinya, sebab ia tahu, jika disana ada satu sosok mungil yang sangat manis dan baru saja dilahirkan, tentu hal itu akan membuat ia tak tahan untuk mengecap rasanya.
“Kalau begitu abang pulang menjenguk ammak dan Ambo. Sayang berani kalau dirumah sendiri?” ia masih terlihat khawatir meninggalkan sang istri sendirian dirumah.
“Tenanglah, Sayang, jangan khawatirkan Daeng, pergilah.”wanita itu berusaha meyakinkan sang suami.
Karena melihat Daeng Cening tampak tenang, hal itu membuat Andi Enre akhirnya pergi meninggalkan sang istri, dan pulang ke rumah orangtuanya karena dilanda kerinduan.
******
Malam terlihat semakin gelap. Kesunyian hadir dengan begitu cepat. Suara serangga malam terdengar nyaring mengiringi kegelisahan Daeng Cening yang terlihat tak dapat tidur malam ini.
Sudah sebulan lamanya ia tak lagi mendapatkan korban. Rasa haus dan juga lapar membuat ia tak tenang.
Wanita itu bangkit dari ranjangnya, dan kepalanya terlihat bergerak lambat seolah sedang menahan sesuatu yang sangat menyiksanya.
Ia mengingat ternak sapi milik tetangganya yang berjumlah cukup banyak, dan gemuk-gemuk.
Sesaat air liurnya menetes membayangkan semua itu. Mungkin keinginannya untuk memangsa korban manusia berusaha ia kendalikan untuk saat ini, dan wanita itu membaringkan tubuhnya untuk mengeluarkan jiwanya dan pergi mencari mangsa sebagai cara untuk mempertahankan dirinya agar tetap hidup.
Daeng Cening berbaring di tepian ranjang. Ia akan membaca mantranya untuk menjadi Parakang.
Akan tetapi, niatnya terhenti saat mendengar suara langkah kaki yang menuju jendela kamarnya.
Wanita itu masih memejamkan matanya, dan batinnya menembus dinding kamar melihat siapa yang sudah berani mengusiknya.
Terlihat dalam gelap satu sosok pria yang menggunakan penutup wajah dan memiliki tubuh kekar, dengan perutnya yang membuncit sedang mengendap-endap ke di balik dinding luar kamar.
Sosok pria itu sepertinya tahu jika Andi Enre sedang pergi dari rumah dan berkunjung ke rumah orang tuanya sedangkan Daeng Cening tinggal seorang diri.
Sosok itu membawa sebilah parang tajam yang ia bawa dari rumah, dan tampaknya ia sudah mempertimbangkan segala hal tentang kemungkinan yang terjadi.
Kreeeetaaaak
Terdengar suara jendela kamar disongket. Ia sadar jika kamar itu menggunakan teralis besi, dan ketika daun jendela terbuka ia terlihat kecewa dengan penghalang tersebut.
Akan tetapi, niatnya kembali membara saat melihat tubuh elok nan rupawan itu terbaring diatas ranjang dengan sangat menggiurkan.
*****